Minggu, 28 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    UIN Satu

    Asa yang Menyatu di Kampus UIN Satu

    Kenduri Suara Ibu Indonesia

    Kenduri Suara Ibu Indonesia: Revolusi Negara Memang Harus Dimulai dari Panci dan Suthil

    La Rimpu

    Di Balik Tirai La Rimpu, Ketika Cinta Kasih Menjadi Keluarga

    Zhalim

    Nabi Muhammad Saw Menolak Berbuat Zhalim kepada Yahudi Khaibar

    Pembelaan Gus Dur

    Perbedaan Tidak Berarti Perpecahan: Belajar dari Pembelaan Gus Dur terhadap Ahmadiyah

    Yahudi dari

    Ketika Nabi Saw Membela Yahudi dari Kezhaliman Seorang Muslim

    Konten Difabel

    Menjadikan Difabel Bahan Konten, Bolehkah?

    Muslim yang

    Prinsip Mubadalah: Menolong Sesama, Muslim maupun Non-Muslim

    ODGJ

    ODGJ Bukan Gila, Mereka Hanya Hilang Kesadaran

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nabi Muhammad Saw

    Kesaksian Khadijah Ra atas Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad Saw

    Berbeda Agama

    Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi dalam

    Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

    Akhlak Luhur Nabi

    Meneladani Akhlak Luhur Nabi Muhammad Saw

    Bulan Pernikahan

    Rahasia Bulan Pernikahan yang Disunnahkan: Menyatukan Budaya dan Syariat

    Pernikahan adalah Pilihan

    Pernikahan adalah Pilihan, Bukan Paksaan

    Penyusuan Anak

    Implikasi Hukum Penyusuan Anak

    Upah Menyusui

    Bolehkah Ibu Menuntut Upah atas Menyusui Anaknya Sendiri?

    Menyusui

    Menyusui dalam Fikih: Hak Anak atau Hak Ibu?

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    UIN Satu

    Asa yang Menyatu di Kampus UIN Satu

    Kenduri Suara Ibu Indonesia

    Kenduri Suara Ibu Indonesia: Revolusi Negara Memang Harus Dimulai dari Panci dan Suthil

    La Rimpu

    Di Balik Tirai La Rimpu, Ketika Cinta Kasih Menjadi Keluarga

    Zhalim

    Nabi Muhammad Saw Menolak Berbuat Zhalim kepada Yahudi Khaibar

    Pembelaan Gus Dur

    Perbedaan Tidak Berarti Perpecahan: Belajar dari Pembelaan Gus Dur terhadap Ahmadiyah

    Yahudi dari

    Ketika Nabi Saw Membela Yahudi dari Kezhaliman Seorang Muslim

    Konten Difabel

    Menjadikan Difabel Bahan Konten, Bolehkah?

    Muslim yang

    Prinsip Mubadalah: Menolong Sesama, Muslim maupun Non-Muslim

    ODGJ

    ODGJ Bukan Gila, Mereka Hanya Hilang Kesadaran

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Nabi Muhammad Saw

    Kesaksian Khadijah Ra atas Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad Saw

    Berbeda Agama

    Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi dalam

    Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

    Akhlak Luhur Nabi

    Meneladani Akhlak Luhur Nabi Muhammad Saw

    Bulan Pernikahan

    Rahasia Bulan Pernikahan yang Disunnahkan: Menyatukan Budaya dan Syariat

    Pernikahan adalah Pilihan

    Pernikahan adalah Pilihan, Bukan Paksaan

    Penyusuan Anak

    Implikasi Hukum Penyusuan Anak

    Upah Menyusui

    Bolehkah Ibu Menuntut Upah atas Menyusui Anaknya Sendiri?

    Menyusui

    Menyusui dalam Fikih: Hak Anak atau Hak Ibu?

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Ketika Perceraian Memerdekakan dan Bagaimana Menulis Menjadi Terapinya

Perjuangan Humaerah tidak hanya untuk membebaskan dirinya dari luka perceraian, tetapi juga dari warisan luka yang ia warisi dari ibunya.

Fadlan Fadlan
27 September 2025
in Buku
0
Perceraian

Perceraian

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ada narasi besar yang diajarkan masyarakat kita tentang pernikahan, bahwa ia adalah puncak kehidupan—keutuhan yang harus terjaga sampai mati. Oleh karena itu, segala upaya yang mengancam “keutuhan” tersebut seperti perceraian adalah antitesisnya: kegagalan dan aib yang memalukan. Perempuan, terutama, sering kali menjadi pihak yang paling terpojok oleh narasi ini. Mereka dituntut untuk bertahan, menahan, dan mengalah demi label “utuh” itu.

Dalam buku terbarunya ‘Retak untuk Utuh’ (2025) yang kali ini akan saya ulas, Humaerah menawarkan narasi tandingan yang kuat dan menyentuh. Buku ini bukan sekadar memoar tentang patah hati, melainkan sebuah manifesto tentang bagaimana keretakan dalam sebuah hubungan (pernikahan) justru bisa menjadi jalan pulang menuju kemerdekaan dan pembebasan diri.

Perjalanan Humaerah mulai dari sebuah ruang sunyi yang akrab bagi banyak perempuan yang bertahan di tengah hubungan yang tidak sehat. Kamar yang dingin, percakapan yang datar, dan kesadaran pahit bahwa cinta yang dulu ia yakini abadi ternyata sudah lama pergi. Ia melukiskan duka yang tak terucap itu ke dalam bukunya karena merasa kehilangan arah, kehilangan sosok, dan juga penghakiman sosial yang menyertainya.

Keberanian Perempuan

Ini mengingatkan saya dengan buku Glennon Doyle berjudul ‘Untamed’. Doyle memberikan satu kata kunci pembuka di buku itu: sangkar. Ia berpendapat bahwa sejak usia 10 tahun, perempuan mulai dijinakkan (tamed)—diajarkan untuk masuk ke dalam sangkar-sangkar ekspektasi sosial. Bagaimana harus merasa, bertindak, dan mencintai.

Pernikahan yang menuntut perempuan untuk mengkerdilkan diri demi keharmonisan adalah salah satu sangkar terkuat. Dan Humaerah hidup di dalam sangkar itu; ia menjadi seorang people pleaser yang kehilangan suaranya sendiri, yang mengira pengorbanan adalah bukti cinta. Ia terbiasa diam, bukan karena tak bisa berkata-kata, tapi karena terlalu sering teryakinkan bahwa suaranya tak penting.

Dalam buku ini, Humaerah menunjukkan bahwa terkadang, keberanian terbesar seorang perempuan bukanlah bertahan dalam penderitaan. Melainkan memilih untuk pergi dan menulis ulang kisahnya sendiri. Keputusannya untuk bercerai, dengan demikian, adalah langkah pertamanya untuk keluar dari sangkar tersebut—untuk menolak versi hidup yang orang lain inginkan

Setelah palu terketuk dan status berganti, dunia seorang perempuan sering kali terasa gaduh oleh penilaian dan sunyi oleh empati. Humaerah melukiskan fase ini dengan begitu telanjang. Ada rasa malu yang melumpuhkan, kehilangan arah, dan pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menghantui. Lenyapnya identitas yang bertahun-tahun melekat pada peran domestiknya sebagai seorang istri, menyisakan kekosongan.

Di tengah kebisingan penghakiman sosial yang tak pernah berpihak pada perempuan yang baru saja kehilangan tempatnya bersandarnya, ia menemukan ruang sunyinya sendiri untuk meluapkan segalanya: menulis. Menulis menjadi terapi—sebuah cara untuk berbicara dengan diri sendiri tanpa perlu takut penilaian. Atau dengan kata-katanya: membiarkan luka-luka lama terbuka hanya untuk diberi ruang agar sembuh. 

Menulis Menjadi Jalan Menemukan Kembali

Proses ini sama seperti apa yang pernah Doyle gambarkan dalam ‘Untamed’-nya. Doyle bercerita tentang bagaimana ia menyadari bahwa selama ini ia hidup dalam sangkar ekspektasi kultural, menjadi “gadis baik” yang membunuh sisi liarnya.

Bagi Doyle, dan juga Humaerah, menulis menjadi jalan untuk menemukan kembali “keliaran” itu—suara asli yang terkubur di bawah tumpukan-tumpukan ekspektasi. Humaerah menulis bukan untuk menyalahkan, melainkan untuk menyuarakan bahwa perempuan juga manusia.

Humaerah bercerita bahwa ketika tulisan-tulisannya terunggah ke media sosial, ada perempuan-perempuan lain yang merasakan hal yang sama dan mengirimkan pesan padanya. “Aku juga mengalami itu. Terima kasih sudah menuliskannya.” Sesuatu yang tak pernah ia duga. Inilah apa yang ia sebut dengan loving communion, yaitu ketika tulisan menjadi ruang untuk menyatukan rasa, pengingat bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan ini.

Menulis pun tak lagi sekadar aktivitas penyembuhan diri, tetapi sudah menjadi tindakan politis untuk merebut kembali narasi hidup yang selama ini terbungkam. Doyle menyebut ini sebagai penemuan kembali suara “liar” perempuan—suara asli sebelum dunia menjinakkannya.

Dengan menulis, Humaerah tidak hanya menyembuhkan dirinya, tetapi juga menyalakan obor perempuan lain yang masih terperangkap dalam hubungan yang tidak sehat. Ia menyadari bahwa suaranya bukan hanya miliknya, tetapi juga “milik semua perempuan yang pernah bungkam.”

Luka Perceraian

Perjuangan Humaerah tidak hanya untuk membebaskan diri dari luka perceraian, tetapi juga dari warisan luka yang ia warisi dari ibunya. Salah satu bagian favorit saya adalah kalimat “Aku tidak ingin menjadi seperti ibuku”. Ini adalah salah satu pilar emosional paling kuat dalam buku ini. Kalimat itu tidak lahir dari kebencian, melainkan justru lahir dari cinta yang begitu dalam kepada ibunya.

Ibunya adalah cerminan dari perempuan kuat dalam definisi patriarki. Sabar, menahan luka, dan setia pada penderitaannya sendiri. Humaerah sadar bahwa “pola diam” yang ia praktikkan sebelum perceraiannya adalah pola yang ia warisi dari ibunya.

Ia menggambarkan ibunya sebagai sosok yang menenggelamkan tangisannya di antara tumpukan cucian dan sajadah, menyembunyikan mata bengkaknya sambil berkata semuanya baik-baik saja. Baginya, “diam” itu terwariskan seperti resep makanan di keluarganya, dari nenek ke ibu, lalu kepadanya. Sebuah sikap yang sering disalahartikan sebagai kebaikan. Ia tahu bahwa pola yang sama juga menjeratnya. Itulah mengapa ia tahu bahwa “ini harus berhenti padaku.”

Mengapa Humaerah merasa pola “diam”, yang oleh patriarki terdefinisikan sebagai kewajiban dan kebaikan seorang perempuan, itu harus ia akhiri?

Doyle berargumen bahwa tugas seorang ibu bukanlah menjadi martir yang perlahan mati demi anak-anaknya, melainkan menjadi model untuk anak-anaknya tentang bagaimana cara hidup yang totalitas (to be fully alive). Berangkat dari sini, saya kira dengan memilih jalan yang berbeda dari ibunya, Humaerah tidaklah durhaka kepada ibunya. Ia hanya ingin memutuskan rantai luka warisan itu.

Ia melakukannya agar anak perempuannya kelak tak perlu lagi belajar cara bertahan dari luka, melainkan belajar merawat dan mengutamakan diri sendiri terlebih dahulu. Ia melakukannya agar pengorbanan buta tidak lagi terwariskan sebagai takdir perempuan.

Menolak Definisi Cinta

Humaerah tampaknya menolak definisi cinta yang ibunya percayai seumur hidupnya: cinta yang pasif, diam dan tunduk. Cinta yang harus dibayar dengan menghapuskan jati diri. Sebab, baginya, cinta sejati adalah kehendak untuk mengembangkan diri sendiri dan orang yang ia cintai. Atau, menggunakan terminologi Bell Hooks di salah satu bagian ‘All about Love’-nya. Cinta dan kekerasan tidak dapat hidup berdampingan (Love and abuse cannot coexist). 

Kekerasan yang Hooks maksud bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga emosional dan spiritual. Tindakan membungkam, meremehkan, dan menolak pertumbuhan pasangan. Hubungan yang Humaerah jalani, di mana ia terus-menerus terkekang dan tidak didengarkan hanya karena ia seorang perempuan dan istri, menurut Hooks bukanlah cinta.

Itu adalah hubungan timpang yang mengorbankan satu pihak demi kenyamanan pihak lain. Maka, meninggalkan hubungan seperti itu bukanlah kegagalan dalam mencintai. Melainkan keberanian untuk menolak sesuatu yang sejak awal memang bukan cinta. Ini adalah penegasan bahwa di dalam cinta harus ada keadilan. Sebab, seperti kata hooks, “tanpa keadilan, tidak akan ada cinta”.

Ketika sebuah ikatan, entah itu pernikahan atau tradisi, justru mematikan jiwa, maka itu bukanlah cinta, melainkan kontrol. Dalam bukunya, Humaerah memilih untuk tidak mewarisi sikap diam ibunya karena ia ingin menjadi “suara” yang dahulu tak sempat ibunya ucapkan. Ini, menurut saya, adalah bentuk self-love yang sangat radikal.

Karena seperti kata Doyle, seorang perempuan yang utuh dengan dirinya sendiri tahu apa yang harus ia lakukan, dan ia akan membiarkan sisanya terbakar. Humaerah membiarkan warisan diam itu terbakar, agar anak perempuannya kelak tahu bahwa cinta tak seharusnya menyakitkan. []

Tags: bedah bukuBuku PerempuankeluargaparentingperceraianRelasiResensi Buku
Fadlan

Fadlan

Penulis lepas dan tutor Bahasa Inggris-Bahasa Spanyol

Terkait Posts

Berbeda Agama
Hikmah

Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama

28 September 2025
Akhlak Nabi dalam
Hikmah

Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

28 September 2025
La Rimpu
Personal

Di Balik Tirai La Rimpu, Ketika Cinta Kasih Menjadi Keluarga

27 September 2025
ODGJ
Personal

ODGJ Bukan Gila, Mereka Hanya Hilang Kesadaran

26 September 2025
Makan Bergizi Gratis
Aktual

Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

26 September 2025
Beragama
Publik

Membangun Relasi Perdamaian Antarumat Beragama dengan Spirit Mubadalah

25 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perceraian

    Ketika Perceraian Memerdekakan dan Bagaimana Menulis Menjadi Terapinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meneladani Akhlak Luhur Nabi Muhammad Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kenduri Suara Ibu Indonesia: Revolusi Negara Memang Harus Dimulai dari Panci dan Suthil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Muhammad Saw Menolak Berbuat Zhalim kepada Yahudi Khaibar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kesaksian Khadijah Ra atas Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad Saw
  • Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama
  • Asa yang Menyatu di Kampus UIN Satu
  • Kenduri Suara Ibu Indonesia: Revolusi Negara Memang Harus Dimulai dari Panci dan Suthil
  • Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID