• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Ketika Remaja Menjadi Pelaku Kekerasan, Siapa yang Salah?

Keadaan lingkungan keluarga yang tidak harmonis dapat menjadi dorongan besar timbulnya kenakalan remaja

Halimatus Sa'dyah Halimatus Sa'dyah
07/03/2023
in Keluarga
0
Pelaku Kekerasan

Pelaku Kekerasan

908
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Terjadinya pengeroyokan yang saat ini menjadi sorotan media adalah tindak kekerasan yang Mario lakukan terhadap David, seakan membuka mata khalayak. Menyadari bahwa orang tualah sosok yang paling berperan dalam pembentukan karakter anak. Jika pola asuh tepat, maka tepatlah karakter anak. Baik buruk sikap anak ada peran orang tua.

Pola asuh anak adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan serta mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, finansial, dan intelektual. Suatu proses mendidik anak dari kelahiran hingga anak memasuki usia dewasa.

Anak yang kita asuh dengan pola asuh yang baik, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang baik. Sebaliknya, anak yang kita asuh dengan pola asuh yang buruk akan tumbuh menjadi anak dengan pribadi yang buruk. Seorang anak yang ada dalam didikan orang tua yang broken home, orang tua yang bertengkar di depan anak, mengekspresikan emosi dengan membanting pintu, piring, teriak-teriak, maka cenderung mempengaruhi pribadi anak. Anak adalah peniru yang baik, dia sebagai imitator dari perilaku orang tuanya, dan berpotensi menjadi pelaku kekerasan.

Media Pembentukan Karakter Anak

Dalam kitab Tarbiyah wa Taklim karangan Mahmud Yunus. Ada tiga hal yang memengaruhi pembentukan karakter anak. Pertama adalah almanzil yaitu pendidikan di rumah. Di sinilah karakter anak pertama kali kita bangun sebagai pondasi. Usia anak mulai dari 0-14 tahun adalah masa di mana perkembangan anak sangat berpengaruh pada anak.

Di sini orang tua sebagai role model utama, maka orang tua harus menjadi suri tauladan bagi anaknya. Jika orang tua mendidik dengan santun, sikap profetik (siddiq, amanah, tabligh, fatanah), maka karakter anak akan tertanam demikian. Bekal nilai-nilai agama dan kebaikan harus kita transfer pada anak.

Baca Juga:

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kedua adalah almadrasah, yaitu pendidikan anak di sekolah. Tidak hanya sebagai tempat pembelajaran, namun di sekolah adalah tempat anak mendapatkan pendidikan karakter selanjutnya. Karena di sini seorang guru harus dapat kitagugu dan kita tiru. Guru juga harus menjadi role model bagi anak.

Yang ketiga adalah albi’ah al-ijtima’iyah. Yaitu lingkungan masyarakat. Di mana anak berinteraksi sosial di luar rumah dan di luar sekolah. Misal pergaulan dengan teman sebayanya. Bagaimana dia dapat berinteraksi sosial di tengah masyarakat membangun hubungan. Apabila lingkungan ini negatif dapat berpengaruh negatif, begitu pun sebaliknya.

Pentingnya Peran Orang Tua

Dari ketiganya media pembentukan karakter anak, almanzil adalah pengaruh besar, di sini peran orang tua sangat penting. Jika anak kita bekali dengan pendidikan dari rumah tentang nilai-nilai yang baik, luhur dan profetik, maka sekalipun bergaul dengan teman sebayanya yang  berperilaku buruk baik di sekolah dan di lingkungan di masyarakat, anak akan memiliki kontrol diri.

Anak tidak boleh berkata buruk dan  berperilaku buruk pada orang tua. Namun perlu kita maknai kembali, apabila orang tua tidak mengeluarkan kata-kata buruk, maka anak juga tidak akan pernah berkata buruk. Pembiasan dalam komunikasi santun tentu kita teladani dari orang tua terlebih dahulu.  Baik anak pada orang tua, juga sebaliknya, orang tua kepada anak keduanya tidak boleh berkata buruk. Sebagaimana ayat di bawah ini mengandung pesan untuk membangun komunikasi setara:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah!” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (Surat al-Shaffat/37 ayat 102)

Model Pengasuhan Anak

Ada beberapa macam model pengasuhan anak, yaitu

Pertama, pola asuh otoriter (Authoritarian): orang tua terlalu banyak menuntut, membangun hubungan top-down pada anak, anak dikekang, anak sering dihukum, anak sering dimarahi. Tidak ada komunikasi dua arah antara anak dengan orang tua.

Kedua, adalah pola asuh demokratis (Authoritative). Pola asuh demokratis ini, orang tua memberikan kebebasan pada anak. Namun tetap dengan bimbingan dan arahan yang sesuai, seperti memegang layang-layang.

Ketiga, pola asuh permisif (permissive). Yakni orang tua memanjakan anak, menuruti segala keinginan anak, orang tua tidak mau ambil pusing jika anak menangis. Misalnya supaya anak berhenti tantrum maka kita berikan handphone sebagai mainan.

Keempat, Pola Asuh Neglectful (Cuek), orang tua senderung mengabaikan kebutuhan psikologis anak. Namun orang tua memfasilitasi anak dalam hal materi, memenuhi semua kebutuhannya. Pola asuh cuek atau abai merupakan pola asuh yang minim keterlibatan orang tua. Orang tua cenderung membiarkan anak berkembang dengan sendirinya. Pada jenis pola asuh ini, orang tua hanya memenuhi kebutuhan fisik dasar anak. Seperti makan, tempat tinggal, dan pakaian

Fenomena Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja atau kita sebut Juvenile Deliquency. Ada dua faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan. Yaitu faktor internal dan eksternal. Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Ditambah dengan faktor eksternal seperti lingkungan sekitar, fondasi kontrol diri yang lemah akan mudah menyeret remaja tersebut kepada perilaku yang menyimpang.

Keluarga memiliki peran paling besar

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Keadaan lingkungan keluarga yang tidak harmonis dapat menjadi dorongan besar timbulnya kenakalan remaja. Broken-home, rumah tangga yang berantakan yang disebabkan oleh kematian sang ayah atau ibu. Keluarga yang terliputi konflik keras, serta ekonomi keluarga yang kurang. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk menciptakan lingkungan keluarga yang baik atau lekat dengan anaknya sedari dini.

Pembinaan moral ataupun agama bagi remaja melalui rumah tangga perlu kita lakukan sejak kecil sesuai dengan umurnya. Karena, anak di  usia dini belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah. Mereka juga belum mengerti batas-batas ketentuan moral di dalam lingkungannya.

Penanaman moral sedari kecil sangat penting dan berpengaruh terhadap identitas seorang anak. Moral agama yang kuat sejak kecil, fondasi kontrol diri pada anak akan tetap kokoh dan tidak mudah tergoda untuk terjerumus dalam kenakalan remaja. Hingga berpptensi menjadi pelaku kekerasan.

Pada akhirnya, saat anak berperilaku buruk, menjadi pelaku kekerasan, bukan hanya nama anak yang orang lain salahkan. Namun nama besar kedua orang tuanya. Bahkan dalam istilah Jawa, “anak polah bapak kepradah”, perilaku anak yang salah, tentu terseret pula nama orang tuanya. []

 

 

 

 

Tags: anakkarakter anakkeluargaorang tuaparentingpelaku kekerasanpengasuhan
Halimatus Sa'dyah

Halimatus Sa'dyah

Penulis adalah  konsultan hukum dan pengurus LPBHNU 2123038506

Terkait Posts

Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID