• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Kids Influencer: Fenomena Prank dan Kekerasan Terhadap Anak

Praktik prank terhadap anak yang diunggah di media sosial ini juga terjadi pada kids influencer. Seorang kids influencer sebagai korban prank juga merasakan keadaan yang tidak nyaman. Keadaan tidak nyaman atau terluka dipresentasikan dengan menangis atau marah.

Khoniq Nur Afiah Khoniq Nur Afiah
24/06/2021
in Keluarga
0
Influencer

Influencer

394
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kemajuan teknologi yang berkembang sangat pesat memicu masyarakat untuk meningkatkan kreativitasnya. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya profesi yang bergantung dengan kemajuan teknologi hari ini. Profesi tersebut juga secara tidak disadari berkembang dan dapat dijangkau oleh berbagai kalangan. Profesi yang tren hari ini akibat perkembangan teknologi salah satunya adalah influencer.

Influencer adalah seorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain karena kapasistas yang dimiliki. Kapasitas yang dimaksud bisa berupa otoritas, pengetahuan, posisi, atau hubungan dengan audiens. Influencer ini banyak berkembang didunia marketing. Sehingga, influencer berkerja dengan cara mempengaruhi audiens untuk memutuskan melakukan pembelian terhadap suatu produk yang sedang dipromosikan.

Influencer sebagai sesorang yang bekerja untuk meyakinkan orang lain, juga memiliki tuntutan untuk membangun sebuah citra yang baik dihadapan masyarakat. Media sosial seringkali dijadikan wadah atau alat yang bisa digunakan oleh para influencer untuk membangun citra yang dikehendaki. Tentunya, citra yang dibangun telah didesain sedemikian rupa sehingga masyarakat bisa melihatnya pada beberapa sisi yang telah ditentukan. Hal tersebut sebagai upaya yang bisa mendukung pekerjaan yang dimilikinya.

Media sosial maupun platform lain seperti youtube jelas diikuti oleh banyak pengikut, sehingga sasaran atau target mereka telah terikat dalam platform yang digunakan. Hal tersebut merupakan sebuah kemudahan baginya.

Hari ini banyak kalangan yang tertarik menjadi influencer, dari remaja, ibu-ibu muda dan bahkan anak-anak. Kids influencer adalah sebutan bagi seorang anak yang telah berprofesi sebagai influencer. Mereka sama seperti layaknya influencer dewasa yang bekerja mempromosikan sebuah produk dan tidak henti-hentinya tampil di layar untuk menjadi objek dalam sebuah konten.

Baca Juga:

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

Konten-konten yang diproduksi tersebut selanjutnya ditonton oleh berjuta-juta orang. Kids influencer dalam memproduksi konten seringkali dikendalikan oleh orang di sekitarnya. Layaknya anak-anak yang lain, ia belum mampu mengatur, memahami sebuah kinerja yang ada dalam dunia pekerjaan.

Bahkan, ia tidak memahami bagian mana yang boleh dipertontonkan orang banyak dan bagian mana pula yang sebaiknya tidak perlu ditonton oleh orang banyak. Sehingga, citra yang dibentuk dan selanjutnya dipertontonkan kepada masyarakat bukan dikendalikan oleh dirinya sendiri, namun oleh orang-orang sekitar seperti orang tua.

Berkaitan dengan hal tersebut, selanjutnya melahirkan beberapa hal yang menggelitik, salah satunya adalah privasi anak. Saat seorang anak menjadi objek dalam sebuah konten, sudah menjadi kewajiban orang tua atau orang-orang yang berkaitan untuk mendiskusikan hingga mendapat persetujuan dari anak sebagai pemeran.

Contohnya, saat seorang kids influencer sedang menangis dan direkam selanjutnya berencana menjadi sebuah konten yang akan diunggah, maka sudah semestinya orang tua meminta izin terlebih dahulu kepada sang anak. Karena, bisa jadi bagi seorang anak, menangis dan dipertontonkan dihadapan banyak orang adalah hal yang memalukan. Hal tersebut perlu diperhatikan sebagai upaya untuk menghindari tindak eksploitasi anak, sebab adanya pengabaian terhadap hak privasi seorang anak.

Kids influencer yang sering tampil dilayar dengan berbagai platform juga mengikuti tren yang sedang berkembang. Belum lama, tren prank berkembang dan kids influencer juga menjadi objeknya. Moment tersebut selanjutnya dijadikan konten dan diunggah hingga ditonton berjuta-juta orang. Praktik prank pada anak merupakan bagian dari bullying. Sebab, Dan Olweus seorang psikolog dari Swedia mengatakan bahwa bulliying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang berada pada keadaan yang tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang.

Praktik prank terhadap anak yang diunggah di media sosial ini juga terjadi pada kids influencer. Seorang kids influencer sebagai korban prank juga merasakan keadaan yang tidak nyaman. Keadaan tidak nyaman atau terluka dipresentasikan dengan menangis atau marah.

Seorang anak belum tentu memahami bahwa fenomena prank adalah perilaku bohong yang memiliki dampak. Namun, seorang anak telah merekam semua kejadian yang tidak nyaman itu pada dirinya. Kekhawatiran akhirnya muncul, karena adanya kemungkinan seorang anak untuk meniru perbuatan yang membuatnya merasa tidak nyaman atau terluka tersebut kepada orang lain.

Tidak hanya berhenti di situ, tidak dapat dipungkiri pula jika penonton dari kids influencer adalah anak-anak. Sehingga, praktik prank ini juga berpotensi ditiru oleh penontonnya. Fenomena-fenomena prank terhadap kids influencer sebagai bentuk bulliying juga bagian dari kekerasan terhadap anak. Jika beberapa orang tidak memahaminya, maka ini adalah bukti konkret adanya kesalahan persepsi tentang pelecehan atau kekerasan seksual yang berkembang di masyarakat.

Kesalahan tersebut berupa pemahaman bahwa kekerasan terhadap anak selalu disertai dengan kekerasan fisik. Padahal, tindak kekerasan terhadap anak juga bisa berbentuk suatu tindakan yang menyerang mental psikologis anak, seperti fenomena prank sebagai bentuk bulliying.

Kids influencer ini memang menunjukan bahwa adanya produktifitas yang tinggi, memberikan keuntungan atau penghasilan sejak dini. Namun, terdapat beberapa hal yang terlupakan yaitu soal kebebasan, privasi anak, dan kondisi psikologi anak.

Mengarahkan atau memilih pilihan anak menjadi kids influencer bukan hal yang salah. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Orang tua harus menyadari bahwa seorang anak juga manusia yang memiliki hak atas dirinya sendiri. Sehingga, orang tua harus memahami bahwa seorang anak juga berhak atas privasinya, mendapatkan kenyamanan yang layak, dan mendapatkan perlindungan atas tubuh dan mentalnya. Sekian. []

 

Tags: anakKesehatan MentalKids Influencermedia sosialparentingPola Pengasuhan Anak
Khoniq Nur Afiah

Khoniq Nur Afiah

Santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek R2. Tertarik dengan isu-isu perempuan dan milenial.

Terkait Posts

Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Cinta Alam

Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?

21 Juni 2025
Perbedaan anak laki-laki dan perempuan

Jangan Membedakan Perlakuan antara Anak Laki-laki dan Perempuan

17 Juni 2025
Ibu Rumah Tangga

Multitasking itu Keren? Mitos Melelahkan yang Membebani Ibu Rumah Tangga

17 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan
  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID