Mubaadalahnews.com,- Ulama perempuan asal Cirebon, Ibu Nyai Masriyah Amva menceritakan kisah hidupnya sebagai pemimpin sekaligus yang mengelola pesantren pasca ditinggal suami dan orangtuanya yang wafat. Karena tekad dan semangat yang kuat, jumlah santri Pesantren Kebon Jambu Ciwaringin terus meningkat.
Tak hanya itu, Yu Mas, panggilan akrabnya, bersama ulama dan aktivis perempuan telah sukses menyelenggarkan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang bertempat di Pesantren Kebon Jambu setahun yang lalu. Semua kesuksesan tersebut, karena Yu Mas menyandarkan hidupnya pada Allah Swt dalam mengelola pesantren.
Demikian Yu Mas menceritakan kisah hidupnya sebagai Pengasuh Pesantren Kebon Jambu Cirebon pada kegiatan Belajar Bersama di Pattani, Thailand Selatan, 7 Desember 2018.
“Dulu saya bukan siapa-siapa, hanya seorang istri kyai di sebuah pesantren tradisional di Cirebon Jawa Barat. Saya merasa terpuruk, ketika ditinggalkan suami wafat, lalu semua orang tua, satu-persatu justru menjemput anak-anaknya, dan pesantren menjadi sepi,” kata Yu Mas melalui pesan tertulis yang diterima Mubaadalahnews.
Ketika jumlah santri semakin menurun, Yu Mas merenung dan menyandarkan hidupnya kepada Sang Pencipta. Yu Mas merasakan Allah Swt yang akan menemaninya dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam mengelola pesantren.
“Setelah mengalami keyakinan penuh, pada suatu malam, saya kumpulkan anak-anak santri yang tersisa. Saya memahami kekhawatiran mereka tentang kondisi pesantren ini setelah ditinggalkan kyai mereka, suami saya yang sudah wafat itu,” tuturnya.
Di hadapan mereka, Yu Mas mengatakan bahwa dirinya telah menemukan pengganti suaminya, yang akan mengurus dan membawa pesantren ini menjadi lebih hebat dan lebih besar. Dialah sosok yang jauh lebih mulia dan lebih agung dari suaminya, bahkan dari siapapun.
“Dialah Allah Swt yang menjadi pengganti Akang. Dialah (Allah) yang sekarang yang menjadi pengasuh Pesantren Kebon Jambu. Di tangan-Nya pasti pesantren ini akan lebih maju,” ucapnya.
Dengan pernyataan tersebut, kata dia, para santri justru bergembira, bahkan memperoleh semangat kuat dan bersama-sama membangun kembali pesantren. Sekarang jumlah santri justru semakin besar dibandingkan saat suami Yu Mas mengelola pesantren tersebut.
“Dulu hanya beberapa ratus saja, sekarang ada sekitar 1.700 orang santri yang belajar di pesantren saya,” kata Ibu Nyai.
Feminis Islam
Yu Mas meyakini jika perempuan, seperti yang dialaminya bersandar kepada Allah Swt Maka dia akan kuat sebagaimana laki-laki. Inilah feminisme Islam. Perempuan dan laki-laki hanya bersandar kepada Allah Swt, bukan perempuan kepada laki-laki atau sebaliknya. Dan inilah tauhid dalam yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi-nabi-Nya, terutama Nabi Muhammad Saw.
“Saya yakin di sini, Thailand Selatan ini, juga akan lahir ulama perempuan yang hebat dan maju. Jika keyakinan kita semua disandarkan kepada Allah Swt, bukan kepada siapapun makhluk di muka bumi ini, dan di antara kita, maka laki-laki dan perempuan menjadi setara. Tidak ada yang merasa lebih kuat atau lebih lemah, tetapi saling memperkuat satu sama lain,” terangnya.
Kisah Ibu Nyai Masriyah memperoleh respon gegap gempita dari para peserta, yang kebanyakan adalah aktivis perempuan di Thailand Selatan. Di antara peserta merasa terharu dan kembali yakin dengan ketauhidan Allah Swt.
Salah satu peserta asal Malaysia, Muhammad Afiq Muhammad Noor mengaku merinding mendengar kisah Ibu Nyai. Ternyata tidak perlu banyak dalil dan argumentasi untuk beriman dengan keadilan Islam.
“Cukup keyakinan bahwa sandaran setiap orang itu adalah Allah Swt, sehingga relasi antar manusia menjadi setara,” kata Muhammad Afiq Muhammad Noor, mahasiswa yang tengah mengambil Ph.D di Melbourne University.
Senada, tak hanya aktivis Malaysia, beberapa perempuan dari Thailand yang dipanggil Kak Yu, Kak Pridah, dan Kak Hasanah juga merespon kisah Ibu Nyai Masriyah Amva. Mereka merasa perlu dan harus ada ulama perempuan yang muncul di Thailand.
Yaitu ulama-ulama yang memahami isu-isu dan pengalaman perempuan, karena sementara ini seringkali ulama laki-laki memberi fatwa tentang perempuan. Padahal mereka tidak memahami realitas pengalaman perempuan. (FQH/WIN)
Berita tentang Yu Mas lainnya:
Pesantren Tidak Menghambat Perempuan Mengaktualisasikan Diri