Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Amina Wadud tentang konsep tauhid, maka Amina Wadud menegaskan bahwa tauhid merupakan basis teologis bagi kesetaraan laki-laki dan perempuan. Kesetaraan inilah yang menjadi basis relasi resiprokal antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Amina Wadud, sistem sosial patriarki yang menjadikan laki-laki sebagai superior dan perempuan berada di bawahnya adalah tindakan menyekutukan Tuhan (syirk) dan kesombongan (istikbar) yang bertentangan dengan konsep tauhid.
Dalam sistem patriarki ini, jati diri perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Untuk bisa diakui di mata agama dan masyarakat, kiprah perempuan juga harus melewati laki-laki.
Sementara, tauhid meniscayakan hubungan langsung antara perempuan dan Tuhannya, tanpa perantara laki-laki.
Karena hubungan vertikalnya hanya kepada Tuhan, maka relasi antara laki-laki dan perempuan bersifat horizontal, yang keduanya adalah setara.
Adapun hal yang harus dibangun di antara mereka, kemudian, adalah hal-hal yang mengacu pada nilai-nilai kerja sama dan kesalingan, bukan superioritas dan dominasi.
Sesungguhnya, masih menurut Amina Wadud, patriarki bukanlah soal laki-laki, tetapi lebih merupakan pemusatan eksistensi, berpikir, mengetahui, dan bertindak pada satu poros semata dan menafikan yang lain.
Laki-laki, misalnya, atau publik, lebih utama daripada perempuan dan domestik. Kondisi sebaliknya juga menyalahi tauhid. Yaitu, jika pemusatan itu terjadi pada eksistensi perempuan semata.
Tetapi, perubahan dalam perspektif tauhid adalah dari patriarki ke resiprositi, dominasi ke persekutuan, hegemoni ke kesalingan, dan dari kompetisi ke kerja sama. Ini, menurut Amina Wadud, adalah nilai dasar dalam relasi fundamental antara laki-laki dan perempuan, baik dalam ranah domestik maupun publik.
Sehingga, perempuan harus kita beri kesempatan yang luas untuk partisipasinya secara adil di ranah publik. Kontribusi mereka juga harus kita akui.
Jadi, jika patriarki mengembangkan sistem sosial yang dominatif dan hegemonik, dari laki-laki kepada perempuan. Maka tauhid menuntut adanya sistem sosial yang resiprokal, kesederajatan, saling tolong-menolong, dan kerja sama.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.