Senin, 17 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Laki-laki yang Menjelma Hujan

Konon, belahan jiwa sudah ditentukan sejak zaman azali. Belahan jiwa akan memiliki kemiripan ciri.

Nikmara Nikmara
13 April 2025
in Rekomendasi, Sastra
0
Hujan

Hujan

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hujan atau tak hujan sama saja. Aku tetap berjalan sendirian. Juga hujan kali ini, musim ini, dan saat ini. Aku tetap berdiri sendirian, berjalan dengan payungku yang tetap sama seperti sejak dulu. Berwarna pink dan bermotif bunga krisan abu-abu.

Masih sendiri. Itu benar, dalam hari-hari. Tapi musim hujan kali ini, jiwaku diajari sebuah hal. Hal itu yang sedang kurasakan saat ini juga. Berdiri di depan ruang F1, menatap ke samping, menatap gerimis deras yang membasahi rumput-rumput, melihat pertunjukan angin yang bergerak menggugurkan daun-daun beringin. Dan menatap satu jiwa yang sama sekali aku belum mengenalnya.

Dan meski demikian, hati tak bisa berbohong saat sosok itu melewatiku begitu saja. Ada yang berdebar, berdesir, berbisik, dan tersentuh.

“Ikuti sebelah jiwamu yang berjalan.” Sebuah suara memasuki telingaku.

Suara Hujan

Dan aku mengikuti dia yang berkemeja hitam. Aku berjalan di belakangnya dan ternyata langkahnya sangat cepat, membuatku semakin berdebar. Ya, aku serasa mengejar bintang jatuh. Yang mungkin jatuhnya di sebuah bukit asing, atau padang rumput yang tak terjangkau, atau bahkan sebuah lahan antah berantah.

Tak perduli apa aku bisa menggapainya atau tidak, aku hanya ingin mengikutinya. Melihat sampai mana bintang jatuh itu menjauh, pergi, dan menghilang.

Dia menaiki motor, pada akhirnya. Aku berhenti, melihat bagaimana dia mengenakan jaketnya, mantel hujannya, dan mulai menstarter motornya.

“Tolong jangan pergi dulu, berpalinglah sebentar, aku di belakangmu!”

Hatiku berkata padanya. Tapi hati yang sangat peka terhadap bebunyian itu ternyata tak punya suara, ah sebenarnya aku tak menyuruh kepada yang seharusnya saja.

Diapun akhirnya melaju, menjauh, menuju gerbang. Tiba-tiba hujan semakin deras dan terus berlanjut. Sementara aku tak bisa berbuat.

Tik-tik. Selalu saja rintik hujan. Satu tetes menetes ke hatiku, memberitahuku bahwa hujan akan bertambah deras hingga malam hari, sampai besok, atau besoknya lagi.

“Tidakkah kau ingin melihat dia lagi sebelum hujan lusa? Dan aku yakin kau menjawab iya, menginginkannya.” Ucap hujan yang makin deras merintik. “Sekarang, ayolah berlari. Aku akan menuntunmu.” Demikian hujan kembali berkata padaku dan akupun langsung berlari. Mengejarnya, mengejar sebagian jiwaku.

Aku terus berlari, menyusuri jalan raya, dengan mata tetap menatap padanya yang semakin kencang saja. Lama-lama nafasku tersengal, terpotong-potong. Perlahan, dia mulai jauh dan akhirnya tak terlihat. Aku masih berlari… tapi pandanganku semakin kabur.

Jatuh Cinta Kepada Hujan

Aku jatuh cinta. Ya, karena aku selalu melakukan ini, berlari-lari, selama satu tahun. Akhirnya tiga kata itu aku temukan, setelah sekian lama aku penasaran: kini aku merasakannya! Dan perasaan itu, aku mencoba mengartikannya, emm… dengan kata yang sedikit berlebihan misalnya kata-kata seperti cintanya awan kepada langit, samudera kepada daratan, atau hidup kepada mati.

Tapi hari ini, bagiku, cinta lebih sederhana dari semua itu.

Aku tak butuh berjumpa dengannya untuk bisa mengenalnya. Tak butuh bersama untuk saling mengerti. Tak butuh bergenggaman tangan untuk sebuah kekuatan. Dan tak butuh alasan apapun untuk mencintainya. Terjadi begitu saja, mengalir seperti air dan indah sampai aku tak bisa memahaminya. Luar biasa.

“Kamu bilang akan menuntunku, nyatanya tidak!”. Aku protes pada hujan.

Hujan tidak menjawab, ia hanya reda, menghentikan rintiknya. Lalu hening. Dan aku tak bisa melakukan apapun kecuali kulangkahkan kakiku ke arah yang berlawanan dengannya, aku kembali.

Pertemuan di Boulevard

Saat aku sedang berada di antara halaman-halaman kisah hujan, sebuah kertas terjuntai dari balik buku catatan bercover hitamku.

Kamu akan menuntun dirimu sendiri padaku dan itu bukan urusan hujan, jadi keluarlah sekarang!

Kertas itu ku genggam. Aku berlari menuruni tangga, dan keluar dari perpustakaan. Dan… aku melihatmu lagi. Bukan di tempat parkiran, tapi di jalanan yang hujan itu, kamu sedang melangkah di tengah Boulevard, aku segera mengejarmu. Namun setelah aku sampai tepat di belakangmu, aku berhenti. Aku tak berani menyapamu. Diam dan hanya ada suara detak jantungku yang seirama dengan rintik hujan.

“Jadi, kamu yang selama ini selalu mengejarku dalam hujan? Diam namun hatimu penuh pertanyaan.” Kamu berkata demikian, namun tidak menoleh, tubuhmu masih menghadap ke depan. Menyadari bahwa aku berjalan di belakangmu padahal langkahku tak berbunyi.

Aku diam, menunduk. Tik-tik hanya suara hujan.

“Masih tidak berani menatapku?” Ucapmu sambil menghela nafas, lalu kamu menghentikan langkah dan berbalik menatapku, “Aku sudah mengenalmu dan kamu juga sudah mengenalku. Bukankah kamu tahu siapa hujan itu? Hujan adalah aku. Dan kamu mendapatkannya”. Aku tidak bisa berkata, detak jantungku menghalangi suaraku. Namun kini aku tahu bahwa permasalahanku pada hujan telah selesai.

Kau menggenggam tanganku dan membawaku berjalan bersamamu, hujan-hujanan. Kita mengelilingi Boulevard dua kali lalu melaju ke arah lain. Dan di jalan raya itu, aku melihat lagi masa-masa yang telah lalu.

Masa-masa di mana saat aku melihati jari-jemarimu di podium dengan berdebar, kamu juga ternyata menatapku dengan berdebar. Saat-saat di mana aku mencuri fotomu di album kenangan, kamu juga ternyata mencuri fotoku di album lain. Saat kita saling mencuri informasi tentang nama, ruang kelas, buku kesukaan, aktivitas harian. Namun dengan nama yang berbeda, di tempat yang berbeda; Aku menamai kau misteri, kau menamaiku perempuan fiksi.

Kau di kampus, aku di sekolah dasar. Lalu kau di perpustakaan besar, aku di taman baca kecil pojok sekolahan. Kau dengan bendera berlogo ‘bintang dan gerigi’ di jalanan, aku dengan es krim rasa stroberi yang melumuri pipi. Kau dengan payung perjuangan, aku dengan krayon warna-warni kehidupan.

Aku Menamaimu dengan Sebutan Hujan

Lalu setahun belakangan, aku menamai kau dengan sebutan hujan. Sebab sejak tragedi itu, yang menyandera senyummu dan kemampuan berjalan cepatmu, kau terlihat lelah dan sorot matamu bergerimis. Aku membaca; melihat dari kejauhan, bagaimana kau goyah dan hampir runtuh.

Lalu aku berkata “kuatlah”, namun suaraku terlalu lirih. Aku berkata “tak apa kau punya aku”, namun kata itu tak pernah terdengar olehmu. Karena hidupku sendiri terlalu gelap untuk bisa menjangkaumu dalam raga.

Lalu suatu hari kuputuskan untuk mencuri malam dan membuka cadar siang. Meminjam kekuatan dewa hujan untuk menjumpaimu dalam kenyataan. Tak kusangka; seketika langit kunyalakan, semesta kita langsung berciuman. Aku membuka pintu dengan kunci bergambar matahari dan ternyata pemilik pintu itu benar, hatimu. Kau menyambutku dengan hal yang tak terduga; cinta.

Belahan Jiwa Sejak Zaman Azali

Kita berkenalan sebentar, namun seolah kau dan aku sudah kenal lama. Kau dengan cepat memahamiku, aku memahamimu; kau bisa membacaku, aku mampu menyelami kedalaman samudera jiwamu. Aristoteles berkata: Sahabat adalah satu jiwa yang tinggal dalam dua tubuh.

Konon, belahan jiwa sudah ditentukan sejak zaman azali. Belahan jiwa akan memiliki kemiripan ciri. Setelah berpisah, terpencar, di bumi kita saling mencari. Saat bertemu, kita akan langsung mengenalinya, bahwa akulah kampung halamanmu, separuhmu, rumahmu.

Belahan jiwa sejati, kelak, akan bersatu mengabadi di kampung halaman asli.

Alasan Mencintai

Kemarin aku masih mencoba mengartikan cinta, masih dengan kata yang sedikit berlebihan misalnya kata-kata seperti cintanya awan kepada langit, samudera kepada daratan, atau hidup kepada mati.

Namun sekarang, aku telah tahu bahwa cinta lebih hebat dari semua itu.

Aku berjumpa dengannya dan aku bisa mengenalnya. Lalu aku bersama dengannya kemudian saling mengerti. Aku bergenggaman tangan dengannya dan merasakan sebuah kekuatan.

Dan jika dulu tidak ada alasan untuk mencintainya, kini alasan itu ada. Alasanya hanya satu, yaitu: tak ada alasan. Terjadi begitu saja, mengalir seperti air, dan indah sampai aku tak bisa memahaminya. Luar biasa. []

Tags: Belahan jiwacerita pendekCinta SejatihujansahabatSastra
Nikmara

Nikmara

Terkait Posts

Ujung Sajadah
Rekomendasi

Tangis di Ujung Sajadah

16 November 2025
Buku Lebih Putih Dariku
Buku

Buku Lebih Putih Dariku, Potret Perjuangan Tanpa Ujung

1 September 2025
Luka Lelaki
Rekomendasi

Luka Lelaki; Tek Tuku Talake, Saya Beli Talakmu!

10 Agustus 2025
Menjadi Anak Sulung
Sastra

Beruntungnya Menjadi Anak Sulung

27 Juli 2025
Kapan Menikah
Sastra

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

29 Juni 2025
Luka Ibu
Sastra

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder
  • Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan
  • Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama
  • Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia
  • Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID