Mubadalah.id – Setelah isu pendidikan, keragaman fungsional dan infrastruktur mari bergeser sejenak ke dunia permusikan yang inklusif. Berbagai aspek krusial dapat kita usahakan untuk membersamai perjuangan melawan ekslusivitas lingkungan.
Bagi kalian yang suka nonton konser, pernahkah melihat warga konser lainnya yang difabel? Jika pernah melihat, apa sikap kalian? Nge-freeze atau senyum melihat keindahan konser yang inklusif?
Sepertinya hanya segelintir konser musik yang menggunakan JBI. Sementara ini, performa gemilang dari Idgitaf saat konser dibarengi teman-teman JBI. Dia begitu gembira melihat penontonnya berbaur tanpa anarkis dan diskriminatif.
Musik Inklusif, mungkinkah ?
Pertanyaan ini seharusnya terjawab oleh diri kita masing-masing. Kok gitu? menormalisasi sikap yang toleran dan memandang manusia dengan seutuhnya manusia adalah keniscayaan. Tapi di bawah kesadaran kita yang masih menjadi momok diskriminasi ketika menjumpai penyandang disabilitas adalah menganggap diri sendiri sudah normal.
Atau merasa bingung cara beradaptasi? Mari membayangkan di tengah kerumunan konser musik, hadir teman difabel sebagai penonton juga. Dengan adanya teman JBI, infrastuktur dan fasilitas untuk difabel. Kemudian tertawa seru-seruan bareng, interaksi lebih lega, melihat keharmonisan antar manusia dan saling memahami sangat berpotensi menjadikan dunia konser musik itu inklusif.
Sehingga rahmatan lil alaamiin nya Islam itu eksplisit tertuang di dalamnya secara orisinal. Yakni dengan bertebarnya kasih sayang tanpa memandang latar belakang dan ragam manusia.
Masing-masing Punya Peran
Jika ketika mendengarkan musik semua ikut andil menikmatinya. Akan tetapi ada peran lain yang terselip, yakni sebagai musisi yang memiliki kreatifitas dan imajinasi yang luas. Sehingga saya yakin lirik yang mereka produksi, sebagai refleksi keresahan pribadi itu memuat sisi rasa dan kemanusiaan. Maka mempertimbangkan jangkauan audiens agar lebih luas sudah pasti menjadi pertimbangan, termasuk kepada teman difabel.
Sebagai penonton, kekuatan kalian sebagai konsumen musik sangat besar. Dukung acara musik inklusif dengan membeli tiket dan mengajak teman-teman difabel jika memungkinkan. Berikan feedback konstruktif kepada penyelenggara tentang aksesibilitas apa yang sudah baik dan apa yang masih perlu diperbaiki.
Ikuti dan promosikan musisi dari berbagai latar belakang di media sosial. Jika kalian melihat diskriminasi atau ketidakadilan dalam acara musik, jangan diam, tapi suarakan dengan cara yang konstruktif. Pilihan kalian tentang musik apa yang kalian dengar dan acara apa yang kalian hadiri adalah bagian dari advokasi dan dukungan terhadap hak-hak penyandang disabilitas.
Sebagai vendor venue, investasikan dalam fasilitas yang aksesibel bukan sekadar kewajiban moral, tapi juga langkah bisnis yang cerdas. Dengan menyediakan ramp kursi roda, toilet yang aksesibel, area tenang untuk sensory-friendly, sistem loop hearing untuk alat bantu dengar, dan penyesuaian pencahayaan, kalian membuka pasar kepada jutaan orang yang selama ini terabaikan.
Latih staf tentang keberagaman dan cara melayani semua tamu dengan hormat. Mungkin juga audit aksesibilitas secara berkala. Dengarkan masukan dari komunitas penyandang disabilitas mereka adalah ahli terbaik tentang apa yang mereka butuhkan. Ini bukan pengeluaran sia-sia, tapi investasi jangka panjang untuk lingkungan masyarakat yang inklusif.
Sebagai orang tua, dorong dan support anak-anak untuk menghargai keberagaman dalam musik. Jangan batasi mereka dengan stereotip gender atau budaya dalam memilih instrumen.
Ketika Musik Menyatukan Kita
Sadar maupun tidak, banyak penelitian yang menyebutkan mendengarkan musik itu adalah terapi bagi penyandang disabilitas. Musik bisa menjadi sumber normalisasi, remediasi, dan terapi menuju penyembuhan. Terapi musik merupakan komponen penting yang berkontribusi pada kesejahteraaan jangka panjang, terutama bagi penyandang disabilitas.yang menghadapi kondisi kesehatan.
Oleh karena itu, kita tidak perlu menunggu perubahan dari atas. Perubahan bermula dari Langkah kecil yang kita lakukan hari ini. Dunia musik yang inklusif bukan utopia yang mustahil. Ini adalah tujuan yang realistis jika kita semua berkomitmen untuk memperjuangkannya. Musik telah memberikan kita begitu banyak kini saatnya kita memastikan bahwa setiap orang, tanpa terkecuali, bisa merasakan keajaiban yang sama.
Mari kita perjuangkan musik inklusif itu! Musik tidak mengenal batasan, dan kita punya kekuatan untuk melakukan perubahan. []