• Login
  • Register
Sabtu, 14 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Masjid Kubah Biru

Saat kurasa semua tak dapat menjadi penunjuk tepat jalan hidupku, aku ingin bertemu Tuhan. Ketika Tuhan tak jua memanggilku, biarlah aku yang akan mendatangi-Nya

Shella Carissa Shella Carissa
19/12/2021
in Sastra
0
Fatimah binti Maimun

Fatimah binti Maimun

143
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebagai lulusan pesantren, aku bangga bisa bermanfaat di kampungku. Meski hanya mengajar anak-anak mengaji sambil mengajar di madrasah yang gajinya tidak seberapa, namun aku tetap tekadkan diri mengabdi dengan semakin memeriahkan berbagai kegiatan keagamaan seperti hari-hari besar Islam, khataman Al-Qur’an dan pengajian mingguan. Aku semakin bersemangat lagi untuk memberdayakan kampungku saat ditunjuk menjadi ketua panitia pembangunan masjid yang dananya dapat sumbangan dari seorang donatur dermawan dari kabupaten.

Hampir setiap hari tetua dan kiai kampung mengadakan pertemuan dengan mengikut sertakan Pak Wibowo, sang donatur dari kabupaten, juga mengajak aku selaku ketua panitianya plus dekorator pembangunan.

“Saya lebih condong ke kubahnya agar lebih menarik perhatian masyarakat. Saya mengusulkan agar kubah utamanya itu dibangun sangat besar dan berwarna biru. Alasan biru, biru itu lebih netral dan menenangkan mata, maknanya pun baik sekali, seperti kepercayaan, kebijaksanaan, dan kecerdasan.

Selain itu kubah berwarna biru bisa menjadi dobrakan budaya karena, bukankah terlihat unik kubah masjid berwarna biru? Saya menyebutnya Masjid Kubah Biru,” usulku dipertemuan itu. Tanpa pikir panjang, setelah kujelaskan konsep pembangunan, semua yang terlibat langsung setuju. Pak Wibowo langsung menandatangani kontrak donasi pembangunan yang disaksikan oleh para Kiai dan ketua RT.

Sering kulihat Pak Wibowo membawa seorang perempuan yang kutaksir usianya sepantar denganku. Gadis manis dengan kerudung pashmina yang ia sampirkan begitu saja di kepalanya itu terlihat sangat anggun dengan perhiasan dan pakaian mahal yang ia kenakan. Kupikir dia anaknya, namun dari bisik-bisik orang ternyata dia adalah istri Pak Wibowo. Jika boleh berkomentar sedikit, usia Pak Wibowo dan istrinya terlampau sangat jauh.

Baca Juga:

Kelompok Waifuna: Perempuan-perempuan Penjaga Laut Raja Ampat, Papua Barat

Benarkah Ruang Domestik Menjadi Ruang Khusus Bagi Perempuan?

Perempuan yang Terlupakan di Balik Ritual Agung Haji

Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan

Kufokuskan lagi pada dayaku membangun Masjid Kubah Biru. Setelah peletakan batu pertama disertai syukuran besar-besaran, selama seminggu pembangunan berjalan lancar tanpa kendala. Semen, batu bata, paving blok dan cat datang tepat waktu. Donasi dari Pak Wibowo pun lurus-lurus saja. Akhirnya setelah empat bulan menunggu dengan tak sabaran, Masjid Kubah Biru dapat berdiri dengan megahnya.

Masjid yang dibangun tepat di ujung kampung itu memancarkan cahaya lampu sementara yang berpendar indah. Meski belum jadi secara sempurna, aku mencicil dengan melukis kaligrafi permanen di temboknya.

Suatu malam, kira-kira pukul 11, kulihat seorang perempuan memasuki masjid. Dia melepas higheelsnya sampai terlihat kaki jenjangnya kemudian menaiki tangga dan berhenti di lorong pendek menuju kubah biru.

Karena rasa penasaran yang tinggi kuputuskan untuk mengikuti langkahnya. Perhatianku tak kulepaskan dari gerak-geriknya. Ada tujuan apa malam-malam begini seorang gadis masuk masjid dan menaiki tangga yang, arahnya menuju ke lantai tertinggi, letak kubah biru. Keadaan sangat sepi dan tak bisa kulihat dengan jelas wajah gadis itu lantaran keremangan. Dan rupanya dia sama sekali tak merasa diikuti.

Namun tiba-tiba saja napasku tertahan. Kejadian itu cepat sekali. Gadis itu masuk ke dalam kubah dan kejadian selanjutnya sangat menakutkan. Jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Keringat dingin hinggap begitu saja di setiap sudut kulitku. Gadis itu loncat dari ketinggian !!!

Dari atas sini dapat kulihat tubuhnya hancur bersimbah darah. Wajah yang agak rusak itu tampak sedikit rupanya. Dialah istri Pak Wibowo.

☆☆☆

Aku merasa hidupku tak berguna. Aku dulunya adalah seorang santriwati yang terpaksa putus mondok dengan alasan perekonomian keluarga. Disebab hidup terlunta dengan 4 adik yang masih kecil dan pekerjaan orang tua dengan gaji yang sedikit, membuatku terpaksa menerima lamaran seorang duda beranak 3 yang sudah tua dan lebih pantas menjadi ayahku.

Baru kutahu watak asli suamiku, Wibowo, di bulan ke dua pernikahan kami, setelah pertama kali dia menyentuhku, dengan teganya dia menjual aku kepada bapak-bapak hidung belang di hotel berbintang. Sekian lama kutahu bahwa lelaki-lelaki berengsek itu adalah para anggota dewan pejabat. Semua ia lakukan sebagai suap atas karirnya. Dia mengorbankan aku atas hal-hal yang ingin ia raih dalam jabatannya.

Saat itu sungguh aku merasa tak berpijak lagi di bumi. Kejadian itu berulang hingga di tahun ke dua usia pernikahan kami. Tubuhku dijajakan begitu saja seenaknya. Tentunya kedudukan Mas Wibowo pun naik dengan pesat. Tak ada yang tahu kekejian yang dilakukannya padaku. Aku ingin mati saja saat itu. Ingin mengadu pada siapa aku tak tahu. Aku tak tega mengatakan kepada kedua orang tuaku yang sudah hidup sejahtera, dan bahagia dengan uang kiriman dari Mas Wibowo. Selain itu ancamannya untuk menyakiti keluargaku membuatku menciut. Aku tak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintahnya.

Aku merasa hidupku tak berarti lagi. Shalat sudah kutinggalkan sejak lama. Hingga suatu hari, Mas Wibowo mengajakku ke sebuah kampung yang akan membangun masjid. Aku tahu, suamiku itu menyumbang hanya agar orang kampung mau memilihnya saat pemilu dua tahun mendatang nanti. Dia begitu karena mencari dukungan saja dan terkesan menyogok pihak lemah.

Selama hari-hari pembangunan masjid itu, aku sering bertemu dengan seorang lelaki cerdas yang menarik perhatianku. Entah kenapa, semenjak bertemu dia aku jadi tergerak untuk kembali shalat. Semangatnya memberdayakan umat dan desa kelahirannya memotivasiku untuk bertahan. Sering juga kulihat shalatnya yang begitu tenang dan khusyuk. Akhirnya perlahan aku memperbaiki diriku.

Di sepanjang malam aku menangis tiada henti. Meminta ampunan kepada Yang Kuasa atas dosaku. Memohon agak lekas dibebaskan dari penderitaanku. Meski ku tak tahu sebenarnya yang berdosa adalah suamiku atau diriku. Tetapi sebagai perempuan yang dianggap pihak lemah dan terus ditaklukkan, aku benar-benar pasrah kala itu. Juga atas kesucian yang tak lagi berharga, aku sangat memohon belas Kasih-Nya.

Hingga saat pembangunan itu mulai menjulang, dan ketika menyaksikan betapa tinggi serta kokohnya kubah di atas masjid, sepintas sebuah ide gila muncul begitu saja di kepalaku. Aku, yang tak tahu apa tujuan hidupku, makna hidupku, apa peranku sebagai perempuan juga anak sulung dari keluargaku yang miskin, sering bertanya namun tak juga dapat jawaban, memutuskan langsung menanyakannya kepada Tuhan.

Saat kurasa semua tak dapat menjadi penunjuk tepat jalan hidupku, aku ingin bertemu Tuhan. Ketika Tuhan tak jua memanggilku, biarlah aku yang akan mendatangi-Nya. Malam-malam, kulaksanakan ide gilaku itu. Aku menaiki masjid baru hingga kubahnya. Mantap kulangkahkan kaki memasuki kubah, naik ke atasnya, dan melompat dari sana.

Tuhan, aku ingin bersama-Mu saja. []

 

Tags: cerita pendekmasjidperempuanSastra
Shella Carissa

Shella Carissa

Masih menempuh pendidikan Agama di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy dan Sarjana Ma'had Aly Kebon Jambu. Penikmat musik inggris. Menyukai kajian feminis, politik, filsafat dan yang paling utama ngaji nahwu-shorof, terkhusus ngaji al-Qur'an. Heu.

Terkait Posts

Abah dan Azizah

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

8 Juni 2025
Luka Ibu

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

1 Juni 2025
Menjadi Perempuan

Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

25 Mei 2025
Pekerja Rumah Tangga

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

11 Mei 2025
Tidak Ada Cinta

Tidak Ada Cinta bagi Arivia

11 Mei 2025
Tak Ada Cinta

Tidak Ada Cinta Bagi Ali

4 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Anak di Lingkup Keluarga

    Ketika Rumah Tak Lagi Aman, Rumah KitaB Gelar Webinar Serukan Stop Kekerasan Seksual Anak di Lingkup Keluarga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Job Fair, Pengangguran Struktural, dan Nilai Humanisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ayat Al-Qur’an tentang Relasi Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?
  • Bagaimana Mewujudkan Perkawinan yang Kokoh dan Penuh Kasih Sayang?
  • Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara
  • Ayat Al-Qur’an tentang Relasi Suami dan Istri
  • Job Fair, Pengangguran Struktural, dan Nilai Humanisme

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID