Minggu, 16 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat

    Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

    Rahmah el-Yunusiyah

    Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat

    Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

    Rahmah el-Yunusiyah

    Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Menebarkan Islam Indonesia, Mengukuhkan Peran Ulama Perempuan

Ruby Kholifah Ruby Kholifah
22 Desember 2022
in Kolom
0
ulama perempuan

ulama perempuan

19
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Hubbul Wathon minal Iman Wala Takun minal Hirman Inhadlu Ahlal Wathon….(Pusaka hati wahai tanah airku Cintamu dalam imanku Jangan halangkan nasibmu. Bangkitlah, hai bangsaku!..) Sepenggal syair ini diambil dari salah satu Mars NU berjudul Syubbanul Wathon (Cinta Tanah Air) karya Abdul Wahab Hasbullah ini berkumandang di House of Lords, London, saat Faqihuddin Abdulqodir, salah satu delegasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) memperkenalkan tradisi Pesantren pada forum Rising Women Ulama, pada tanggal 15 Maret 2018.

Syair berbahasa arab dengan hentakan nada patriotik itu menggema dalam ruang berbalut kayu dengan ukiran klasik ala Eropa yang menawan. Suara berat Faqih dalam nada sedikit datar menembus dinding berkarpet hijau dengan motif kerajaan yang indah. Sejumlah ornamen lukisan anggota parlemen dalam balutan pakaian kerajaan Inggris yang khas, seolah bangkit kembali dalam sikap patriotik bela negara. Hening…Kulihat para peserta tersenyum tipis dan retina mereka membesar karena kagum, saat mendengar makna dari lagu tersebut.

Belum sempat peserta menurunkan tensi kekagumannya, Faqihudin menyambungnya dengan lantunan Shalawat Mussawah yang mempromosikan kesetaraan pada perempuan dan laki-laki. Berikut cuplikan baitnya;

Huwa khalaqahumaa min nafsiw wahidah Innahuu lan nash-had hayaatan thoyyibah- Illa bi juhdinaa rijaalaw wan-nisaa Innahu lan na’ish hayaatan ‘aadilah- Illa bi ‘adlinaa rijaalaw wan-nisaa

(Allah telah menciptakan keduanya, laki-laki dan perempuan dari diri yang satu dan sama. Sungguh, kita tidak akan pernah bisa menyaksikan kehidupan sejahtera, tanpa kerja keras kita semua, laki-laki dan perempuan. Sungguh, kita tidak akan pernah bisa merasaka keadilan dalam hidup, jika tanpa keadilan untuk kita semua, laki-laki dan perempuan..)

Ada sekitar 40 orang dari berbagai latar belakang akademisi, NGO, filantropi, parlemen, duduk melingkar mengikuti desain meja rapat, sehingga kesan setara begitu kuat, karena tidak ada kesan pembeda antara nara sumber dan peserta. Dilengkapi dengan karpet bermotif kerajaan dominasi warna kuning, merah, biru dan hijau  menciptakan kehangatan melawan suhu 11 derajat yang sedang menyelimuti London saat itu.

Kami, Prof. Azyumardi Azra, Kamala Chandrakirana, Badriyah Fayumi, Faqihuddin Abdul Kodir dan Ruby Kholifah, mendapatkan undangan spesial dari Prof. Mike Hardy, Executive Director, Centre for Trust, Peace and Social Relations, Coventry University. Forum kami ini dinamai Rising Women Ulama, bagian dari Global Rising Forum yang setiap tahun menyelenggarakan sejumlah event internasional dan menghadirkan orang-orang inspiratif.

Seperti judulnya “Rising Women Ulama”, forum ini memang eksklusif berbicara tentang keulamaan perempuan Indonesia dan KUPI dari sudut pandang personal pada pembicara. Karena pembicara utama dari tim KUPI, maka kami harus membuat presentasi kami mengalir seperti cerita. Tidak tumpang tindih. Padat dan berisi. Disinilah kami dituntut untuk bersikap rendah hati dan memfokuskan pada bagian skenario masing-masing. Tidak gampang bagi saya pribadi melakukan itu, mungkin juga bagi yang lain, karena godaan untuk menceritakan kerja-kerja lembaga begitu kuat. Tapi tidak kali ini. Porsi kerja-kerja lembaga cukup sepertiga dari isi presentasi kami. Sisanya adalah cerita personal kami  dengan KUPI, konteks kekinian Indonesia, Islam Indonesia dan cerita perubahan pasca KUPI.

Menjadi pembicara pertama tidak mudah. Meskipun ini bukan pertama kali presentasi di audien internasional, perasaan deg-degan masih ada. Dengan jatah 10 menit presentasi, saya benar-benar mengandalkan pada teks yang sudah dipersiapkan pada hari sebelumnya. Tugas saya adalah memberikan gambaran utuh tentang kondisi Indonesia dengan menekankan pada pencapaian gemilang pasca reformasi, khususnya pada kerja-kerja kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, tapi juga menjelaskan tantangan intoleransi yang sedang dihadapi oleh Indonesia. Dan pada bagian akhir, saya menjelaskan tentang upaya AMAN Indonesia membangun ketahanan komunitas melalui peran perempuan interfaith. Presentasi dikunci dengan keterlibatan AMAN Indonesia dalam mendorong gerakan KUPI dan membangun jembatan ke dunia internasional.

Berlatar-belakang santri dan studi Islam dari Syiria dan Malaysia, Faqihudin menekankan presentasinya pada pesantren yang meliputi kurikulum pesantren, sepak terjang pesantren dalam memproduksi wacana Islam dan kesetaraan gender, demokrasi dan kebangsaan. Kelahiran KUPI sarat dengan dinamika pesantren, disatu sisi menawarkan ruang demokrasi, di sisi lain menghadapi tantangan budaya patriaki yang kuat. KUPI dan pesantren tidak bisa dipisahkan. Melengkapi dua presentasi sebelumnya, Badriyah selaku pengasuh Pesantren Mahasina dan sekaligus ketua streering committee KUPI, memberikan penekanan pada isu keulamaan perempuan di Indonesia yang secara budaya dan sejarah mendapatkan tempat yang sama dengan ulama laki-laki. Mbak Bad, begitu panggilan akrabnya, merasa bahwa KUPI sebagai oasis dan jawaban akan frustasi dominasi ulama laki-laki pada otoritas teks keislaman dan juga fatwa yang cenderung merugikan perempuan.

Mengikat tiga presentasi sebelumnya, Kamala Chandrakirana, aktifis perempuan yang aktif di dunia internasional, menemukan surga baru dalam kebersamaannya dengan KUPI, karena pandangan keagamaan (fatwa) yang dilahirkan oleh kongress April lalu bukan saja memberikan perlindungan pada perempuan, tapi juga menyuguhkan kedalaman khasanah dialetika pemikiran Islam yang mendalam melalui proses perumusan metodologinya. Berikut saya cuplikkan presentasinya:

“….Through the national congress, Indonesian women ulama created a unique and unprecedented space for the production of religious opinions (fatwa), one based on deep conversations with women victims of violence and with their advocates in civil society, such as myself. For those of us whose efforts to attain equality and dignity for women have too often been dismissed as inconsistent with our religion, we found new haven among the women ulama who hold the conviction is that religious scripture must be interpreted in dialogue with the lived realities of women. “

KUPI memang fenomenal. Bukan saja karena fatwa yang dihasilkannya dari memblender suara korban perempuan, hukum positif nasional dan internasional, juga hukum Islam, tetapi juga sebagai wadah empowerment buat para ulama perempuan itu sendiri untuk secara kolektif. Dalam tanggapannya, Prof. Azyumardi Azra menunjukkan optimismenya bahwa Islam Indonesia bisa menjadi tauladan dunia muslim karena bangunan pondasi sejarah yang kuat untuk memberikan ruang berkarya ulama perempuan Indonesia.

Saya sepakat dengan Prof Azra, karena jika dibandingkan dengan komunitas muslim di belahan dunia yang lain, dimana ruang ekspresi perempuan sangat kecil karena tafsir agama yang sempit serta peran para ulama (laki-laki) yang tidak mendukung kerja-kerja pemberdayaan perempuan. Professor Nishi Mitra vom Berg, Professor and Chair of the Advanced Centre for Women’s Studies, at the Tata Institute of Social Sciences, Mumbai, India, mengamini dengan menyuguhkan masih kuatnya pikiran ortodox berkembang di komunitas muslim India, dimana saat ini perempuan muslim India masih mengalami diskriminasi sebagai perempuan, muslim dan minoritas. Data Sensus 2011, populasi Muslim di India sekitar 71 juta, 60% perempuan yang banyak menikah di usia dibawah 18 tahun dan 50% perempuan muslim buta huruf. Prof. Nishi juga menambahkan bahwa perceraian terjadi hanya dengan pihak suami mengatakan “talak” tiga kali tanpa harus pergi ke pengadilan agama.

Sebagai seorang aktifis perempuan yang mengenyam pengalamanan internasional, Saya semakin yakin bahwa Indonesia memiliki ruang demokrasi yang lebih baik. Ruang ekspresi perempuan muslim di Indonesia lebih luas. Contoh sederhana saja, perempuan Indonesia tidak memiliki halangan untuk beribadah atau sekedar masuk Masjid, sementara di banyak komunitas Muslim dilarang. Tanpa keterbukaan yang kita miliki, saya rasa juga sulit KUPI terjadi dan mendaptkan dukungan luar biasa dari berbagai pihak. Bahkan Kementerian Agama sendiri mendukung penyelenggaraan KUPI sekaligus menutup Kongress KUPI pertama.

Tapi tentu saja berkembangnya fundamentalisme dan radikalisme di masyarakat tidak bisa dianggap remeh. Meningkatnya intoleransi yang ditunjukkan oleh berbagai lembaga survey dan maraknya hatespeech di media sosial, perlu diwaspadai karena berpotensi memecahbelah bangsa kita.

Sayang sekali, forum sudah harus bubar pada pukul 13.00 waktu London. Rombongan KUPI dan para audien digiring ke ruang ramah tamah untuk makan siang sambil melanjutkan obrolan yang sempat terhenti karena ruangan akan digunakan untuk meeting berikutnya. Di acara ramah tamah inilah, kami memilki kesempatan untuk mengelaborasi lebih jauh lagi tentang KUPI dan juga lembaga masing-masing.

Jangan dibayangkan makan siang seperti di Indonesia, dimana nasi dan lauk pauk tersedia lengkap. Tradisi makan siang di London dan kota-kota besar lain di Eropa dan Amerika, adalah makan cepat dan praktis. Nah…acara ramah tamah ini dimeriahkan dengan suguhan makanan koktails  yang lezat berbahan udang, ayam, daging sapi. Bagi yang belum pernah tahu bagaimana bentuk makanan cocktails, bisa digoogle saja. Intinya, makanan ini dibentuk kecil-kecil yang sekali kunyah dan telan. Meskipun bentuknya kecil-kecil, tapi karena berbahan padat sayuran, protein ikan dan daging, serta tepung, tentu saja mengenyangkan kalau mengkonsumsi sampai 20 biji. Saya menikmati model makan siang begini karena lebih fokus pada ngobrol pendalaman dengan berbagai pihak yang tertarik dengan kerja-kerja kita. Tanpa direpotkan dengan beratnya piring.

Dari obrolan saya dengan para tamu, saya mendapatkan kesan bahwa KUPI menjadi harapan baru untuk membuka ruang dialog tentang otoritas keagamaan yang selama ini dikuasai oleh laki-laki. Pengalaman KUPI memberikan peluang bagi para pegiat kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan untuk menciptakan ruang dialog antar negara. Saya optimis bahwa akan ada pergerakan ulama perempuan di belahan dunia lain, jika kerja-kerja KUPI disyiarkan lintas negara.

Kira-kira 1 jam lebih ngobrol dengan para tamu, kamipun kemudian undur pamit dan melanjutkan untuk jalan-jalan mengunjungi spot-spot menarik yang ada di kota London. Ditemani Ibu Dubes, Hana Rizal Sukma (dulu waktu di Indonesia dipanggil Mbak Hana Satrio), pernah kerja di Asia Foundaiton sebagai direktur program, kami menyusuri kota London sambil bernostalgia tentang kerja-kerja pemberdayaan perempuan di Indonesia. Romantisme aktifis critanya. Saya sendiri ini kedua kalianya ditemani oleh Ibu Dubes menikmati London. Keramahan beliau luar biasa. Malamnya, Pak Dubes, Rizal Sukma mengundang semua delegasi untuk makan malam bersama dengan beberapa staf KBRI London. Makan malam keluarga yang luar biasa. Terima kasih Pak Dubes, Ibu Dubes dan kawan-kawan KBRI. Tetap menjaga budaya Indonesia di negeri Lady Diana.

Kalian bisa membaca setiap presentasi yang kami buat pada link ini https://rising.org/rising-women-ulama/ .

 

Tags: Kongres Ulama PerempuanKupiperempuanulama
Ruby Kholifah

Ruby Kholifah

Country Representative The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia

Terkait Posts

Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah
Publik

Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

15 November 2025
Rahmah el-Yunusiyah sudah
Publik

Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

15 November 2025
Rahmah el-Yunusiyah
Publik

Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

14 November 2025
Rahmah el-Yunusiyah
Publik

Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

14 November 2025
Kepemimpinan Perempuan
Keluarga

3 Ayat yang Kerap Dijadikan Dalil Penolakan Kepemimpinan Perempuan

14 November 2025
Perempuan di Politik
Publik

Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?

13 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film CODA (2021): Potret Keluarga Ala Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri
  • Tangis di Ujung Sajadah
  • Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”
  • Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini
  • Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID