Selasa, 14 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

    Rumah Tangga atas

    Teladan Rasulullah Saw: Rumah Tangga Dibangun atas Dasar Saling Berbuat Baik

    Menjaga Lingkungan

    POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

    Akhlak Mulia dalam

    Bakti Suami dan Istri: Akhlak Mulia dalam Relasi Rumah Tangga

    Gugatan Cerai Guru PPPK

    Martabat, Nafkah, dan Gagalnya Sistem yang tak Setara: Mengurai Fenomena Gugatan cerai Guru PPPK

    Merawat Kesehatan Mental

    Merawat Kesehatan Mental Sebagai Amal Kemanusiaan

    Kerukunan Umat Beragama

    Ruang Riung: Belajar Kerukunan Umat Beragama melalui Cerita dari Malaysia

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Memperlakukan Anak Perempuan

    Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

    Akhlak Mulia

    Ketika Akhlak Mulia Menjadi Fondasi Relasi Suami Istri

    Taat dan Berbakti

    Bukan Hanya Istri, Suami Pun Harus Taat dan Berbakti

    berbuat Baik

    Suami dan Istri Harus Saling Berbuat Baik

    Dalam Rumah Tangga

    Menerapkan Prinsip Keadilan Hakiki dalam Rumah Tangga

    Berbuat Baik Kepada Perempuan

    Islam Memerintahkan Laki-Laki untuk Berbuat Baik kepada Perempuan

    Kesehatan Mental

    Rasulullah Pun Pernah Down: Sebuah Ibrah untuk Kesehatan Mental

    Ukuran Kesalehan

    Kesalehan Itu Dimulai dari Rumah

    Keadilan sebagai

    Keluarga sebagai Ruang Pendidikan Keadilan dan Kasih Sayang

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

    Rumah Tangga atas

    Teladan Rasulullah Saw: Rumah Tangga Dibangun atas Dasar Saling Berbuat Baik

    Menjaga Lingkungan

    POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

    Akhlak Mulia dalam

    Bakti Suami dan Istri: Akhlak Mulia dalam Relasi Rumah Tangga

    Gugatan Cerai Guru PPPK

    Martabat, Nafkah, dan Gagalnya Sistem yang tak Setara: Mengurai Fenomena Gugatan cerai Guru PPPK

    Merawat Kesehatan Mental

    Merawat Kesehatan Mental Sebagai Amal Kemanusiaan

    Kerukunan Umat Beragama

    Ruang Riung: Belajar Kerukunan Umat Beragama melalui Cerita dari Malaysia

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Memperlakukan Anak Perempuan

    Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

    Akhlak Mulia

    Ketika Akhlak Mulia Menjadi Fondasi Relasi Suami Istri

    Taat dan Berbakti

    Bukan Hanya Istri, Suami Pun Harus Taat dan Berbakti

    berbuat Baik

    Suami dan Istri Harus Saling Berbuat Baik

    Dalam Rumah Tangga

    Menerapkan Prinsip Keadilan Hakiki dalam Rumah Tangga

    Berbuat Baik Kepada Perempuan

    Islam Memerintahkan Laki-Laki untuk Berbuat Baik kepada Perempuan

    Kesehatan Mental

    Rasulullah Pun Pernah Down: Sebuah Ibrah untuk Kesehatan Mental

    Ukuran Kesalehan

    Kesalehan Itu Dimulai dari Rumah

    Keadilan sebagai

    Keluarga sebagai Ruang Pendidikan Keadilan dan Kasih Sayang

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Meneladani Kisah “Suharti”

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
11 September 2020
in Keluarga, Pernak-pernik
0
Meneladani Kisah “Suharti”
805
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Suharti namanya,lahir di Jombang pada tanggal 31 Desember 1951. Masa kecilnya dihabiskan di desa kecil tak jauh dari pemandian air panas yang masyhur di kota asal NU tersebut. Ia merupakan anak tertua dari delapan bersaudara. Ia tumbuh menjadi perempuan belia yang rupawan, secara tatakrama, paras, agama, dan juga pada tingkat intelektualnya.

Maka tak heran jika banyak yang hendak mempersuntingnya, termasuk kepala desa setempat. Meskipun pada akhirnya ia dinikahkan dengan sang kepala desa, pernikahan tersebut tidak berlangsung lama, ia menjanda dengan menyandang status janda kembang, yakni janda yang belum disentuh oleh sang suami selama pernikahan.

Menyandang status janda di usia 15 tahun tak membuatnya meratapi nasib, atas saran bibi dan ayahnya, ia pergi merantau ke tanah Borneo. Di pulau ini, ia tinggal bersama bibinya dan membantu urusan domestik di rumah bibinya ini.

Sang bibi merupakan salah satu saudagar kala itu, suaminya, H. Syahri ialah pemilik pengeringan getah karet yang masyhur. Usahanya sangat berkembang, sehingga tidak mengherankan jika banyak pegawainya merupakan sanak saudara yang berasal dari tanah Jawa. Termasuk seorang pria yang bernama Mujiono,memiliki kekerabatan dengan H. Syahri membuatnya bekerja di perusahaan ini pula.

Siapa yang dapat menyana, Mujiono dan Suharti memiliki perasaan yang sama, hingga akhirnya mereka memutuskan menikah. Setelah menikah, Suharti diboyong ke rumah besar keluarga sang suami, dan ia tidak lagi bekerja di rumah sang bibi. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama, hingga pada akhirnya mereka memiliki rumah sendiri.

Jika ada pepatah yang berkata bahwa pernikahan adalah pintu berkah, mungkin hal tersebut yang dirasakan oleh Suharti. Ia mendapatkan kemerdekaannya, dengan dukungan sang suami, Suharti menjadi guru Sekolah Dasar perempuan pertama di kampung Siak Durian.

Pada saat itu, sekolah dasar setempat hanya baru memiliki satu guru saja, dan itupun laki-laki. Kehadiran Suharti memberikan warna di dunia pendidikan di sana, pendidikan Keputrian yang ditempuhnya saat di Jombang menjadikan dirinya sebagai sosok guru yang dihormati dan disegani sepanjang hayatnya.

Perjalanan hidupnya tidak berhenti di situ, kendati telah memiliki lima anak, Suharti tetap memiliki tekad untuk belajar, Ia melanjutkan pendidikannya di KPG (Kursus Pendidikan Guru) yang kemudian dikenal dengan SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Menjadi seorang pelajar dengan segala kendala tentu tidaklah mudah, lagi-lagi dengan dukungan suami yang berprofesi sebagai petani karet, Suharti dapat menyelesaikan segala tujuannya.

Sebelum berangkat sekolah, saat fajar belum terbit, suami-istri ini berbagi tugas, semua pekerjaan rumah dan keperluan anak-anak  diselesaikan dengan bersama-sama. Hingga ketika matahari terbit, mereka berdua menuju dermaga yang jaraknya dua KM dari rumah untuk dapat menggunakan jasa Motor Air.

Perjalanan menuju dermaga bisa menghabiskan satu jam waktu perjalanan. Motor air merupakan transportasi umum bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai Kapuas untuk mobilitas sehari-hari mereka, termasuk Suharti, setiap hari ia menggunakan armada ini untuk membantunya sampai di kota Pontianak untuk dapat mengikuti pelajaran di kelas, tentunya dengan menghabiskan waktu dua jam di atas air pada setiap keberangkatan.

Setiap pagi, sang suami dengan tulus mengantarnya dan menunggu hingga istri tercintanya lepas dari pandangannya. Tak sekalipun sang suami meninggalkannya sebelum memastikan sang istri sudah benar-benar naik motor air. Tidak hanya mengantar saja, jika sudah menjelang sore hari, sang suami pun menjemputnya kembali ke dermaga, entah dengan menggunakan sepeda, ataupun sampan. Sampan ini merupakan kendaraan yang digunakan masyarakat sekitar jika air sungai dan air laut sedang pasang, disebabkan jalanan yang terendam air dan sulit untuk dilewati. Sampan ini bahkan dapat diparkir di parit-parit depan rumah.

Suharti, wanita yang berkarakter ini juga dapat lulus dari Diploma satu di Universitas Terbuka dengan mengambil jurusan PGSD. Lagi-lagi sang suami yang memiliki peran besar dibalik proses perkuliahannya ini. Setiap minggunya, dengan ditemani sang suami, Suharti pergi ke kecamatan Sungai Ambawang untuk mengambil modul perkuliahan. Selama karirnya menjadi guru Sekolah Dasar, satu hal yang selalu ia tolak, yakni menjadi Kepala Sekolah.

Kendati demikian, ia tetap berperan di masyarakat sekitarnya. Ia aktif, bahkan menjadi pelopor dan penggerak PKK dan Posyandu di kampungnya. Hal ini juga sebagai upaya untuk pemberdayaan perempuan-perempuan setempat. Hal ini konsisten ia lakukan hingga pada akhirnya, saat usianya 57 tahun, ia kembali keharibaan-Nya tepat di pangkuan sang suami dengan meninggalkan lima anak yang telah berkeluarga.

Kepergiannya tentu menyisakan banyak kesedihan, kenangan, dan kebahagiaan yang tak tergantikan. Namun, jika melihat perkarangan rumahnya, siapapun akan merasakan kehadirannya. Beragam tanaman buah-buahan yang ditanamnya tentunya menyimpan sejuta cerita bagi anak-anaknya. Karena tujuannya menanam aneka pepohonan  itu ialah agar hasilnya dapat dinikmati oleh anak cucunya.

Dan sungguh menjadi kenyataan, semua pohon yang ditanamnya selalu menghasilkan buah-buah yang berhasil panen, dan menjadi buah tangan bagi anak cucunya, bahkan orang lain yang datang ke rumahnya. Demikianlah bagaimana cara Tuhan tetap memberikan kebahagiaan atas nama makhluk yang telah ia ambil nyawanya dari orang-orang yang dikasihinya.

Sembilan tahun sejak kepergiannya, sang suami menyusul dengan tetap menjadikannya sebagai satu-satunya wanita sepanjang hidupnya. Kepergian keduanya menyisakan banyak kisah membahagiakan bagi anak cucunya. Ternak, tumbuh-tumbuhan, rumah, semua menjadi saksi bisu perjuangan keduanya dalam mengarungi biduk rumah tangga bersama.

Kisah sederhana ini mengajarkan banyak hal pada saya, pertama, segala hal itu tidak baik jika dipaksakan, termasuk dalam pernikahan. Pernikahan yang dapat mengantar pada pernikahan yang membahagiakan adalah pernikahan yang didasari atas dasar rela,baik dari individu masing-masing pasangan, maupun keluarganya. Pernikahan yang demikian akan memberikan tanggungjawab kepada masing-masing pasangan termasuk keluarganya untuk dapat bersama menjaga keutuhan keluarga yang dibangun.

Kedua, menciptakan pernikahan yang membahagiakan merupakan tanggungjawab bersama antara pasutri, tidak saja hanya menjadi tanggungjawab suami, namun juga sang istri. Berbagi tugas merupakan hal pokok agar kehidupan rumah tangga sehari-hari dapat berjalan dengan baik.

Hal tersebut akan timbul jika masing-masing pasangan memiliki perasaan yang tulus kepada yang lainnya, tidak selalu menuntut akan dirinya, melainkan bersama-sama memberikan yang terbaik untuk pasangannya. Ketika keduanya saling berusaha membahagiakan pasangannya, maka suka-duka pernikahan pun dapat dilewati bersama.

Tidak ada yang menginginkan perpisahan disebabkan kekurangan yang dimiliki pasangannya, melainkan bersama-sama berikhtiar agar kesempurnaan menjadi milik pasangannya. Ketulusan yang dimiliki individu menikah merupakan fitrah bagi mereka untuk “saling melengkapi.”

Ketiga, perempuan akan berdaya, jika pasangannya dapat mendukung dan mendampinginya. Dalam konteks pernikahan pasutri, tidak sedikit perempuan yang terjebak pada pernikahan yang menjadi jelmaan dari penjara, bahkan laki-laki juga ada yang merasakan hal serupa. Mereka terpaku pada hal-hal monoton untuk menghidupi keluarga tanpa mampu melepaskan belenggu-belenggu yang membatasi perkembangan potensi diri.

Oleh karena itu, memutuskan untuk menikah adalah keputusan pribadi, dan memilih pernikahan yang bagaimana juga merupakan pilihan pribadi yang masing-masing individu dapat tentukan sendiri, entah itu pernikahan layaknya penjara, atau justru pernikahan yang berfungsi menjadi pintu lain untuk berbahagia, bukan sebagai pintu pembatas dan akhir dari segalanya.

Terakhir, perempuan berdaya dan bermanfaat bagi sesama merupakan salah satu ciri manusia yang sempurna ihsannya. Meski ruang yang dimiliki setiap perempuan tentunya berbeda-beda, ada yang memiliki jangkauan dan ruang yang luas, dan adapula yang kecil. Bukan luas-sempit, banyak-sedikit, dan tinggi-rendahnya yang menentukan kualitas kebahagiaan, tapi bagaimana kita memberi arti dengan tulus setiap peran yang sedang kita jalani, entah di masa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang. []

 

Tags: kebahagiaanperkawinansuami istri
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Relasi Suami dan Istri
Keluarga

Menjaga Relasi Suami Istri dengan Perspektif Mubadalah

4 Oktober 2025
Terjebak dalam Kehidupan
Personal

Mengapa Kita Sering Terjebak dalam Kehidupan?

13 September 2025
Pernikahan Sah
Keluarga

Tanpa Pernikahan Sah, Begini Cara Tanggung Jawab pada Anak

13 Agustus 2025
Lebih Baik Nikah Daripada Zina
Rekomendasi

5 Alasan Mengapa Ungkapan “Lebih Baik Nikah daripada Zina” Salah dalam Mental Model Mubadalah

4 Agustus 2025
Perkawinan Sebagai
Hikmah

Pentingnya Melihat Perkawinan sebagai Kontrak Sosial

31 Juli 2025
Perkawinan
Hikmah

Perempuan Berhak Memilih Pasangan dan Mengakhiri Perkawinan

29 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gugatan Cerai Guru PPPK

    Martabat, Nafkah, dan Gagalnya Sistem yang tak Setara: Mengurai Fenomena Gugatan cerai Guru PPPK

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Rasulullah Saw: Rumah Tangga Dibangun atas Dasar Saling Berbuat Baik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Kesehatan Mental Sebagai Amal Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan
  • Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem
  • Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim
  • Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian
  • Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID