Jumat, 14 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Rahmah el-Yunusiyah

    Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

    Rahmah el-Yunusiyah

    Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini

    Rahmah el-Yunusiyah

    Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

    Berdayakan Penyandang Disabilitas

    Akhiri Stigma, Hentikan Bullying, dan Berdayakan Penyandang Disabilitas

    Energi Terbarukan

    Mengapa Energi Terbarukan dari Panel Surya hingga Bobibos Masih Belum Jadi Prioritas Negara?

    Perempuan Adat

    Perempuan Adat di Tengah Krisis Iklim

    Kepemimpinan Perempuan

    3 Ayat yang Kerap Dijadikan Dalil Penolakan Kepemimpinan Perempuan

    Merayakan Hari Ayah

    Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

    Perempuan di Politik

    Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Rahmah el-Yunusiyah

    Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

    Rahmah el-Yunusiyah

    Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini

    Rahmah el-Yunusiyah

    Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

    Berdayakan Penyandang Disabilitas

    Akhiri Stigma, Hentikan Bullying, dan Berdayakan Penyandang Disabilitas

    Energi Terbarukan

    Mengapa Energi Terbarukan dari Panel Surya hingga Bobibos Masih Belum Jadi Prioritas Negara?

    Perempuan Adat

    Perempuan Adat di Tengah Krisis Iklim

    Kepemimpinan Perempuan

    3 Ayat yang Kerap Dijadikan Dalil Penolakan Kepemimpinan Perempuan

    Merayakan Hari Ayah

    Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

    Perempuan di Politik

    Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengenal Islamisme Puritan, dan Jawaisme Puritan

Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang. Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang teguh, dan di sisi lain, tak perlu menganggap rendah budaya etnis, juga tak perlu menganggap etnis tertentu paling unggul. Sebab, bakal terjatuh pada fasisme

Rijal Mumazziq Z. Rijal Mumazziq Z.
25 Januari 2023
in Publik
0
Mengenal Islamisme Puritan, dan Jawaisme Puritan

Kartini Kendeng

270
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saat ini kita, eh saya, dihimpit dua identitas besar. Islamisme Puritan yang selalu mencurigai budaya sebagai sesuatu yang menghalangi kemurnian Islam. Islamisme Puritan ini nyaris menghancurkan basis identitas budaya.

Keris dianggap pangkal kesyirikan, mandi kembang dianggap mistik (padahal fungsinya semacam aromaterapi), dan ritual-ritual budaya dianggap menjurus pada kesyirikan. Curiga melulu. Payahnya, kubu ini juga sering melanjutkan tindakannya dengan vandalisme! Kalaupun tidak, biasanya mereka secara brutal mempertontonkan aksinya. Di-video dan disebarkan dengan bangga.

Aksi bajingan ISIS di Suriah dan Irak, yang merusak patung-patung peninggalan peradaban Mesopotamia di museum, juga memporak-porandakan peninggalan kuno yang masih otentik di Palmyra, juga membom makam Imam an-Nawawi, adalah di antara contoh.

Di Lumajang, kemarin lusa, saat secara ekstravagan seseorang membuang sesaji, juga serpihan dari Puritanisme. Di Malang, beberapa tahun silam makam Karaeng Galesong juga dirusak. Di Makassar, makam Sultan Hasanuddin juga pernah menjadi target perusakan. Di Yogyakarta juga sama.

Makam dirusak demi alasan pemurnian ajaran agama dan karena bisa menjadi sarana kemusyrikan. Jika kuburan dirusak dengan alasan berpotensi membuat orang musyrik karena disangka menyembah kuburan, maka sebaiknya “anunya antum” juga dipotong karena berpotensi zina.

Soal makam kuno, ada dua pendekatan. Pola pertama dianut oleh Pak Hartono Ahmad Jaiz, yang melalui bukunya mengulas makam-makam keramat di Indonesia, dan tuduhan-tuduhan kasar bagi peziarahnya sebagai penyembah kubur (‘Ubbadul Qubur, istilah yang pada mulanya dipakai oleh Ibnu Taimiyah).

Buku “Kuburan-Kuburan Keramat di Nusantara” karya Pak Hartono dan Hamzah Tede menyiratkan pola kritis yang melampaui batas dengan justifikasi mengerikan bagi para peziarah kubur. Tuduhan yang terlampau menggeneralisir.

Pola kedua dianut oleh dua sahabat ini, Mas Yaser Muhammad Arafat dan Mas Lutfi Ghozali Muhammad yang lebih simpatik, rasional, dengan sisi pendekatan arkeologis non-mistis. Bahwa, makam memiliki sejarahnya sendiri, sebagaimana jasad yang dikuburkan di dalamnya.

Setiap corak nisan, inskripsi maupun jenis bebatuan dan corak ukiran, adalah penanda zaman. Corak nisan bukan lahir dari ruang hampa, melainkan ada sentuhan budaya dengan penanda dan tinanda yang khas dan juga berkaitan dengan posisi keagamaan sosok yang dimakamkan di bawahnya.

Setidaknya ini yang saya baca dari karya Mas Yaser, “Nisan Hanyakrakusuman: Batu Keramat dari Pesarean Sultanagungan di Yogyakarta”. Sedangkan Mas Luthfi masih merampungkan karyanya, yang merupakan hasil penjelajahannya atas nisan-nisan kuno yang bertebaran di sekujur Pulau Jawa. Semoga lekas terbit.

Keduanya bagian dari arus besar Sarkub alias Sarjana Kuburan, sebutan unik bagi para penggemar ziarah makam keramat; yang mendekati makam kuno secara estetik-arkeologik. Mengingatkan saya pada buku “Inskripsi Tertua Islam di Indonesia” karya Claude Guillot dan Ludvik Kalus yang memang layak dibaca.

Okey, selain Islamisme Puritan, dalam kurun satu dasawarsa terakhir–di jagat medsos–juga muncul fenomena Jawaisme Puritan. Kubu ini semacam antitesis dari kelompok Muslim Puritan. Sama-sama kaku, keras kepala, saling mencurigai dan xenopobhia.

Kubu terakhir ini selalu curiga terhadap apapun yang berbau Islam dan Arab. Di beberapa grup FB dan linimasa medsos, dalam seminggu ini, beredar sebuah ungkapan sengak. Pertama, penolakan terhadap unsur “menutup aurat” dalam pakem sendratari dan pakaian Jawa. Kedua, ungkapan curiga adanya Arabisasi yang ditandai dengan penggunaan aksara Arab-Jawi di bawah aksara Latin, di beberapa papan penanda jalan dan perkantoran  kawasan sub suku Melayu di Indonesia.

Padahal, aksara Arab-Jawi telah digunakan sebagai bagian dari pola komunikasi diplomatik dan lingua franca ilmu pengetahuan di antara kesultanan di Indonesia, selain aksara daerah-lokal dan Latin yang masuk seiring dengan penjajahan bangsa Eropa.

Dan, sebagaimana aksara Bali yang dimunculkan di bawah tulisan Latin di ruang publik di Provinsi Bali, aksara Lontara di titik-titik fasilitas umum di Sulawesi Selatan, aksara Jawa (Honocoroko) di Yogyakarta dan Solo, aksara Sunda di wilayah Jawa Barat, maka sah-sah saja jika kawasan Melayu dan Banjar juga memakai aksara Arab-Jawi dalam penulisan petunjuk di ruang publik, berdampingan dengan alfabet Latin.

Sebab, ini juga bagian dari penyerapan budaya Nusantara. Dan, tentu saja, Nusantara bukan Jawa-sentris. Ini harus dipahami. Sebab, budaya sifatnya dinamis. Saling menyerap dan memanfaatkan, baik secara etik maupun estetik. Sebagaimana diam-diam maupun secara norak, sadar atau tidak, Eropa-sentris juga mengakar dalam penampilan, pola komunikasi dan pola pikir keseharian manusia Indonesia.

Fenomena ini harus didudukkan dengan cara pandang yang komprehuensiiip (meminjam istilah pelawak Timbul Srimulat). Sebab, bagi kubu terakhir ini, Jawa(isme) adalah adiluhung, luhur, berperadaban tinggi, lemah lembut, anti-kekerasan. Lantas dinarasikan dan diperbandingkan dengan Arabisme yang brutal, berdarah-darah, dan citra negatif lain.

Apalagi, dalam dua hari terakhir, ada cuitan dari seorang keturunan Arab yang menyebut penduduk asli Nusantara (definisi “asli” ini juga perlu didiskusikan) sebagai babi (!) dan memaki-maki dengan menggunakan bahasa yang kasar. Semakin ngeri lah kecurigaan terhadap “Arabisasi” ini, dan alergi terhadap “Arab”.

Benarkah demikian? Yang sini berperadaban, yang sana brutal. Nggak juga. Kalau hanya klaim berdasarkan etnisitas dan ras, masing-masing punya jejak berdarah dalam sejarahnya. Apakah Jawa anti kekerasan, lemah lembut dan berbeda dengan Arab yang dikesankan brutal? Ya nggak juga.

Sejarah Jawa juga berdarah-darah. Intrik politik juga brutal. Anehnya, kubu Jawaisme Puritan ini pandangannya selalu tertuju pada Arab-Islam (yang juga punya sejarah kelam), dan tidak menoleh pada Eropa (Katolik/Protestan) yang dalam kurun beberapa abad terakhir tak kalah banyak menumpahkan darah di negeri jajahannya.

Terus piye cak? Harus obyektif. Itu saja. Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang. Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang teguh, dan di sisi lain, tak perlu menganggap rendah budaya etnis, juga tak perlu menganggap etnis tertentu paling unggul. Sebab, bakal terjatuh pada fasisme. []

Tags: islamJawaNusantaraperadabanPuritan
Rijal Mumazziq Z.

Rijal Mumazziq Z.

Rektor Institut Agama Islam Al Falah Assuniyyah Kencong Jember Jawa Timur

Terkait Posts

Penyusuan Anak
Keluarga

Konsep Penyusuan Anak dalam Islam

11 November 2025
Disabilitas
Publik

Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

6 November 2025
Perempuan Haid yang
Keluarga

Saatnya Umat Islam Mengakhiri Stigma terhadap Perempuan Haid

5 November 2025
Perempuan Haid bukan
Keluarga

Islam Memuliakan Perempuan Haid, Bukan Mengasingkannya

4 November 2025
Haid dalam
Keluarga

Islam Menghapus Stigma Haid Perempuan: Dari Mata Iblis ke Martabat Kemanusiaan

4 November 2025
Haidh
Keluarga

Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

3 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Energi Terbarukan

    Mengapa Energi Terbarukan dari Panel Surya hingga Bobibos Masih Belum Jadi Prioritas Negara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Adat di Tengah Krisis Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Ayat yang Kerap Dijadikan Dalil Penolakan Kepemimpinan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Akhiri Stigma, Hentikan Bullying, dan Berdayakan Penyandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan
  • Teruslah Bodoh Jangan Pintar: Antara Cacat Moral dan Disabilitas Fisik
  • Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini
  • Film Pangku: Kasih Ibu yang Tak Pernah Sirna
  • Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID