Jumat, 19 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Korban Bencana

    Ketika Korban Bencana Terpaksa Menjadi Pahlawan

    Kepemimpinan Perempuan

    Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

    Gerakan Ayah Ambil Rapor

    Pro Kontra: Gerakan Ayah Ambil Rapor, Solusi atau Retorika?

    Pesantren Miftahul Falah Awihideung

    Pesantren Miftahul Falah Awihideung Kembangkan Pendidikan Ekologi dan Kemandirian Pangan

    Keulamaan Perempuan yang

    Keulamaan Perempuan Telah Hadir Sejak Awal Abad ke-20

    Pengesahan KUHAP

    Pengesahan KUHAP Tanda Negara Tidak Berpihak pada Penyandang Disabilitas

    Kepemimpinan Perempuan

    Kepemimpinan Perempuan Mengakar dalam Sejarah Indonesia

    Fikih Disabilitas

    Fikih Disabilitas: Kajian Wudu bagi Orang Tanpa Tangan atau Kaki

    Poligini

    Ketika Isu Poligini Masih Sulit Disuarakan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Korban Bencana

    Ketika Korban Bencana Terpaksa Menjadi Pahlawan

    Kepemimpinan Perempuan

    Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

    Gerakan Ayah Ambil Rapor

    Pro Kontra: Gerakan Ayah Ambil Rapor, Solusi atau Retorika?

    Pesantren Miftahul Falah Awihideung

    Pesantren Miftahul Falah Awihideung Kembangkan Pendidikan Ekologi dan Kemandirian Pangan

    Keulamaan Perempuan yang

    Keulamaan Perempuan Telah Hadir Sejak Awal Abad ke-20

    Pengesahan KUHAP

    Pengesahan KUHAP Tanda Negara Tidak Berpihak pada Penyandang Disabilitas

    Kepemimpinan Perempuan

    Kepemimpinan Perempuan Mengakar dalam Sejarah Indonesia

    Fikih Disabilitas

    Fikih Disabilitas: Kajian Wudu bagi Orang Tanpa Tangan atau Kaki

    Poligini

    Ketika Isu Poligini Masih Sulit Disuarakan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengenal Islamisme Puritan, dan Jawaisme Puritan

Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang. Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang teguh, dan di sisi lain, tak perlu menganggap rendah budaya etnis, juga tak perlu menganggap etnis tertentu paling unggul. Sebab, bakal terjatuh pada fasisme

Rijal Mumazziq Z. Rijal Mumazziq Z.
25 Januari 2023
in Publik
0
Mengenal Islamisme Puritan, dan Jawaisme Puritan

Kartini Kendeng

272
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saat ini kita, eh saya, dihimpit dua identitas besar. Islamisme Puritan yang selalu mencurigai budaya sebagai sesuatu yang menghalangi kemurnian Islam. Islamisme Puritan ini nyaris menghancurkan basis identitas budaya.

Keris dianggap pangkal kesyirikan, mandi kembang dianggap mistik (padahal fungsinya semacam aromaterapi), dan ritual-ritual budaya dianggap menjurus pada kesyirikan. Curiga melulu. Payahnya, kubu ini juga sering melanjutkan tindakannya dengan vandalisme! Kalaupun tidak, biasanya mereka secara brutal mempertontonkan aksinya. Di-video dan disebarkan dengan bangga.

Aksi bajingan ISIS di Suriah dan Irak, yang merusak patung-patung peninggalan peradaban Mesopotamia di museum, juga memporak-porandakan peninggalan kuno yang masih otentik di Palmyra, juga membom makam Imam an-Nawawi, adalah di antara contoh.

Di Lumajang, kemarin lusa, saat secara ekstravagan seseorang membuang sesaji, juga serpihan dari Puritanisme. Di Malang, beberapa tahun silam makam Karaeng Galesong juga dirusak. Di Makassar, makam Sultan Hasanuddin juga pernah menjadi target perusakan. Di Yogyakarta juga sama.

Makam dirusak demi alasan pemurnian ajaran agama dan karena bisa menjadi sarana kemusyrikan. Jika kuburan dirusak dengan alasan berpotensi membuat orang musyrik karena disangka menyembah kuburan, maka sebaiknya “anunya antum” juga dipotong karena berpotensi zina.

Soal makam kuno, ada dua pendekatan. Pola pertama dianut oleh Pak Hartono Ahmad Jaiz, yang melalui bukunya mengulas makam-makam keramat di Indonesia, dan tuduhan-tuduhan kasar bagi peziarahnya sebagai penyembah kubur (‘Ubbadul Qubur, istilah yang pada mulanya dipakai oleh Ibnu Taimiyah).

Buku “Kuburan-Kuburan Keramat di Nusantara” karya Pak Hartono dan Hamzah Tede menyiratkan pola kritis yang melampaui batas dengan justifikasi mengerikan bagi para peziarah kubur. Tuduhan yang terlampau menggeneralisir.

Pola kedua dianut oleh dua sahabat ini, Mas Yaser Muhammad Arafat dan Mas Lutfi Ghozali Muhammad yang lebih simpatik, rasional, dengan sisi pendekatan arkeologis non-mistis. Bahwa, makam memiliki sejarahnya sendiri, sebagaimana jasad yang dikuburkan di dalamnya.

Setiap corak nisan, inskripsi maupun jenis bebatuan dan corak ukiran, adalah penanda zaman. Corak nisan bukan lahir dari ruang hampa, melainkan ada sentuhan budaya dengan penanda dan tinanda yang khas dan juga berkaitan dengan posisi keagamaan sosok yang dimakamkan di bawahnya.

Setidaknya ini yang saya baca dari karya Mas Yaser, “Nisan Hanyakrakusuman: Batu Keramat dari Pesarean Sultanagungan di Yogyakarta”. Sedangkan Mas Luthfi masih merampungkan karyanya, yang merupakan hasil penjelajahannya atas nisan-nisan kuno yang bertebaran di sekujur Pulau Jawa. Semoga lekas terbit.

Keduanya bagian dari arus besar Sarkub alias Sarjana Kuburan, sebutan unik bagi para penggemar ziarah makam keramat; yang mendekati makam kuno secara estetik-arkeologik. Mengingatkan saya pada buku “Inskripsi Tertua Islam di Indonesia” karya Claude Guillot dan Ludvik Kalus yang memang layak dibaca.

Okey, selain Islamisme Puritan, dalam kurun satu dasawarsa terakhir–di jagat medsos–juga muncul fenomena Jawaisme Puritan. Kubu ini semacam antitesis dari kelompok Muslim Puritan. Sama-sama kaku, keras kepala, saling mencurigai dan xenopobhia.

Kubu terakhir ini selalu curiga terhadap apapun yang berbau Islam dan Arab. Di beberapa grup FB dan linimasa medsos, dalam seminggu ini, beredar sebuah ungkapan sengak. Pertama, penolakan terhadap unsur “menutup aurat” dalam pakem sendratari dan pakaian Jawa. Kedua, ungkapan curiga adanya Arabisasi yang ditandai dengan penggunaan aksara Arab-Jawi di bawah aksara Latin, di beberapa papan penanda jalan dan perkantoran  kawasan sub suku Melayu di Indonesia.

Padahal, aksara Arab-Jawi telah digunakan sebagai bagian dari pola komunikasi diplomatik dan lingua franca ilmu pengetahuan di antara kesultanan di Indonesia, selain aksara daerah-lokal dan Latin yang masuk seiring dengan penjajahan bangsa Eropa.

Dan, sebagaimana aksara Bali yang dimunculkan di bawah tulisan Latin di ruang publik di Provinsi Bali, aksara Lontara di titik-titik fasilitas umum di Sulawesi Selatan, aksara Jawa (Honocoroko) di Yogyakarta dan Solo, aksara Sunda di wilayah Jawa Barat, maka sah-sah saja jika kawasan Melayu dan Banjar juga memakai aksara Arab-Jawi dalam penulisan petunjuk di ruang publik, berdampingan dengan alfabet Latin.

Sebab, ini juga bagian dari penyerapan budaya Nusantara. Dan, tentu saja, Nusantara bukan Jawa-sentris. Ini harus dipahami. Sebab, budaya sifatnya dinamis. Saling menyerap dan memanfaatkan, baik secara etik maupun estetik. Sebagaimana diam-diam maupun secara norak, sadar atau tidak, Eropa-sentris juga mengakar dalam penampilan, pola komunikasi dan pola pikir keseharian manusia Indonesia.

Fenomena ini harus didudukkan dengan cara pandang yang komprehuensiiip (meminjam istilah pelawak Timbul Srimulat). Sebab, bagi kubu terakhir ini, Jawa(isme) adalah adiluhung, luhur, berperadaban tinggi, lemah lembut, anti-kekerasan. Lantas dinarasikan dan diperbandingkan dengan Arabisme yang brutal, berdarah-darah, dan citra negatif lain.

Apalagi, dalam dua hari terakhir, ada cuitan dari seorang keturunan Arab yang menyebut penduduk asli Nusantara (definisi “asli” ini juga perlu didiskusikan) sebagai babi (!) dan memaki-maki dengan menggunakan bahasa yang kasar. Semakin ngeri lah kecurigaan terhadap “Arabisasi” ini, dan alergi terhadap “Arab”.

Benarkah demikian? Yang sini berperadaban, yang sana brutal. Nggak juga. Kalau hanya klaim berdasarkan etnisitas dan ras, masing-masing punya jejak berdarah dalam sejarahnya. Apakah Jawa anti kekerasan, lemah lembut dan berbeda dengan Arab yang dikesankan brutal? Ya nggak juga.

Sejarah Jawa juga berdarah-darah. Intrik politik juga brutal. Anehnya, kubu Jawaisme Puritan ini pandangannya selalu tertuju pada Arab-Islam (yang juga punya sejarah kelam), dan tidak menoleh pada Eropa (Katolik/Protestan) yang dalam kurun beberapa abad terakhir tak kalah banyak menumpahkan darah di negeri jajahannya.

Terus piye cak? Harus obyektif. Itu saja. Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang. Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang teguh, dan di sisi lain, tak perlu menganggap rendah budaya etnis, juga tak perlu menganggap etnis tertentu paling unggul. Sebab, bakal terjatuh pada fasisme. []

Tags: islamJawaNusantaraperadabanPuritan
Rijal Mumazziq Z.

Rijal Mumazziq Z.

Rektor Institut Agama Islam Al Falah Assuniyyah Kencong Jember Jawa Timur

Terkait Posts

Kepemimpinan Perempuan
Publik

Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

19 Desember 2025
Konservatisme Islam
Publik

Menguatnya Konservatisme Islam Kian Menekan Perempuan

17 Desember 2025
gerakan peradaban
Aktual

Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

16 Desember 2025
Gender KUPI
Aktual

Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

15 Desember 2025
KUPI adalah
Aktual

GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

14 Desember 2025
Halaqah Kubra di UIN
Aktual

KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

12 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pesantren Miftahul Falah Awihideung

    Pesantren Miftahul Falah Awihideung Kembangkan Pendidikan Ekologi dan Kemandirian Pangan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kepemimpinan Perempuan Mengakar dalam Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pro Kontra: Gerakan Ayah Ambil Rapor, Solusi atau Retorika?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prioritas Disabilitas dalam Zakat: Pandangan Fikih Progresif Menjamin Kesejahteraan Kaum Difabel

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keulamaan Perempuan Telah Hadir Sejak Awal Abad ke-20

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Korban Bencana Terpaksa Menjadi Pahlawan
  • Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?
  • Pro Kontra: Gerakan Ayah Ambil Rapor, Solusi atau Retorika?
  • Pesantren Miftahul Falah Awihideung Kembangkan Pendidikan Ekologi dan Kemandirian Pangan
  • Prioritas Disabilitas dalam Zakat: Pandangan Fikih Progresif Menjamin Kesejahteraan Kaum Difabel

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID