• Login
  • Register
Senin, 15 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengenal Islamisme Puritan, dan Jawaisme Puritan

Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang. Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang teguh, dan di sisi lain, tak perlu menganggap rendah budaya etnis, juga tak perlu menganggap etnis tertentu paling unggul. Sebab, bakal terjatuh pada fasisme

Rijal Mumazziq Z. Rijal Mumazziq Z.
15/01/2022
in Publik
0
Kartini Kendeng

Kartini Kendeng

97
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saat ini kita, eh saya, dihimpit dua identitas besar. Islamisme Puritan yang selalu mencurigai budaya sebagai sesuatu yang menghalangi kemurnian Islam. Puritanisme ini nyaris menghancurkan basis identitas budaya.

Keris dianggap pangkal kesyirikan, mandi kembang dianggap mistik (padahal fungsinya semacam aromaterapi), dan ritual-ritual budaya dianggap menjurus pada kesyirikan. Curiga melulu. Payahnya, kubu ini juga sering melanjutkan tindakannya dengan vandalisme! Kalaupun tidak, biasanya mereka secara brutal mempertontonkan aksinya. Di-video dan disebarkan dengan bangga.

Aksi bajingan ISIS di Suriah dan Irak, yang merusak patung-patung peninggalan peradaban Mesopotamia di museum, juga memporak-porandakan peninggalan kuno yang masih otentik di Palmyra, juga membom makam Imam an-Nawawi, adalah di antara contoh.

Di Lumajang, kemarin lusa, saat secara ekstravagan seseorang membuang sesaji, juga serpihan dari Puritanisme. Di Malang, beberapa tahun silam makam Karaeng Galesong juga dirusak. Di Makassar, makam Sultan Hasanuddin juga pernah menjadi target perusakan. Di Yogyakarta juga sama.

Makam dirusak demi alasan pemurnian ajaran agama dan karena bisa menjadi sarana kemusyrikan. Jika kuburan dirusak dengan alasan berpotensi membuat orang musyrik karena disangka menyembah kuburan, maka sebaiknya “anunya antum” juga dipotong karena berpotensi zina.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (1)
  • Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri
  • Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)
  • Fiqh Itu Tidak Statis

Baca Juga:

Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (1)

Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri

Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)

Fiqh Itu Tidak Statis

Soal makam kuno, ada dua pendekatan. Pola pertama dianut oleh Pak Hartono Ahmad Jaiz, yang melalui bukunya mengulas makam-makam keramat di Indonesia, dan tuduhan-tuduhan kasar bagi peziarahnya sebagai penyembah kubur (‘Ubbadul Qubur, istilah yang pada mulanya dipakai oleh Ibnu Taimiyah). Buku “Kuburan-Kuburan Keramat di Nusantara” karya Pak Hartono dan Hamzah Tede menyiratkan pola kritis yang melampaui batas dengan justifikasi mengerikan bagi para peziarah kubur. Tuduhan yang terlampau menggeneralisir.

Pola kedua dianut oleh dua sahabat ini, Mas Yaser Muhammad Arafat dan Mas Lutfi Ghozali Muhammad yang lebih simpatik, rasional, dengan sisi pendekatan arkeologis non-mistis. Bahwa, makam memiliki sejarahnya sendiri, sebagaimana jasad yang dikuburkan di dalamnya.

Setiap corak nisan, inskripsi maupun jenis bebatuan dan corak ukiran, adalah penanda zaman. Corak nisan bukan lahir dari ruang hampa, melainkan ada sentuhan budaya dengan penanda dan tinanda yang khas dan juga berkaitan dengan posisi keagamaan sosok yang dimakamkan di bawahnya.

Setidaknya ini yang saya baca dari karya Mas Yaser, “Nisan Hanyakrakusuman: Batu Keramat dari Pesarean Sultanagungan di Yogyakarta”. Sedangkan Mas Luthfi masih merampungkan karyanya, yang merupakan hasil penjelajahannya atas nisan-nisan kuno yang bertebaran di sekujur Pulau Jawa. Semoga lekas terbit.

Keduanya bagian dari arus besar Sarkub alias Sarjana Kuburan, sebutan unik bagi para penggemar ziarah makam keramat; yang mendekati makam kuno secara estetik-arkeologik. Mengingatkan saya pada buku “Inskripsi Tertua Islam di Indonesia” karya Claude Guillot dan Ludvik Kalus yang memang layak dibaca.

Okey, selain Muslim Puritan, dalam kurun satu dasawarsa terakhir–di jagat medsos–juga muncul fenomena Jawaisme Puritan. Kubu ini semacam antitesis dari kelompok Muslim Puritan. Sama-sama kaku, keras kepala, saling mencurigai dan xenopobhia.

Kubu terakhir ini selalu curiga terhadap apapun yang berbau Islam dan Arab. Di beberapa grup FB dan linimasa medsos, dalam seminggu ini, beredar sebuah ungkapan sengak. Pertama, penolakan terhadap unsur “menutup aurat” dalam pakem sendratari dan pakaian Jawa. Kedua, ungkapan curiga adanya Arabisasi yang ditandai dengan penggunaan aksara Arab-Jawi di bawah aksara Latin, di beberapa papan penanda jalan dan perkantoran  kawasan sub suku Melayu di Indonesia.

Padahal, aksara Arab-Jawi telah digunakan sebagai bagian dari pola komunikasi diplomatik dan lingua franca ilmu pengetahuan di antara kesultanan di Indonesia, selain aksara daerah-lokal dan Latin yang masuk seiring dengan penjajahan bangsa Eropa.

Dan, sebagaimana aksara Bali yang dimunculkan di bawah tulisan Latin di ruang publik di Provinsi Bali, aksara Lontara di titik-titik fasilitas umum di Sulawesi Selatan, aksara Jawa (Honocoroko) di Yogyakarta dan Solo, aksara Sunda di wilayah Jawa Barat, maka sah-sah saja jika kawasan Melayu dan Banjar juga memakai aksara Arab-Jawi dalam penulisan petunjuk di ruang publik, berdampingan dengan alfabet Latin.

Sebab, ini juga bagian dari penyerapan budaya Nusantara. Dan, tentu saja, Nusantara bukan Jawa-sentris. Ini harus dipahami. Sebab, budaya sifatnya dinamis. Saling menyerap dan memanfaatkan, baik secara etik maupun estetik. Sebagaimana diam-diam maupun secara norak, sadar atau tidak, Eropa-sentris juga mengakar dalam penampilan, pola komunikasi dan pola pikir keseharian manusia Indonesia.

Fenomena ini harus didudukkan dengan cara pandang yang komprehuensiiip (meminjam istilah pelawak Timbul Srimulat). Sebab, bagi kubu terakhir ini, Jawa(isme) adalah adiluhung, luhur, berperadaban tinggi, lemah lembut, anti-kekerasan. Lantas dinarasikan dan diperbandingkan dengan Arabisme yang brutal, berdarah-darah, dan citra negatif lain.

Apalagi, dalam dua hari terakhir, ada cuitan dari seorang keturunan Arab yang menyebut penduduk asli Nusantara (definisi “asli” ini juga perlu didiskusikan) sebagai babi (!) dan memaki-maki dengan menggunakan bahasa yang kasar. Semakin ngeri lah kecurigaan terhadap “Arabisasi” ini, dan alergi terhadap “Arab”.

Benarkah demikian? Yang sini berperadaban, yang sana brutal. Nggak juga. Kalau hanya klaim berdasarkan etnisitas dan ras, masing-masing punya jejak berdarah dalam sejarahnya. Apakah Jawa anti kekerasan, lemah lembut dan berbeda dengan Arab yang dikesankan brutal? Ya nggak juga.

Sejarah Jawa juga berdarah-darah. Intrik politik juga brutal. Anehnya, kubu Jawaisme Puritan ini pandangannya selalu tertuju pada Arab-Islam (yang juga punya sejarah kelam), dan tidak menoleh pada Eropa (Katolik/Protestan) yang dalam kurun beberapa abad terakhir tak kalah banyak menumpahkan darah di negeri jajahannya.

Terus piye cak? Harus obyektif. Itu saja. Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang. Pada batas tertentu identitas keislaman dipegang teguh, dan di sisi lain, tak perlu menganggap rendah budaya etnis, juga tak perlu menganggap etnis tertentu paling unggul. Sebab, bakal terjatuh pada fasisme. []

Tags: islamJawaNusantaraperadabanPuritan
Rijal Mumazziq Z.

Rijal Mumazziq Z.

Rektor Institut Agama Islam Al Falah Assuniyyah Kencong Jember Jawa Timur

Terkait Posts

Ketimpangan Gender

Masalah Ketimpangan Gender dalam Dunia Pendidikan

14 Agustus 2022
Kesejahteraan Ibu

RUU KIA, Perdebatan Kesejahteraan Ibu dan Anak Negeri Ini

12 Agustus 2022
Merawat Lingkungan

Merawat Lingkungan dan Menjaga Bangsa Ini Sama Pentingnya

11 Agustus 2022
Dakwah Wali Songo

Keterlibatan Perempuan dalam Kesuksesan Dakwah Wali Songo

9 Agustus 2022
Film Horor

Logika Ekonomi Hantu Perempuan di Balik Film-film Horor Indonesia

9 Agustus 2022
Dunia Kerja

Mengenal Istilah Extend di Dunia Kerja, dan Payung Hukum yang Menaunginya

8 Agustus 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Makna Kemerdekaan

    Makna Kemerdekaan bagi Para Penyintas Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masalah Ketimpangan Gender dalam Dunia Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tegas! Nabi Melarang Menyakiti Warga Non-Muslim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (1)
  • Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri
  • Makna Kemerdekaan bagi Para Penyintas Kesehatan Mental
  • Masalah Ketimpangan Gender dalam Dunia Pendidikan
  • Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist