Mubadalah.id – Tahun kedelapan hijrah, meski Makkah sudah dibebaskan Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya, akan perang masih saja terjadi. Kali ini, di Hunain, sebuah tempat di dekat Thaif.
Pada awalnya, kaum muslimin menderita kekalahan, tetapi akhirnya mereka mendapat kemenangan, bahkan memperoleh harta rampasan perang dalam jumlah besar.
Nabi Muhammad Saw kemudian membagi harta rampasan tersebut kepada orang-orang yang baru masuk Islam. Beliau memberikan sebagian dari rampasan ini guna melunakkan hati mereka.
Setelah itu, dibagikan kepada mereka yang ikut dalam perang. Beberapa orang munafik menentang kebijakan Nabi Saw itu. Mereka mengatakan, “Saya tidak mau mendapat bagian seperti ini.”
Mendengar ucapan tersebut, Nabi marah, “Wah, kalau aku tidak berlaku adil, lalu siapa lagi?” (Baca juga: Mengapa Perempuan Korea Selatan Enggan Menikah dan Memiliki Anak?)
Umar bin Khathab dan Khalid bin Walid juga ikut marah, “Biarkan kami menampar orang ini, wahai Rasulullah.”
Nabi Saw menjawab, Jangan, siapa tahu dia masih shalat.”
Khalid mengatakan, “Berapa banyak orang yang mengaku shalat, tetapi hatinya justru menentang.”
Nabi Saw mengatakan, “Aku tidak telah Allah Swt perintahkan untuk mengamat-amati hati orang dan tidak juga mendapat perintah untuk membelah dada mereka.”
Atau dalam riwayat lain, menyebutkan, “Kita hanya bisa menghukumi perbuatan lahiriah dan tidak yang berdetak dalam hati.” Ini merupakan kata-kata paling jelas untuk mengambil kesimpulan hukum berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti riil. []