• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Nasab Mulia Sayyidah Khadijah binti Khuwailid

Rupanya, Allah subhanahu wa ta’ala telah mempersiapkan Khadijah menjadi perempuan tangguh yang mulia, memuliakan dan dimuliakan

Ahmad Dirgahayu Hidayat Ahmad Dirgahayu Hidayat
09/06/2022
in Hikmah
0
nasab mulia sayyidah khadijah

nasab mulia sayyidah khadijah

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dulu, waktu masih kecil, saat belum mampu mengerti tamtstil (ilustrasi), ibu pernah menasehati, ‘Nak, jika buah pisang adalah lambang keburukan dan buah apel lambang kebaikan, maka kamu harus berusaha berubah dari anak pisang menjadi anak apel sejak sekarang, jika kelak ingin berbuah apel’, jelas ibu singkat, dan saya tidak begitu mengerti. Hanya bisa mengangguk. Saya sampaikan ini nanti terkait dengan nasab mulia Sayyidah Khadijah binti Khuwailid.

Kala itu, saya hanya membayangkan pelajaran mencangkok di bangku SD. Beberapa saat saya sedikit paham. Tapi, semakin dipikir, saya semakin bingung. Mencangkok itu-dalam batin saya dengan bekal ilmu mencangkok anak SD-dari apel menjadi apel, dari mangga menjandi mangga. Tidak bisa disilang. Belum pernah juga mendengar contoh mencangok pohon pisang. Alhasil, itu adalah kebingungan yang saya abaikan.

Namun, setelah belajar lebih jauh, mondok ke tanah Jawa, menyimak pelbagai pengajian dari para kiai di sana, mendapat penjelasan bahwa jangan pernah berpikir baik atau tidaknya keturunan tidak terkait dengan baik dan tidaknya orang tua. Sehingga, tepat kata pepatah kita, ‘Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’, kecuali mungkin pohon kelapa di lereng gunung. Dan, pengecualian inilah barangkali yang dimaksud ibu dalam nasehatnya. Ia ingin anak-anaknya bergelinding jauh dari kepribadian dan laku buruknya.

Ketika ngaji online di kanal Youtube Lingkar Ngaji Lesehan, saya sendiri langsung tertegun kaku saat membaca dengan hikmat biografi Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dalam al-Busyra fi Manaqib Sayyidah Khadijah al-Kubra karya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki. Bab pertama saya dikagetkan dengan nasab sang perempuan tangguh itu dan bagaimana lingkungan keluarga yang membentuk kepribadian luhurnya dan menjelma cahaya Khadijah.

Anugerah Nasab Mulia Sayyidah Khadijah

Dari jalur ayah, nasab mulia sayyidah Khadijah bertemu dengan baginda Nabi di leluhur mereka yang bernama Qushaiy, seorang pria tangguh yang dibekali jiwa kepemimpinan tinggi, sehingga mampu merangkul kabilah-kabilah Suku Quraish kala itu. Ayah Khadijah bernama Khuailid, putra dari Asad yang mana merupakan anak dari Abdul ‘Uzza, yang ayahandanya bernama Qushaiy al-Asadiyah.

Baca Juga:

Di hadapan Ribuan Jamaah Salat Tarawih di Masjid Istiqlal, Nyai Badriyah Jelaskan Peran Perempuan dalam Sejarah Islam

Dunia Sayyidah Khadijah

Membincangkan Sejarah Muslim Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Nusantara

Kitab Iqdulul: Sayyidah Fatimah Teladan Bagi Ibu dan Perempuan

Sedangkan baginda Nabi adalah putra Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushaiy, dan seterusnya. Pendek kata, Qushaiy adalah kakek Sayyidah Khadijah di urutan ketiga, sekaligus kakek keempat dari baginda Nabi.

Adapun nasab mulia Sayyidah Khadijah dari jalur ibunda bernama Fatimah binti Zaidah bin al-Asham bin Lu’ay bin Ghalib. Tak dapat terelakkan, Khadijah lahir dari orang tua yang mulia dan hidup di tengah orang-orang mulia. Dari jalur ayah maupun itu, sama-sama bersambung dengan leluhur baginda Nabi.

Sayyid Muhammad dalam al-Busyra (hal. 9) menulis;

فأكرم بهذا النسب الطاهر الذي هو نسب أشرف الحبائب

Artinya, “Duh, sungguh mulia nasab suci ini, inilah nasab para kinasih termulia.”

Rupanya, Allah subhanahu wa ta’ala telah mempersiapkan Khadijah menjadi perempuan tangguh yang mulia, memuliakan dan dimuliakan. Sejak kecil, cahaya Khadijah sudah dijaga Allah dari segala laku kotor jahiliah. Harga dirinya tak pernah ternodai siapa pun, oleh apa pun, dan karena apa pun. Khadijah adalah perempuan yang bebas dari cela dan hina nista.

Sayyid Muhammad mengatakan;

وصانه من كل أذية وبلية برعايته وعنايته الباهرة

Artinya, “Allah telah menjaga harga diri Khadijah dari setiap cela dan ‘petaka’, kemuliaannya tiada lain berkat penjagaan dan pertolongan Allah yang berkilauan indah.”

Nasab Mulia Sayyidah Khadijah dan Perempuan Penghulu Surga

Perempuan yang sudah dicap sebagai cahaya Khadijah, dan salah satu sayyidatu nisa’il jannah (pemimpin perempuan-perempuan surga) ini, tidak hanya mulia, tapi juga memuliakan sesama. Walau dirinya bukan tergolong penyembah berhala, pembebek takhayul dan khurafat, sebagaimana yang ramai dilakukan kaum jahiliah, namun tak sekalipun pernah mencaci mereka.

Kepribadian supelnya tak luntur walau barang sedikit. Khadijah tetap merangkul siapa saja dengan latar belakang yang berbeda-beda. Justru, melalui bisnisnya, ia mampu merangkul banyak pria pekerja. Mengarahkan mereka ke lahan pekerjaan yang lebih menjanjikan dan terhormat. Sehingga, tak sedikit yang menjauh dari dunia judi dan tipu daya setelah dirangkul bisnis Khadijah.

Karena karakternya yang selalu memuliakan sesama, ia pun dimuliakan di mana-mana. Wajar bila Khadijah menyandang dua gelar tertinggi dalam hidupnya; at-thahirah (perempuan suci) dan al-kubra (perempuan agung). Kata Sayyid Muhammad dalam al-Busyra, ‘Wahiya bidzalika ahaqqu wa ahra’ (Sayyidah Khadijah sangkat pantas menerima dua gelar itu).

Karena nasab mulia Sayyidah Khadijah, ia menjadi perempuan cahaya, cahaya Khadijah yang lahir dari cahaya Fatimah, istri Khuailid. Menjadi Fatimah ataupun Khadijah “hari ini” memang bukan hal mudah, tapi bukan juga mustahil. Sebab, tidak ada kata “terlambat” dan “terlanjur” untuk sesuatu yang baik, yang ada hanya belum berkomitmen untuk memulai kembali.

Menjadi dirinya yang utuh, memang tidak bisa. Sebab, kita hidup di tengah lingkungan, masa depan masyarakat yang berbeda. Namun, dalam kaidah fikih disebut, ‘ma lam yudrak kulluhu, lam yutrak kulluhu’ (jika tak mampu meregup semua, jangan sampai tercecer semua). Semangat para perempuan tangguh. Semoga bermanfaat. []

Tags: Ahlul BaytIstri NbaiManakib KhadijahSayyidah KhadijahSejarah Islam
Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Situbondo, dan pendiri Komunitas Lingkar Ngaji Lesehan (Letih-Semangat Demi Hak Perempuan) di Lombok, NTB.

Terkait Posts

Perempuan Memakai Jilbab

Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?

2 Juni 2025
Jilbab Menurut Ahli Tafsir

Jilbab Menurut Ahli Tafsir

2 Juni 2025
Surah Al-Ankabut Ayat 60

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

28 Mei 2025
Etika Sosial Perempuan 'Iddah

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

28 Mei 2025
Kehidupan

Fondasi Kehidupan Rumah Tangga

27 Mei 2025
Sharing Properti

Sharing Properti: Gagasan yang Berikan Pemihakan Kepada Perempuan

27 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Teknologi Asistif

    Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab Menurut Pandangan Ahli Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis
  • Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?
  • Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar
  • Jilbab Menurut Ahli Tafsir

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID