Mubadalah.id – Pada tanggal 21 Maret 2021 Nawāl al-Sa’dāwī telah berpulang ke sisi-Nya dalam usia 90 tahun. Sang humanis yang sekaligus Sang Feminis Modern-Kontemporer ini telah meninggalkan banyak karya penting, baik fiksi maupun non-fiksi, yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai Bahasa Asing yang tidak kurang dari 12 Bahasa Dunia.
Nawal al-Sa’dawi seorang feminis berkelahiran Mesir ini dikenal sebagai sosok yang kritis, pemberani, dan pantang menyerah. Kritiknya sangat tajam atas fenomena ideologisasi agama, sebab agama telah dijadikan tameng untuk melanggengkan kekuasaan yang tiranik. Dalam banyak karyanya, dia menguliti kebobrokan para penguasa dan pemuka agama di negerinya yang menjadikan agama sebagai justifikasi teologis untuk menindas.
Nawāl al-Sa’dāwī menjelaskan (al-Sa’dāwī, 2000: 49-50; 2009: 9) bahwa dasar pemahaman humanitas agama dia dapatkan sejak usia kecilnya dari nenek dan ayahnya. Keduanya berani berdebat dan melawan ketidakadilan sebab keyakinannya bahwa “Tuhan adalah keadilan yang dapat diketahui dengan akal” dan “Tuhan adalah keadilan, kebebasan, dan persamaan antar manusia, yang dapat diketahui dari lubuk hati kita”. Oleh karena itu, bagi Nawāl al-Sa’dāwī (2000: 51), memperjuangkan keadilan adalah bentuk keimanan itu sendiri.
Sejak usia kecil hingga akhir hayatnya, Nawāl al-Sa’dāwī dikenal sebagai tokoh yang kontroversial. Dalam dinamika perkembangan masyarakat yang semakin ditandai dengan keterbukaan cara berfikir dalam menyerap kemajuan dan ide-ide rasionalitas, grafik pengagum dan follower Nawāl al-Sa’dāwī semakin meningkat drastik dari tahun ke tahun, khususnya dari generasi muda.
Bila kita temukan pandangan yang cenderung menyudutkan dan menghakimi dengan penilaian negatif atas karya dan pemikiran Nawāl al-Sa’dāwī, hal tersebut umumnya disuarakan oleh kelompok Islam fundamentalis-skripturalis atau pihak penguasa yang merasa telah ditelanjangi oleh daya kritis Nawāl al-Sa’dāwī yang mampu mengungkap kebenaran yang tersembunyi.
Berbagai fakta dan kebenaran yang tertutup dan disembunyikan yang kemudian berhasil diungkap oleh Nawāl al-Sa’dāwī itulah yang menyebabkan kemarahan pihak pemerintah atau kelompok ulama di negerinya. Dalam banyak karyanya, Nawāl al-Sa’dāwī membeberkan kebobrokan rezim diktator yang berselubungkan agama. Nawāl al-Sa’dāwī juga mampu membongkar konstruksi patriarkis dalam wacana agama yang berusia ribuan tahun.
Dikarenakan keberanian, ketajaman, dan keteguhan hatinya sehingga tidak pernah mengenal kompromi itulah, maka Nawāl al-Sa’dāwī mengalami bermacam-macam kesulitan hidup. Sejak kecilnya, ia seringkali dimusuhi dan dihukum gurunya. Karya-karyanya dibrendel, dia diasingkan, mengalami pemenjaraan, hingga ancaman pembunuhan atas dirinya yang masuk daftar hitam.
Banyak orang yang keliru dalam memahami Nawāl al-Sa’dāwī sehingga mengecapnya sebagai agen Barat, murtad, dan kafir. Kesimpulan yang seringkali kita lihat dan kita dengar adalah statemen yang mengatakan bahwa “Nawāl al-Sa’dāwī adalah musuh agama”. Diantara penyebab tuduhan negatif atasnya adalah kurangnya pembacaan dan pemahaman yang komprehensif atas pemikiran Nawāl al-Sa’dāwī. Juga, tiadanya pembedaan antara fiksi dan fakta. Sebab, tajamnya kritik Nawāl al-Sa’dāwī terhadap ideologisasi wacana agama seringkali dia suguhkan melalui novel atau cerpen.
Agar kita dapat menangkap dengan baik akan pemikiran seseorang, baik yang tertuang dalam karya fiksi maupun non-fiksi, kita perlu memahami karya-karyanya secara cermat dan komprehensif. Melalui berbagai sumber karya fiksi dan non fiksinya, orasi ilmiahnya, dan juga berbagai tulisannya dalam surat kabar Mesir, ada beberapa pemikiran pokok yang penting untuk dipahami terkait humanitas pemikiran Nawāl al-Sa’dāwī.
Pertama, Nawāl al-Sa’dāwī tidak pernah menolak atau mengkritik agama. Baginya, kepercayaannya atas Tuhan Yang Maha Adil dia yakini sejak usia kecilnya, yang dia dapatkan dari pengalaman hidup dan buku-buku yang dia baca, khususnya buku-buku filsafat Yunani kuno.
Kedua, Keyakinannya yang kuat atas keadilan Tuhan membuatnya memiliki kekuatan untuk selalu melawan dan memperjuangkan ketidakadilan dan penindasan atas sesama manusia dalam bentuk apapun. Ia berani melawan dan selalu memiliki kekuatan untuk melakukannya. Menurutnya, semua penindasan pastilah diakibatkan oleh struktur dan sistem yang dibuat oleh manusia sendiri.
Ketiga, Nawāl al-Sa’dāwī meyakini bahwa misi utama semua agama adalah sama, yaitu pembebasan manusia dari belenggu apapun. Sebab itulah, ia sangat membenci penindasan akibat patriarki, kolonialisme, kapitalisme, atau otoritarianisme rezim politik. Semua manusia berhak atas otonomi dirinya sebagai makhluk yang merdeka dan bermartabat mulia.
Keempat, Sejak usia kecilnya hingga akhir hayatnya, Nawāl al-Sa’dāwī menunjukkan komitmennya yang sangat tinggi dalam memperjuangkan keadilan bagi umat manusia. Kegelisahan, perhelatan. dan pertarungan Nawāl al-Sa’dāwī sejak usia kecilnya dikarenakan adanya diskriminasi bahkan penindasan yang disebabkan jenis kelamin, agama, ras, kebangsaan, jabatan, dan kekayaan.
Kelima, Bila Nawāl al-Sa’dāwī menyatakan bangga pada Islam, maka hal itu berkaitan erat dengan keberadaan Islam yang menekankan pada peran penting “akal” dan juga Islam telah membukakan pintu untuk “ijtihad” dalam menyelesaikan persoalan, mempertemukan teks dan konteks. Dengan ijtihad inilah, maka nilai keislaman akan dapat terus diimplementasikan, sebab teks (nash) itu terbatas, sedang problem sosial tak terbatas. Prinsip-prinsip dasar teks itulah yang penting dijadikan sandaran normativitas dalam berbudaya manusia.
Keenam, Terkait gender Islam, Nawāl al-Sa’dāwī menegaskan bahwa untuk memahami al-Qur’an haruslah didialogkan dengan Injil dan Taurat, sebab ketiganya memiliki hubungan dan keterkaitan. Ketiga Kitab Suci inipun kemudian harus didialogkan dengan Kitab Suci dalam agama lain yang muncul lebih terdahulu. Agama-agama pastilah memiliki keterkaitan. Agama-agama yang muncul terdahulu haruslah dilihat dan dihubungkan dengan budayanya. Budaya dominan yang telah ada sebelum agama-agama tua muncul adalah “budaya patriarki”. Sebab itulah, konstruksi patriarkis muncul dalam wacana agama-agama dunia.
Ketujuh, Nawāl al-Sa’dāwī mengakui bahwa awal kemunculan agama-agama yang dibawa oleh para nabi atau tokoh suci selalu membawa misi utama “pembebasan manusia”. Namun demikian, setelah para nabi atau tokoh suci meninggal, banyak dari ajaran agama dan praktiknya yang kemudian diselewengkan dari ajaran semula. Hal ini diakibatkan banyak faktor, terutama faktor ekonomi dan politik.
Kedelapan, Sangat penting untuk memahami agama sebagai nash atau teks yang tidak tercerai berai, yang saling terpisah antara satu ayat dengan yang lainnya. Ayat-ayat Kitab Suci muncul dalam konteks yang berbeda-beda, dengan asbāb al-nuzūl yang tidak sama, dan juga masyarakat yang berbeda-beda. Maka, ayat-ayat yang terlihat ahumanis atau bias haruslah didialogkan dengan spirit ayat, hubungannya dengan ayat lain, dan dengan pandangan Kitab Suci yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan etika universal.
Kesembilan, Nawāl al-Sa’dāwī meyakini otonomi perempuan dalam Islam. Pertama, al-Qur’an dalam banyak ayat menekankan persamaan laki-laki dan perempuan yang tercipta dari jiwa yang satu atau “Nafs Wāḥidah” dan kebebasan bagi laki-laki dan perempuan dalam memilih peran dan posisi dalam berbudaya “wa al-mu’minūn wa almu’mināt ba’ḍuhum awliyā’u ba’ḍ” (Q.S. al-Tawbah: 71). Beberapa hadis Nabi saw. juga menyatakan bahwa “Laki-laki dan perempuan adalah saudara kandung”, dan “Manusia sama seperti gigi sisir”. Praktik hidup Nabi saw. juga dikagumi oleh Nawāl al-Sa’dāwī, sebab Nabi saw. memberikan otonomi perempuan dalam kehidupan domestik dan publik.
Kita dapat merenungkan kembali pemikiran humanis dan progresif Nawāl al-Sa’dāwī yang bercirikan pembebasan. Pemikiran, teologi, dan tindakan pembebasan yang selalu diperjuangkan olehnya memiliki dasar humanitas yang sejati dan khas. Luasnya bacaan Nawāl al-Sa’dāwī yang multidisipliner menjadikan pemikirannya bercorak holistik dan komprehensif. Sebab itulah, Nawāl al-Sa’dāwī menegaskan kembali pentingnya memahami agama dengan pengayaan sudut pandang dan perspektif. []
Selamat jalan Nawāl al-Sa’dāwī…
Semoga akan selalu mekar
Tunas-tunas penerus perjuangan humanitas sejati
Di bumi manapun mereka bertumbuh dan mengakar
Abadilah engkau dalam dekapan kasih-rahim Ilahi Rabbi
Amin