Mubadalah.id – Salah satu sebab bulan Ramadan menjadi bulan yang penuh dengan kemuliaan adalah karena pada bulan ini Allah menurunkan wahyunya yang pertama. Yakni melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau sedang uzlah di gua hira. Sebagaimana dalam al-Qur’an pada penggalan QS. Al-Baqarah ayat 185
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ
Artinya: Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil)
Terkait waktu kapan wahyu tersebut turun para ulama masih berbeda pendapat. Tetapi pendapat yang masyhur adalah al-Qur’an turun pada 17 Ramadan. Nuzulul Qur’an atau turunnya al-Qur’an tidak semata-mata hanya sebagai petunjuk terhadap manusia, tetapi juga menjadi momen penting bagi nasib umat Islam. Termasuk dalam hal ini adalah nasib perempuan.
Diskriminasi Gender
Sebelum Islam datang, diskriminasi gender sudah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Arab. Di mana perempuan dan laki-laki mendapatkan perlakuan yang berbeda. Laki-laki mereka anggap sebagai makhluk yang superior dan berguna bagi mereka. Sebaliknya, perempuan justru mendapatkan perlakuan yang hina.
Sejak mereka lahir perempuan sudah tidak mereka harapkan kehadirannya. para ibu yang melahirkan anak perempuan hanya memiliki dua pilihan. Pertama, mengubur anak perempuannya secara hidup-hidup. Kedua, membiarkan anak perempuannya tetap hidup tetapi akan mendapat perlakukan secara tidak adil. Nasib perempuan pada masa jahiliyah sangat memprihatinkan. Mereka tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dari segala aspek sosial.
Dari sini dapat kita lihat bahwa secara strata sosial perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Masyarakat jahiliyah juga tidak melihat perempuan sebagai manusia tetapi sebagai barang dagangan yang dapat mereka perjual belikan dan mereka gunakan sesuka hati mereka. Sehingga perempuan tidak memiliki hak untuk dirinya sendiri.
Sebelum menikah hak kuasa perempuan dimiliki oleh ayahnya, setelah menikah dimiliki oleh suaminya. Setelah suaminya meninggal pun perempuan tidak mendapatkan apa-apa.
Bahkan sebagai budak pun perempuan tetap memiliki nasib yang berbeda dengan laki-laki. Budak perempuan adalah seutuhnya milik majikannya, mereka bebas melakukan apapun kepada perempuan, dijual, digauli, dinikahi dan terbuang.
Al-Qur’an Memuliakan Perempuan
Setelah Islam datang, melalui peristiwa Nuzulul Qur’an nasib perempuan berubah secara perlahan. Hal ini terlihat dengan munculnya beberapa ayat yang membela hak-hak perempuan.
Pertama, kebebasan dan hak perempuan setelah ditinggal wafat oleh suaminya pada QS. An-Nisa’ ayat 19
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًاۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرً
Artinya: wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergauilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, bersabahlah karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.
Wahbah az-Zuhaili dalam tafsir Al-Munir menjelaskan ayat ini turun sebab masyarakat jahiliyah memiliki tradisi jika perempuan ditinggal wafat suaminya, maka kerabat suaminya berhak atas istri (janda) tersebut. Artinya dapat dinikahi tanpa memberikan mahar. Adapun jika diberikan mahar, maka janda itu dinikahkan dengan orang lain, tetapi mahar tersebut diserahkan sepenuhnya kepada kerabat suami yang telah wafat.
Kemudian ayat di atas menegaskan bahwa setelah ditinggal wafat suaminya hak perempuan terdapat pada diri sendiri, dia bebas untuk menentukan jalan hidupnya. Baik ingin menikah lagi atau tidak. Jika ingin menikah lagi tentu laki-laki tersebut adalah pilihan perempuan. sehingga dalam hal ini kerabat suami yang telah wafat tidak boleh mengintervensi pilihan hidup perempuan.
Tentang Pembagian Waris
Setelah membahas tentang kebebasan, al-Qur’an juga mengatur hak perempuan dalam pembagian warisan. Hal ini terdapat dalam Qs. an-Nisa’ ayat 7
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَۖ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ اَوْ كَثُرَۗ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا
Artinya: “bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
Ayat ini menjelaskan bahwa baik laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama atas harta kedua orang tuanya. Al-Qur’an juga telah mengatur jumlah yang keduanya dapatkan. Meskipun dengan jumlah yang berbeda sebagaimana dalam QS. An-Nisa ayat 11.
Kedua, kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai manusia dalam QS. An-Nahl 97
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Artinya: siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.
Prof. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjalskan bahwa ayat di atas merupakan sebuah bentuk prinsip keadilan tanpa membedakan seseorang dengan yang lain kecuali atas dasar pengabdiannya. Ayat ini juga merupakan ayat yang menekankan kesetaraan antara pria dan wania.
Bahkan Prof Quraish Shihab menekankan bahwa perempuan pun harus terlibat dalam kegiatan kemanusiaan yang bermanfaat. Yakni baik untuk diri dan keluarganya maupun untuk masyarakat dan bangsanya.
Masa Depan Perempuan
Tiga ayat di atas adalah contoh bahwa Islam, melalui peristiwa Nuzulul Qur’an memang benar-benar memuliakan perempuan. Secara garis besar sebenarnya al-Qur’an masih banyak berbicara tentang hak-hak perempuan seperti menghormati ibu, dan pemberian mahar. Adapun dalam etika rumah tangga, seperti perintah monogami, syarat-syarat poligami,berhubungan seksual dan yang pasti bagaimana memperlakukan perempuan dengan baik.
Kedatangan Islam dan turunnya al-Qur’an dalam peristiwa Nuzulul Qur’an pada akhirnya mengubah nasib perempuan secara signifikan. Dahulu perempuan begitu terhina tetapi Islam datang dengan memuliakannya. Sejak itu, kehidupan perempuan mengalami perkembangan yang sangat baik. Seperti mendapatkan pendidikan dan perlakuan baik secara sosial dan keluarga.
Lebih lanjut lagi masa depan perempuan semakin mencerahkan. Sebagaimana hari ini kita dapat melihat begitu banyak tokoh-tokoh intelektual dan ulama perempuan yang tampil di ruang publik sehingga membuat perempuan lebih diistimewakan. Wallahua’lam. []