Mubadalah.id – Saat memulai menuliskan artikel ini, perasaan saya campur aduk. Ada rasa sedih, pun juga bahagia. Sedih karena badminton tak mampu sumbang medali emas di Olimpiade Paris 2024. Bahagia karena Indonesia, kemarin, dalam kurun kurang dari 24 jam, menyabet dua medali emas sekaligus di ajang multicabang tersebut.
Pada Jumat 9 Agustus dini hari WIB, Rizki Juniansyah, atlet muda di cabang olahraga (cabor) angkat besi, berhasil memberikan kejutan dengan meraih medali emas. Torehan ini menjadi yang kedua setelah Veddriq Leonardo, atlet panjat tebing (sport climbing), lebih dulu menyumbang emas pertama untuk Indonesia di Paris.
Mas Veddriq, di babak final speed putra, berhasil mencatatkan waktu 4,75 detik, lebih cepat 0,02 detik dari atlet asal China, Wu Peng. Di media sosial, video kemenangan Mas Veddriq bertebaran. Saya berulang kali memutar videonya. Ada perasaan haru dan bangga karena Indonesia akhirnya dapat medali emas di Olimpiade tahun ini. Bukan kontribusi dari badminton, melainkan dari cabang olahraga lain.
Atas keberhasilannya di arena panjat tebing, Mas Veddriq, atlet asal Kalimantan itu, membuatnya dijuluki “spider-man” oleh netizen Indonesia. Spider-Man dikenal sebagai karakter fiksi yang jago memanjat dinding, nah seperti itulah gaya Mas Veddriq di arena laga. Ia lihai memanjat, dengan kecepatan yang tentu membuat kita terkesima.
Kisah Spiderwoman
Saya kemudian jadi teringat dengan sesuatu. Nama atlet lain. Masih sama-sama olahragawan panjat tebing yang juga pernah harumkan nama Indonesia di pentas olahraga internasional. Aries Susanti Rahayu, namanya.
Seperti Veddriq, Aries juga pernah berjaya di arena panjat tebing. Saya pernah menyaksikan kehebatannya saat gelaran Asian Games 2018 yang digelar di Indonesia. Kala itu, di nomor speed putri, Aries merengkuh emas setelah mencatatkan waktu 7.61 detik. Ia mengalahkan rekan senegaranya, Puji Lestari, di partai final, yang meraih waktu 7.98 detik. Kisah perjuangan Aries di Asian Games kemudian diangkat menjadi sebuah film berjudul ‘6,9 detik’ yang dirilis September 2019.
Sebelum meraih emas Asian Games, Aries menyandang status juara dunia, setelah menjadi yang terbaik pada Kejuaraan Dunia Panjat Tebing – IFSC World Cup 2018 di Chongqing, China, pada 5 Mei. Itu merupakan salah satu prestasi Aries di kancah dunia. Masih banyak prestasi lain yang ia peroleh dalam karirnya.
Karena kecepatannya mendaki, perempuan asal Grobogan itu mendapat julukan Spiderwoman dari masyarakat Indonesia. Dia pun suka dengan julukan tersebut.
“Terserah orang Indonesia memanggil saya. Namun, saya suka julukan itu karena menunjukkan kebanggaan mereka kepada saya,” ucapnya.
Dalam sejarah olahraga Indonesia, mungkin tak banyak yang mendapatkan julukan Spiderwomen. Julukan ini menjadi bukti bahwa seorang perempuan tidak bisa kita pandang sebelah mata. Melalui kisah Spiderwoman kita jadi tahu, setiap perempuan punya bakat dan kelebihan masing-masing.
Fokus dan Kerja Keras
Gregoria Mariska Tunjung dan Apriyani Rahayu dengan smash-nya, Nurul Akmal dengan kekuatan otot-otot tangannya, Diananda Choirunisa dengan ketitisannya dalam memanah, Triyaningsih dengan kecepatan pada kaki-kakinya, serta Aries Susanti Rahayu dengan kecepatan dan cengkeraman yang kuat di arena memanjat.
Kesuksesan Aries Susanti Rahayu membuat saya, dan mungkin juga orang lain, terpesona. Apalagi melihat fakta bahwa ia ternyata berasal dari keluarga yang tidak kaya raya.
Ia lahir di lingkungan keluarga yang biasa saja. Ia bukan anak pejabat, ia juga bukan anak manja yang setiap hari meminta uang dari orang tuanya. Tapi, Aries berasal dari keluarga petani yang hidup sederhana. Bahkan, ibunya sempat harus meninggalkannya lantaran bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Melansir BBC, Aries lahir di Desa Taruman, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, pada 21 Maret 1995. Sejak SD dia telah aktif di bidang atletik, dan pada kelas 2 SMP dia mulai terjun ke dunia panjat tebing.
Fokus dan kerja keras lah yang mengantarkan Aries mencapai karir terbaiknya di olahraga panjat tebing. Ini bisa kita jadikan pembelajaran bahwa untuk meraih kesuksesan, harus ada usaha, kerja keras, konsisten latihan, dan doa yang mengiringi.
Tak Ada yang Mustahil di Dunia Ini
Selain itu, dalam olahraga panjat tebing, Aries tentu sangat menguasai medan arena laga. Tangan dan kakinya seolah hafal mana poin-poin yang harus ia pegang dan ia injak sebagai tumpuan tubuhnya untuk naik. Begitupun di gelanggang cabang olahraga lain, seorang atlet, selain dituntut mempunyai skill, juga perlu hafal medan saat bertanding.
Aries telah membuktikan bahwa tak ada yang mustahil di dunia ini. Semua bisa dicapai dengan usaha yang konsisten dan pantang menyerah. Kita mungkin hanya melihat kesuksesan seorang Aries Susanti Rahayu, tanpa pernah menyaksikan dan merasakan bagaimana Aries jatuh-bangun mengalami pahitnya kegagalan demi kegagalan, kesakitan demi kesakitan, jerih payah, dan pengorbanan waktu.
Di saat kita mungkin masih terlelap tidur di pagi hari, Aries mungkin sudah melakukan pemanasan. Disaat kita sibuk scroll medsos, Aries mungkin sudah mulai berlatih.
Kesuksesan tidak Hanya Bermodalkan Mimpi
Dari kita mungkin sepakat bahwa kesuksesan tidak dapat kita raih hanya bermodalkan mimpi dan angan-angan. Seperti yang Wayne Huizenga bilang: “Beberapa orang memimpikan kesuksesan, sementara yang lain bangun setiap pagi untuk mewujudkannya.”
Begitulah. Aries Susanti dan juga para atlet lain, khususnya atlet perempuan, telah memberikan pengalaman dan pelajaran bagi kita, bahwa sebuah prestasi hanya bisa diperoleh dengan ketekunan dan kerja keras.
Ada banyak anak-anak di luaran sana yang mungkin ingin menjadi seperti Aries, seperti Gregoria, seperti Triyaningsih dan sebagainya. Kita mungkin hanya bisa berharap semoga kedepan akan muncul atlet, lebih-lebih perempuan, yang bisa kembali membawa Indonesia berada di level tertinggi di dunia.
Kini, kita tak bisa lagi melihat Aries bertanding. Sebab, ia telah pensiun sejak 2021 di usianya yang masih cukup muda, 26 tahun. Tapi ia telah menorehkan berbagai prestasi gemilang yang membuat namanya akan terukir indah di hati warga Indonesia. Selepas pensiun, ia kini mendedikasikan diri sebagai seorang instruktur olahraga di kampung halamannya, di Grobogan, Jawa Tengah.
Aries, Veddriq, dan atlet panjat tebing lainnya telah mempersembahkan yang terbaik untuk Indonesia dalam satu dekade terakhir. Harapannya, tentu saja, cabor yang diketuai Mbak Yenny Wahid ini agar bisa mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.
Bukan hanya modal finansial, tetapi juga kesejahteraan bagi sang atlet ketika sudah pensiun. Pendek kata, harus ada jaminan masa depan yang lebih baik dari pemerintah kepada atlet yang telah mengibarkan sang saka merah putih di panggung internasional. []