• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Padahal Sekolah Mahal, Kok Masih Terjadi Perundungan?

Masyarakat masih ada yang berpikiran bahwa sekolah mahal menjamin segalanya, termasuk bebas dari perundungan

Fatwa Amalia Fatwa Amalia
26/02/2024
in Personal, Rekomendasi
0
Sekolah Mahal

Sekolah Mahal

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya menemukan komentar unik di kolom Instagram yang isinya berita anak artis yang melakukan perundungan kepada temannya di sekolah. Komentarnya seperti ini “Padahal sekolah mahal, kok masih terjadi perundungan?” Saya hanya tertawa dan membalasnya dengan komentar; Emang perundungan itu penyakitnya orang miskin ya?

Ketika berbicara tentang kejahatan dan kriminalitas, seringkali masyarakat miskin menjadi sasaran tuduhan dan stereotip yang tidak adil. Fenomena ini mencerminkan lebih dari sekadar pandangan permukaan, saya bisa menyebutnya akar dari ketidakadilan sosial.

Orang-orang miskin sering kita anggap pemalas dan tidak bertanggung jawab. Bahkan sistem hukum kadang-kadang cenderung memberlakukan hukuman yang lebih berat terhadap orang-orang miskin daripada mereka yang kaya.

Ternyata stereotip ini merambat sampai pada pendidikan. Masyarakat masih ada yang berpikiran bahwa sekolah mahal menjamin segalanya, termasuk bebas dari perundungan. Hal ini jelas muncul karena adanya status sosial dan ekonomi pada pendidikan. Padahal pendidikan terbaik semestinya dapat terakses oleh siapapun tanpa memandang miskin atau kaya.

Kira-kira apakah benar, pelaku perundungan hanya berasal dari latar belakang ekonomi yang rendah? Sepertinya dalam hal ini nasib orang-orang di antara garis kemiskinan terjerat lebih tajam melebihi mata pisau.

Baca Juga:

Multitasking itu Keren? Mitos Melelahkan yang Membebani Ibu Rumah Tangga

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

Kegagapan Sekolah Menerapkan Pendidikan Inklusi

Ada beberapa alasan mengapa anggapan bahwa pelaku perundungan tidak hanya berasal dari masyarakat miskin, karena perundungan bisa terpengaruhi oleh dinamika sosial, psikologis, dan lingkungan. Prilaku ini jelas tidak mengenal batasan sosial atau ekonomi dan bisa terjadi di lingkungan mana saja, baik itu sekolah mahal, sekolah negeri, atau sekolah tinggi sekalipun.

Lingkungan dan nilai-nilai yang keluarga ajarkan juga memainkan peran penting dalam membentuk perilaku seseorang terkait dengan perundungan. Tidak semua keluarga miskin mengajarkan perilaku perundungan kepada anak-anak mereka, begitu juga sebaliknya.

Faktor Penyebab Terjadinya Perundungan

Penyebab perundungan ternyata multi faktor. Anak yang mendapat kekerasan dari orang tua cenderung melakukan hal serupa. Kemudian sekolah yang abai dan tidak menindak pelaku perundungan.  Ada pula fakta bahwa sebagaian besar pelaku perundungan adalah korban perundungan.

Hal ini bisa terjadi karena dia memiliki self estreem dan kepercayaan diri yang rendah. Mereka menjadi pelaku perundungan karena marasa perlu mendapat power dari orang lain agar harga diri dia kembali.,

Ketika berbicara tetang perundungan, jelas banyak yang berpendapat bahwa pola asuh orang tua memiliki dampak besar. Pola asuh yang otoriter, terlalu memanjakan, atau bahkan acuh tak acuh dapat mengarah pada ketidakstabilan emosional dan perilaku yang tidak terkendali pada anak. Namun, apakah ini secara otomatis berarti bahwa orang tua harus dipersalahkan atas perundungan yang terjadi?

Orang tua (artis) yang anaknya melakukan perundungan kepada teman sekolahnya, terkenal baik dan peduli dengan keluarga. Tapi nyatanya perundungan masih terjadi, tentu bukan karena orang tua atau sekolah mahal. Pengaruh lingkungan dan sosial media yang semakin besar menjadi faktor yang perlu kita tandai.

Ketika remaja, anak-anak cengerung memiliki keinginan diterima dalam suatu kelompok. Perundungan bisa terjadi karena anak ingin menunjukkan solideritasnya kepada kelompok. Kemudian tidak jarang tindakan merundung dianggap sebagai hal yang keren dalam lingkungannya. Anak akan mendapat pengakuan bahwa dia hebat karena berhasil merundung anak lain.

Hal selanjutnya adalah hal yang cukup menakutkan. Sebagai guru SD, saya sering menangani kasus perundungan yang penyebabnya adalah pelaku dipaksa untuk melakukan perundungan oleh temannya. Begitu saya telusuri, ternyata pelaku takut jika tidak membully maka dia akan terkucilkan.

Adapun hal yang membuat anak-anak lebih mudah menyakiti orang lain tanpa rasa bersalah adalah anak belum memiliki kemampuan berempati dengan baik. Oleh sebab itu pelaku perundungan sulit merasakan apa yang dirasakan oleh korban.

Selain pengaruh lingkungan, sosial media juga menjadi penyebab derasnya arus kenakalan remaja, salah satunya perundungan.  Lantas apa yang bisa orang tua lakukan?

Tips Pendampingan Anak untuk Meminimalisir Bullying

Pertama, orang tua menjadi role model dengan mengajarkan empati, kasih sayang, dan toleransi kepada anak. Kedua, membantu anak untuk belajar mengelola emosi.

Ketiga, komunikasi dengan sekolah untuk menciptakan lingkungan yang aman, orang tua juga perlu mencarikan lingkungan yang baik untuk anaknya, karena sekolah religius atau sekolah mahal tidak menjamin seluruhnya pasti baik.

Keempat, orang tua tidak boleh kalah dekat dengan teman-teman dan sosial media. Lebih banyak berbincang dan melibatkan anak dalam beragam hal juga penting untuk membangun komunikasi. Orang tua juga perlu membangun kebiasaan mendengar cerita anak dari hal kecil hingga besar.

Selain menjadi teman, orang tua perlu membangun karakter yang dihormati oleh anak sehingga anak mau mendengar dan percaya kepada orang tuanya. Istilahnya jangan cuma OMDO (omong doang).

Pertama, kalau anak mulai bertentangan dengan prinsip keluarga, segera koreksi dan jangan menuggu nanti karena perkembangan anak dan masalah anak sangat kompleks. Kalau ntar-ntar kayaknya bakalan ketumpuk!

Kedua, orang tua harus update ilmu supaya obrolan tetap nyambung. Jika memang kurang mumpuni, bisa cari alternatif lain dengan cara tanya kepada yang lebih mumpuni.

Ketiga, pasrahkan kepada Allah SWT dengan meminta kebaikan selalu melingkupi setiap langkah anak-anak kita.

Delapan tips di atas tentu tidak saklek dan masih sangat perlu kita kembangkan. Susah ya? Iya pake banget. Tapi pasti kita bisa mendampingi anak-anak kita dengan cara terbaik yang kita yakini dan miliki.

Mengutip postingan Mbak Iim Fahima di instagramnya; Di tengah dunia yang keras, tetaplah lembut. Karena anak-anak butuh rumah untuk mereka pulang, merasa aman, dan tenang. Rumah itu adalah orang tuanya sendiri. []

Tags: Lembaga PendidikanperundunganSekolah MahalsiswaStereotip
Fatwa Amalia

Fatwa Amalia

Fatwa Amalia, pengajar juga perempuan seniman asal Gresik Jawa Timur. Karya-karyanya banyak dituangkan dalam komik dan ilustrasi digital dengan fokus isu-isu perempuan dan anak @komikperempuan. Aktif di sosial media instagram: @fatwaamalia_r. Mencintai buku dan anak-anak seperti mencintai Ibu.

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID