• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Tokoh Profil

Pandangan Jamal al-Banna terhadap Ketimpangan Relasi Suami Istri

Jamal al-Banna ingin menjembatani pemahaman ahli fikih klasik, dengan nilai-nilai universal al-Qur’an yang memiliki nilai dasar untuk membebaskan perempuan

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
06/06/2023
in Keluarga
0
Ketimpangan Relasi Suami Istri

Ketimpangan Relasi Suami Istri

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jamal al-Banna atau lebih lengkapnya Ahmad Jamaluddin Abdurrahman al-Banna adalah adik bungsu Hasan al-Banna. Kendati demikian, keduanya memiiki pemikiran yang berbeda. Hal tersebut terbukti dengan karyanya yang berjudul Mas’uliyah Fashlu Daulah Islamiyah. Di sana ia mengkritik Ikhwanul Muslimin yang Hasan al-Banna dirikan.

Pemikir kelahiran 15 Desember 1920 tersebut banyak mengkritisi para fuqaha, yang menurutnya telah membatasi ruang gerak perempuan. Bahkan pada persoalan relasi suami istri. Oleh sebab itulah Jamal al-Banna terkenal sebagai pemikir Islam yang penuh kontroversi

Pemikiran kritisnya ia sampaikan dalam beberapa karya yang fenomenal di negaranya, salah satunya yaitu al-Mar’ah al-Muslimah bayna Tahrir al-Qur’an wa Taqyid al-Fuqaha. Pada karyanya tersebut, Jamal al-Banna ingin menjembatani pemahaman ahli fikih klasik, dengan nilai-nilai universal al-Qur’an yang memiliki nilai dasar untuk membebaskan perempuan.

Jamal menulis karya tersebut sebagai respon terhadap buku, fatwa, bahkan undang-undang yang mendiskriminasikan kaum perempuan dalam berbagai aspek. Salah satunya di dalam lingkungan berkeluarga.

Menurutnya, relasi suami stri hendaknya terbangun atas dasar keadilan  (al-adalah), kesetaraan (al-musawah), kebaikan (al-ma’ruf), rasa cinta dan kasih sayang (al-hubb) serta kesepakatan antara keduanya (ittifaq al-zawjain). Prinsip-prinsip tersebutlah yang melandasi pemikiran Jamal al-Banna.

Sementara itu, prinsip-prinsip tersebut merespon beberapa isu kekeluargaan seperti ketidakmutlakan kepemimpinan suami, ketidakabsahan perceraian secara sepihak, dan ketidakwenangan suami memukul istri. Lalu seruan hak istri untuk bekerja, anjuran untuk membuat perjanjian nikah, serta cinta kasih yang tidak hanya terpendam dalam hati dan perasaan.

Baca Juga:

Bagaimana Jika Ternyata Kita adalah Orang Tua Durhaka?

Mubadalah: Solusi Relasi Keluarga dalam Menghadapi Tantangan Pilkada 2024

Keadilan Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Mata H. Agus Salim

Biografi Jamal Al-Banna dan Gagasan Fiqh Baru

Ketidakmutlakan kepemimpinan suami

Menurut Jamal, relasi suami istri yang berkembang saat ini cenderung masih timpang dan jauh dari kata setara. Laki-laki (suami) seringkali diposisikan sebagai pemimpin yang berhak mengatur semuanya dan berkuasa atas perempuan (istri). Menurutnya, suami istri hendaknya saling melengkapi satu sama lain dan tidk mengunggulkan satu dari yang lain.

Perempuan maupun laki-laki harus saling menaati satu sama lain pada ajakan yang masih satu nafas dengan kesetaraan dan kepatuhan, bukan ketaatan buta yang menuntut totalitas pengabdian dan kepatuhan yang tanpa memperdulikan sisi kemanusiaannya.

Baginya, bukan masalah siapa yang lebih berhak memimpin keluarga tetapi jika segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan rumah tangga, hendaklah diputuskan secara bersama (musyawarah) karena keluarga bukanlah sebuah institusi milik suami semata.

Perjanjian Pernikahan

Jamal merekomenasikan untuk melakukan perjanjian pernikahan (qasimat azzawaj) dan sebaiknya perjanjian tersebut diuraikan secara rinci selama itu tidak menghalalkan yang haram ataupun sebaliknya.

Bahkan yang menarik adalah Jamal membenarkan pasangan suami istri untuk menuangkan hak fasakh (pembatalan nikah) dalam kontrak perjanjian nikah. Perjanjian tersebut tidak bermaksud untuk menafi-kan rasa cinta suami maupun istri tetapi sebagai langkah antisipatif.

Dalam hal ini, Jamal melandaskan pemikirannya tersebut ke pada QS. al-Baqarah ayat 282

“Dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak yang (menimbulkan) keraguan.”

Larangan pemukulan terhadap istri

Dalam konsepnya, pemukulan kepada istri dilakukan ketika istri nusyuz . Namun bagi Jamal, hal tersebut tidaklah sejalan dengan konsep ma’ruf (berlaku baik). Baginya, QS. An-Nisa ayat 34 yang menjadi dasar pemukulan terhadap istri hendaknya kita pahami sebagai pilihan.

Layaknya seeorang yang lebih memilih menjadi tawanan perang daripada harus terbunuh. Atau seorang pencuri yang memilih untuk di penjara daripada harus kehilangan tangannya.

Jamal menegaskan bahwa legalitas pemukulan terhadap istri seharusnya jangan kita jadikan pijakan secara umum. Sebab data historis yang sampai kepada kita sama sekali tidak ada riwayat Rasulullah pernah memukul istrinya.

Anjuran Istri untuk mandiri

Meskipun seorang suami memiliki tanggung jawab umtuk menafkahi istrinya, bukan berarti istri tidak boleh berkarir dan hanya mengurusi urusan domestik saja. Menurutnya hal tersebut bertentangan dengan haknya.

Pandangan Jamal tersebut memiliki dua alasan yang pertama, untuk meningkatlan kemandirian ekonomi, istri yang hanya menggantungkan hidupnya pada suami niscaya berat baginya untuk melepaskan belenggu dominasi,

Kedua, bekerja atau berkarir adalah media yang cukup baik untuk mengasah potensi sera mengenal dunia secara langsung dari pengalaman bukan dari sumber sekunder. Oleh karena itu, berkarir adalah upaya  perempuan melindungi diri dari tindakan sewenang-wenang  kaum laki-laki. Selain itu menyetarakan relasi suami istri agar tidak ada dominasi di antara keduanya.

Itulah sekelumit kekegelisahan Jamal al-Banna yang memiliki sisi humanis dan rasional terhadap ketimpangan relasi suami istri. []

Tags: Inspirasi Keadilan RelasiJamal Al Bannarelasi adil genderrelasi keluargaRelasi Suami dan Istri
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version