• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pentingnya Membangun Kesadaran Diri Perempuan

Akses publik telah banyak dibuka, begitu juga perlindungan yang sudah mulai terjamin. Namun realitanya posisi strategis masih didominasi laki-laki? Mengapa upaya penyetaraan tidak berbanding lurus dengan keberdayaan perempuan itu sendiri?

Kholifah Rahmawati Kholifah Rahmawati
26/08/2023
in Personal
0
Kesadaran Diri Perempuan

Kesadaran Diri Perempuan

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dewasa ini kesetaraan gender menjadi isu yang ramai dibicarakan. Kita sering mendengar istilah feminisme yang banyak digaungkan di mana-mana. Isu tersebut semakin lama semakin massif dan menjangkau berbagai lini kehidupan.

Sedikit banyak kehidupan pun mulai berubah dan menciptakan dunia yang lebih adil bagi perempuan. Akses publik telah banyak terbuka, begitu juga perlindungan yang sudah mulai terjamin. Namun realitanya laki-laki tetap menempati dan mendominasi posisi-posisi strategis. Mengapa upaya penyetaraan tidak berbanding lurus dengan keberdayaan perempuan itu sendiri? Pertanyaan ini pernah  mengusik saya beberapa waktu lalu.

Mengapa Kesadaran Diri Perempuan Sulit Terbentuk?

Hak-hak perempuan memang sudah banyak dikembalikan. Kita dapat melihat akses pendidikan, ekonomi bahkan politik  yang mulai terbuka bagi perempuan. Akses ruang publik yang semula sangat sulit, sedikit demi sedikit kini mulai terbuka.

Namun  realitanya belum semua perempuan mampu menjangkaunya. Hanya segelintir perempuan yang berhasil mengambil penuh hak-haknya. Sedangkan sebagian lagi belum mampu mengembangkan diri. Sehingga posisi mereka masih saja sebagai pihak lemah yang rawan terpinggirkan.

Membuka akses, ruang dan memberikan perlindungan pada perempuan  merupakan upaya untuk mendorong perempuan menjadi lebih kuat dan berdaya. Namun upaya tersebut hanya menyangkut faktor eksternal saja, kita juga harus memperhatikan faktor internal  yang ada dalam diri perempuan sendiri.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Seringkali jalan sudah terbuka lebar, perlindungan sudah terjamin namun kesadaran diri perempuan belum terbentuk, sehingga mereka tetap tidak akan hijrah dari posisinya yang lemah.

Menyoal kesadaran diri perempuan bukanlah sesuatu yang sederhana. Seperti halnya faktor eksternal yang cukup kompleks dan memiliki banyak hambatan, faktor internal kesadaran perempuan juga demikian, terdapat banyak keadaan yang menyebabkan kesadaran diri perempuan itu sulit terbentuk. Antara lain faktor penyebabnya adalah sebagai berikut

Faktor-Faktor Penghambatnya

Kekangan dogma patriarki

Faktor yang paling  utama adalah kekangan dogma patriarki. Patriarki selain  menjebak perempuan secara eksternal dengan menutup berbagai akses dan membatasi perannya, juga ikut menghambat perempuan dari dalam. Sistem patriarki yang sudah mengakar kuat dalam diri masyarakat ikut mendoktrin pola pikir perempuan. Patriarki membuat perempuan sendiri berpikir bahwa ia adalah mahkluk subordinat yang sudah seharusnya (kodrat) berada di bawah ketiak laki-laki.

Pola pikir seperti ini membuat perempuan sendiri enggan untuk maju dan melangkah meskipun akses sudah mulai terbuka dan perlindungan sudah mulai terjamin. Contoh nyata misalnya, saat akses pendidikan sudah sangat mudah, beasiswa sudah sangat banyak, orang tua juga sudah memberikan kebebasan. Perempuan enggan mengambil pendidikan tinggi dengan dalih “Buat apa aku sekolah tinggi-tinggi, toh nanti setelah menikah bakal jadi ibu rumah tangga?”

Perempuan dalam jeratan doktrin patriarki bukan berarti sepenuhnya tidak sadar. Sebagaian dari mereka mungkin sadar dan ikut merasakan ketidakadilan. Namun mereka cenderung berlindung di balik kata kodrat, yang sebenarnya juga terjadi miskonsepsi, menganggap ketidakadilan adalah suatu yang normal. Perempuan yang masih berada pada posisi ini tentu sulit untuk maju, cenderung menutup diri bahkan menentang gerakan feminisme.

Kurangnya kesejahteraan hidup perempuan

Faktor berikutnya adalah kurangnya kesejahteraan hidup perempuan. Menurut Teori Sarah Longwe, dalam upaya pemberdayaan perempuan, kesadaran berada pada hirarki nomor tiga, yang sebelumnya di dahului oleh aspek kesejahteraan dan akses.

Oleh karena itu, secara teoritis kesadaran diri perempuan tidak akan dapat tercapai jika dua faktor sebelumnya tidak terpenuhi. Kita mungkin dapat menyoal secara eksternal, saat akses telah dibuka namun perempuan belum juga sadar dan mau mengambil peran. Masalahnya adalah, apakah kesejahteraaan perempuan juga sudah terpenuhi?

Jika kesejahteraan untuk memenuhi kebutuhan primer saja belum terpenuhi, bagaimana perempuan akan berpikir untuk mengambil peran, tentu ia hanya akan menyibukkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan utamanya dulu. Contohnya adalah saat perempuan diajak terjun ke dunia politik atau mengambil peran strategis lainya dalam ranah publik. Tentu dia akan berpikir seribu kali, karena untuk mendapatkan susu bagi anaknya saja dia masih harus berkerja keras.

Kecenderungan pada hal non produktif

Jika kita bandingkan dua faktor sebelumnya, faktor ini mungkin jadi salah satu yang paling sering kita temukan, dan seringkali menjadi bahan kritik bagi perempuan. Kita akui atau tidak, banyak perempuan masih suka melakukan hal-hal kurang produktif (meskipun tidak hanya dilakukan oleh perempuan).

Misalnya adalah gosip. Jika sesekali melakukanya mungkin tidak masalah, yang jadi masalah adalah saat hal tersebut menjadi kebiasaan yang pada akhirnya menciptakan stereotip baru bagi perempuan. Perempuan dianggap orang yang suka bergosip atau suka menyibukkan diri dengan hal-hal yang non produktif.

Stereotip ini semakin merugikan perempuan karena  memunculkan anggapan jika pengetahuannya hanya sebatas informasi gossip saja. Lebih parah lagi, jika kebiasaan ini menjadikan perempuan terjebak dalam toxic relationship dengan kelompoknya, yang membuatnya sulit berkembang.

Kurangnya inspirasi

Adapun faktor yang terakhir adalah kurangnya inspirasi. Adanya inspirasi berbanding lurus dengan munculnya kesadaran. Oleh karena itu minimnya inspirasi bagi perempuan akan berdampak sebaliknya. Inspirasi bisa muncul dari kisah-kisah inspiratif yang banyak menceritakan kesuksesan atau peran perempuan dalam hal-hal besar.

Sayangnya, marginalisasi terhadap perempuan tidak hanya terjadi pada individu saja,  namun juga terjadi pada narasi sejarah bahkan media informasi. Baik teks sejarah maupun media lebih banyak mengangkat kisah sukses tokoh laki-laki dan hanya sedikit yang berbicara tentang kesuksesan perempuan. Hal ini membuat perempuan kekurangan  figure tokoh perempuan yang mampu menginspirasi dan memotivasinya.

Pentingnya Membangun Kesadaran Diri Perempuan

Membangun kesadaran diri perempuan adalah hal yang sangat penting. Tanpa adanya kesadaran yang muncul secara internal, maka segala upaya pemberdayaan perempuan bisa jadi sia-sia. Itulah mengapa kesadaran diri menjadi salah satu aspek penting dalam upaya memberdayakan perempuan menurut Sarah Longwe. Lalu dari mana kita harus memulai untuk mendorong kesadaran diri perempuan?

Menurut saya cara pertama yang penting kita lakukan adalah membebaskan dulu mindset perempuan dari dogma patriarkis. Pertama-tama kita perlu memberikan pemahaman pada perempuan bahwa ia adalah manusia utuh dan subyek penuh yang memang sudah seharusnya berdaya dan mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri.

Setelah membebaskan perempuan dari dogma patriarkis, cara berikutnya yang penting kita tempuh adalah mengusahakan kesejahteraan perempuan. Perlu adanya sinergi dari berbagai pihak untuk mewujudkannya. Faktor ekonomi, regulasi, geografi dan lokalitas juga perlu kita perhatikan. Dan yang pasti pemberdayaan kesejahteraan bukanlah problem tunggal yang dapat kita selesaikan dalam waktu singkat.

Adapun terkait hal-hal non produktif  dapat kita perbaiki mulai dari diri sendiri, kemudian secara reduksi merambah kepada kelompok yang lebih besar. Misalnya, anda adalah seorang perempuan yang suka membaca dan berdiskusi ilmiah, kemudian anda berteman dengan seorang perempuan yang suka bergosip.

Maka sebisa mungkin alihkan lah topik pembicaraan saat teman anda mengajak bergosip. Bawalah ia pada topik diskusi lain yang lebih menarik. Misalnya dengan mendiskusikan sebuah film lalu mengajak teman anda untuk merefleksikannya dalam kehidupan nyata. Hal ini tentu akan mendorong teman anda menjadi lebih kreatif dibanding sekedar membicarakan orang lain.

Sementara masalah kurangnya inspirasi dapat kita atasi dengan mempopulerkan tokoh-tokoh inspiratif perempuan. Hal ini bisa kita lakukan melalui kerjasama media atau lembaga pendidikan untuk lebih memperkenalkan tokoh-tokoh perempuan pada netizen dan anak-anak sejak dini.

Bukan Proses yang Instan

Sebelum menutup tulisan ini, kiranya saya hendak menekankan bahwa beberapa faktor penghambat dan solusi yang coba saya tawarkan bukanlah sesuatu yang final dan dapat kita generalisasi. Beberapa kondisi tertentu mungkin menjadi lebih kompleks. Adapun upaya pembentukan kesadaran diri perempuan bukanlah sesuatu yang mudah.

Mengingat sistem patriarki yang sudah langgeng selama ratusan tahun. Rasa-rasanya sangat tidak mungkin untuk menghadirkan kesadaran diri perempuan dengan instan. Terlebih lagi untuk memindah perempuan dari obyek yang lemah menjadi subyek yang kuat sepenuhnya. []

 

Tags: feminismeGenderideologi patriarkhiJati Dirikesadaran diri perempuanperempuan
Kholifah Rahmawati

Kholifah Rahmawati

Alumni UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan dan Mahasiswa di UIN Sunan Kalijga Yogyakarta. Peserta Akademi Mubadalah Muda 2023. Bisa disapa melalui instagram @kholifahrahma3

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Beda Keyakinan

    Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID