Mubadalah.id – Ekosistem mangrove di Indonesia sampai saat ini masih terus mengalami ancaman, mulai dari polusi plastik, pencemaran air, hingga alih fungsi lahan. Gambaran ini lah yang juga terlihat di Pangkal Babu, Provinsi Jambi 20 tahun yang lalu.
Tahun 2000, ekosistem mengrove di Jambi mengalami penyusutan secara signifikan karena deforestasi dan pembukaan perkebunan kelapa sawit. Tidak heran jika dalam jurnal “Studi Kerapatan Mangrove dan Perubahan Garis Pantai Tahun 1989-2018 di Pesisir Provinsi Jambi” yang ditulis oleh para akademisi Universitas Jambi disebutkan bahwa dari luasan mangrove 7.151,31 hektare, tahun 2018 hanya tersisa 2.076,44 hektare.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat manfaat dari ekosistem mangrove sangat banyak, diantaranya mencegah abrasi dari gelombang laut termasuk tsunami.
Selain itu, mangrove juga berguna untuk menyerap karbon sebanyak lima sampai tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan pepohonan yang berada di hutan darat atau terrestrial.
Karbon yang disimpan hutan ini bisa mencapai sekitar 1.023-1.083 metrik ton per satu hektare. Artinya, mangrove dapat menyerap ekuivalen karbon dioksida (CO2e) sampai 3.754-3.975 metrik ton setiap hektarnya.
Dengan demikian, ekosistem mengrove sangat penting untuk dijaga dan dilestarikan. Pengetahuan ini lah yang terus dirawat oleh Nurhasanah dan para perempuan Kelompok Batik Taman Sari Dusun Bahagia, Pangkal Babu, Tanjung Jabung Barat, Jambi.
Melansir dari Mongabay.co.id, tahun 2001 Nurhasanah dan delapan perempuan lainnya mulai membentuk sebuah kelompok membatik. Selain untuk mengembangkan keterampilan seni membatik, mereka juga ingin mengambil peran dalam melestarikan serta menyelamatkan kekayaan alam mangrove yang kian hari, kian menipis.
Berbekal kecintaannya pada alam, akhirnya mereka mulai dengan mengumpulkan uang sebesar 100.000 perorang. Kemudian uang tersebut mereka gunakan untuk membeli peralatan.
Cetakan yang mereka gunakan terbuat dari karton bekas susu dan mie yang keras, bukan dari plat besi seperti alat batik umumnya. Meskipun peralatan seadanya, tak mengurangi semangat mereka terus berkarya.
Membuat Batik dengan Motif-motif Khas Pesisir
Saat membatik, Kelompok Batik Taman Sari seringkali menampilkan motif-motif khas pesisir, seperti pemandangan pesisir bakau, tanaman mangrove, bunga bakau, bangau putih, udang, kepiting, siput, dan beragam jenis flora fauna endemik pesisir lainnya.
Motif-motif tersebut merupakan salah satu bentuk keseriusan mereka dalam menyuarakan pentingnya menjaga kelestarian laut, termasuk ekosistem mangrove.
Menjaga hutan mangrove berarti melindungi pesisir dari gelombang dan abrasi. Lebih dari itu, mangrove yang menjadi rumah bagi kepiting, udang, kerang, dan biota laut lain juga dapat menopang ketahanan pangan masyarakat pesisir.
Berkat kerja keras mereka, kini batik Pangkal Babu menjadi populer dan diminati para kolektor dan pecinta batik di Jambi. Baik di tingkat provinsi maupun nasional. Tak hanya itu, kelompok Batik Taman Sari juga kini sudah menjadi usaha kecil yang mampu meningkatkan ekonomi perempuan.
Kolaborasi Menghijaukan Hutan Mengrove Pangkal Babu
Selain Nurhasanah dan perempuan Kelompok Batik Taman Sari, masyarakat Pangkal Babu juga terus berkolborasi untuk menghijaukan hutan mangrove yang mereka miliki. Berkat kolaborasi tersebut, kini aneka pohon mangrove, burung bangau dan beragam hayati yang hidup di hutan bakau bisa kita jumpai sebagai ekowisata.
Tidak hanya melakukan pelindungan, masyarakat Pangkal Babu juga mendorong pemerintah desa agar menerbitkan regulasi untuk melindungi kawasan mangrove. Pada 2021 akhirnya aspirasi mereka terwujud melalui Peraturan Desa (Perdes) Nomor 3/2021 tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Mangrove.
Setelah bertahun-tahun melakukan pemulihan, masyarakat kini bisa mengelola sebagian area mangrove sebagai ekowisata. Di mana ini juga berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakatt, termasuk perempuan melalui kegiatan membatik.
Kolaborasi yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan di Pangkal Babu dalam melindungi hutan mangrove memperlihatkan bahwa upaya menjaga alam merupakan tanggung jawab bersama.
Di sisi lain, dalam banyak realitas sosial perlindungan pada alam banyak juga perempuan lakukan. Bahkan gerakannya pun lebih beragam, misalnya seperti apa perempuan Pangkal Babu kerjakan.
Mereka memang tidak selalu lantang menyuarakan “jaga hutan mangrove”. Tapi lewat tangan dingin dan ketekunannya menyulam batik dengan motif-motif khas pesisir. Hal ini membuat masyarakat sadar bahwa menjaga alam tetap lestari adalah tanggung jawab bersama.
Sebab alam adalah sumber kehidupan. Jika ia lestari, kehidupan pun dapat ebrtahan lama. Sebaliknya jika ia rusak, keberlangsungan kehidupan pun ikut terancam. []