Mubadalah.id – Bagaimana menjawab pertanyaan tentang perempuan dalam perspektif Islam? Sebelum menjawabnya, ditinjau dari aspek sosio-kultural, mayoritas masyarakat di Indonesia menganut agama Islam. Keindahan yang Allah berikan tidak hanya semata-mata terkait dengan alam atau ciptaan lainnya, tetapi Allah juga menciptakan seorang laki-laki dan perempuan dalam lini kehidupan. Bahkan sering muncul sebuah ide dari berbagai kalangan muslim, karena berbusana menutup aurat didalam islam merupakan sebuah fitrah. Mengapa demikian? berikut penjelasan tentang aturan terkait perempuan dalam perspektif Islam.
Pada dasarnya fiqih merupakan hal penting, karena keberadaan kesadaran ini akan diperlengkapi dengan segala hal yang dilakukan di akhirat kelak, semua tindakan maupun perbuatan perlu memiliki landasan atau dasar hukum agar para manusia tidak terjerumus dengan hal-hal yang haram yang memiliki hukum sederhana yaitu neraka.
Perubahan merupakan karunia yang alami dalam kehidupan seorang manusia, sehingga mengulang kembali wacana perubahan dalam terminologi fiqih menjadi perlu dan penting dan mendasar karena fiqih berkaitan dengan ijtihadi, di mana perubahan adalah hakikatnya, maka tidak ada fiqih yang abadi. Yang abadi adalah bangunan dalil naqlinya tetapi analogi dan intepretasinya bisa selalu berubah.
Gerakan Feminis dan Tafsir Fiqih Perempuan
Sejak gelombang pemikiran feminisme masuk dalam area fiqih mulailah muncul pemikiran baru terkait terjemahan dari fiqih perempuan.
Tidak hanya berganti baju, akan tetapi semangat yang di angkatpun haruslah ada. Fiqih tidak hanya sekedar pembicaraan konsep ijbar akan tetapi fiqih juga mengatur tentang bagaimana seorang muslimah berpakaian.
Pakaian dalam KBBI yakni berasal dari kata pakai di imbuhi dengan akhiran “an” memiliki makna mengenakan dan juga pakai. Pakaian dalam bahasa arab yakni bentuk jamak dari kata libas. Yakni sesuatu yang dipakai oleh manusia untuk menutupi seluruh bagian dari tubuhnya.
Oleh karenanya pakaian haruslah berukuran sedemikian rupa, sehingga dalam sikap dan gerak nya tidak memunculkan godaan bagi oranglain. Muslim merupakan sebutan bagi pemeluk agama Islam, pemeluk laki-laki disebut muslim sedangkan pemeluk wanita disebut muslimah.
Baca Juga: Perempuan dalam Jeratan Nikah Muda
Seorang muslim ataupun muslimah yang baik haruslah memiliki keyakinan dalam diri nya yang disebut iman. Termasuk cara berpakaian, seorang muslimah yakni untuk menutup sebuah aurat dalam melakukan aktivitas dikehidupan sehari-hari.
Al-Quran dan hadits sendiri memperkenalkan dua istilah pakaian muslimah, yaitu khumûr dan jalābib, keduanya dalam bentuk jamak. Kata khumur (Q.S. an-Nuur [24]: 31), bentuk jamak dari khimār. Kata jalabib (Q.S. al-Ahzab [33]: 59) bentuk jamak dari jilbāb. Jilbāb berasal dari kata jalaba yang berarti menghimpun dan membawa.
Jilbāb, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan dengan: baju kurung yang longgar dilengkapi dengan kerudung yang menutupi kepala sebagian muka dan dada. Penyebutan istilah pakaian Al- Quran menyebutnya dalam beberapa kata, yakni libās (Q.S. al-A’raf [7]:26) atau labās artinya segala sesuatu yang menutup tubuh.
Dari pengertian asal tersebut terjadi perluasan pemakaiannya. Libās diartikan sebagai “pakaian” pakaian dinamakan libās karena ia menutupi tubuh. Kata libās tidak terbatas pada pakaian yang menutupi tubuh saja, tetapi lebih luas dari itu. Suami istri juga disebut libās bagi masing-masing. Bahkan takwa juga disebut libās.
Definisi diatas tentu memberikan indikasi terhadap fungsi pakaian bagi muslimah untuk menjalankan aturan-aturan syar’i yang kaya akan hikmah dan nilai kebaikan secara individual maupun sosial.
Adab dalam Pergaulan
Islam dalam nilai praksisnya tentu mempunyai sisi positif dalam implementasi aturan syar’i. Dalam mengatur pola pergaulan dalam dunia sosial, tentu Islam merangkumnya dalam Fiqih sosial yang mencakup bagaimana adab dan pola pergaulan sesuai koridor Islam.
Baca Juga: Tatapan Laki-Laki: Bagaimana Tubuh Perempuan Menjadi Objek Pemuas
Tentu dalam bergaul, Islam juga mengatur nilai estetika atas penampilan yang indah tanpa mengundang syahwat lawan jenis. Perempuan dalam jejak sejarah peradaban Islam tidak jarang mengalami beragam diskriminasi dan dianggap sebagai pelengkap dari laku-laki.
Bukan hanya sejarah peradaban Islam, namun dalam lintasan sejarah dunia mencatat bahwa perempuan mendapati posisi yang minor untuk menjadi kontributor dalam membangun peradaban.
Sebagaimana yang berkembang pada peradaban Yunani kuno, Romawi, India, China, Mesir, dan lain-lain. Disamping itu, dikenal juga dalam agama-agama besar seperti Yahudi, nasrani, Zoroaster, Budha, dan agama lainnya masih memarginalkan posisi perempuan dalam membangun peradaban yang sarat akan nilai kemanusiaan.
Tentu potret sejarah yang menghidangkan ketimpangan peran akan laki-laki dan perempuan, menjadikan Islam begitu menyoroti peran perembuan dalam berkontribusi untuk membangun sejarah.
Fenomena di atas menjadikan intisari penting bagi perempuan dalam kompleksitas pergaulannya pada dunia sosial. Terlebih dalam berpakaian tentu perempuan mendapatkan perhatian lebih oleh Islam karena fenomena sejarah yang memposisikan perempuan hanya sebagai objek hawa nafsu lelaki dengan menjadikan tubuhnya sebagai bahan pandangan.
Tentunya, fiqih berpakaian menjadi perhatian lebih oleh muslimah Indonesia untuk dapat menjadikan hukum-hukum syar’i dalam berpakaian untuk mencegah timbulnya hawa nafsu oleh kaum lelaki.
Karenanya kedudukan Fiqih berpakaian tidak hanya memuat nilai-nilai Ilahiyyah (Hablumminallah) namun juga secara horizontal antar manusia kepada manusia juga mempunyai nilai substansi untuk mencegah lahirnya hawa nafsu yang bermuara pada pelecehan seksual atau zina. []