• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Perlindungan Hukum bagi Korban Kekerasan Seksual di Kampus

Lambannya kampus menangani kasus pelecehan seksual yang terjadi pada mahasiswa maupun civitas akademik yang lain, merupakan buntut dari urungnya pengesahan RUU P-KS. Pelecehan seksual di mana pun tempatnya seharusnya bisa segera ditangani apabila ada payung hukum yang menaunginya.

Rizka Umami Rizka Umami
23/11/2020
in Kolom, Publik
0
424
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Setiap tahun, kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia masih mengalami peningkatan. Kurun 12 tahun ini, Komnas Perempuan juga telah mencatat adanya kenaikan kasus hingga delapan kali lipat. Pada 2019, kekerasan terhadap perempuan tercatat sebanyak 431.471 kasus, angka yang lebih tinggi dibandingkan dari tahun sebelumnya yang masih di angka 406 ribu sekian kasus.

Dari data yang berhasil dihimpun dan diterbitkan dalam catatan tahunan pada Maret 2020 oleh Komnas Perempuan, kekerasan seksual yang menimpa perempuan menempati urutan pertama dengan persentase kasus sebanyak 58% pada ranah publik dan komunitas (Komnas Perempuan, 2020).

Kekerasan seksual sendiri merupakan sebuah tindakan atau perbuatan yang bersifat merendahkan, menyerang dan tindakan-tindakan sejenis, yang ditujukan kepada tubuh orang lain dengan nafsu dan hasrat seksual. Kekerasan seksual dilakukan secara paksa, tanpa persetujuan orang yang bersangkutan, baik secara bebas maupun karena ketimpangan relasi kuasa dan gender. Kekerasan tersebut juga berakibat pada penderitaan seseorang secara fisik, psikis maupun seksual, termasuk yang juga berdampak pada kerugian dari segi ekonomi, sosial dan lain sebagainya. (Komnas Perempuan, 2017).

Sesuai dengan naskah akademik yang disusun oleh Komnas Perempuan beserta tim perumus, setidaknya ada 15 jenis kekerasan seksual yang sampai sekarang masih menjadi momok bagi perempuan. Namun minimnya pengetahuan, akses dan regulasi yang jelas terkait perlindungan terhadap korban, membuat banyak kasus kekerasan seksual tenggelam begitu saja.

Hal ini juga kerap ditemukan pada kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang publik, termasuk di kampus perguruan tinggi. Kasus kekerasan seksual di ruang akademik seperti menjadi rahasia umum yang tidak pernah serius ditanggapi oleh pemerintah. Dibuktikan hingga saat ini belum ada lembaga yang memiliki data pasti mengenai total kasus kekerasan seksual yang terjadi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Baca Juga:

Tonic Immobility: Ketika Korban Kekerasan Seksual Dihakimi Karena Tidak Melawan

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Budaya Seksisme: Akar Kekerasan Seksual yang Kerap Diabaikan

Wajah Perempuan Bukan Aurat, Tapi Keadilan yang Tak Disuarakan

Tirto.id sempat berkolaborasi dengan beberapa media pada 2019, membuat seri laporan mendalam terkait dugaan kekerasan seksual di perguruan tinggi dengan hashtag #NamaBaikKampus. Hasil dari sebaran formulir testimoni tersebut menyebutkan setidaknya ada 174 penyintas yang mengaku pernah mengalami pelecehan seksual, baik dilakukan oleh dosen, dokter klinik, staf maupun sesama mahasiswa. Adapun dari total tersebut, hanya 29 korban yang berani melaporkan kasus yang dialaminya dengan alasan yang beragam (Zuhra & Adam, 2019).

Kasus yang baru saja terjadi di salah satu Perguruan Tinggi Islam Negeri di Jawa Timur juga makin membuktikan ketiadaan perlindungan hukum tersebut. Melansir dari laman IDN Times, pada September lalu kasus pelecehan seksual terjadi di salah satu kampus di Tulungagung. Penyintas yang telah memberikan kesaksian dan laporan, justru dimentahkan oleh pihak kampus karena dianggap tidak membawa bukti yang cukup atas pelecehan yang menimpanya. Bahkan hingga terduga pelaku pelecehan telah dinyatakan lulus dan diwisuda oleh pihak kampus, kasus yang dilaporkan oleh korban belum juga mendapat titik terang.

Merebaknya laporan kasus kekerasan seksual di kampus akhir-akhir ini tidak lepas dari tuntutan banyak pihak agar perguruan tinggi segera membuat regulasi khusus untuk menangangi kasus kekerasan seksual yang memiliki beragam wajah dan modus. Meski ditetapkannya Surat Keputusan oleh Dirjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama terkait Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam pada 23 Oktober 2019 lalu menjadi angin segar dan bisa sedikit menjawab kegelisahan.

Akan tetapi keputusan yang merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Kementerian Agama dengan Komnas Perempuan tersebut belum bersifat mengikat, sehingga tetap membutuhkan tindak lanjut dari para rektor untuk mengimplementasikan pedoman tersebut dan membuat prosedur atau regulasi khusus yang sesuai (Alaidrus, 2019).

Selain itu, kampus juga perlu memerhatikan advokasi terhadap perempuan selaku korban kekerasan seksual, agar tidak menjadi korban untuk kedua kali sekaligus dapat pulih baik fisik dan psikisnya. Kerjasama antara stakeholder dengan lembaga internal kampus, seperti Pusat Studi Gender dan Anak di masing-masing perguruan tinggi perlu digalakkan dalam rangka pendampingan korban sampai mendapatkan perlindungan hukum dan penanganan yang memadai.

Namun hingga detik ini, mekanisme regulasi semacam itu agaknya urung terbentuk sehingga para penyintas tidak memiliki ruang yang jelas ketika ingin mencari keadilan. Bisa dihitung baru berapa perguruan tinggi yang telah membentuk sebuah unit pelayanan bagi korban kekerasan seksual di lingkungan kampus dan melengkapinya dengan Standart Operasional Procedure (SOP) yang ketat.

Menurut saya, lambannya kampus menangani kasus pelecehan seksual yang terjadi pada mahasiswa maupun civitas akademik yang lain, merupakan buntut dari urungnya pengesahan RUU P-KS. Pelecehan seksual di mana pun tempatnya seharusnya bisa segera ditangani apabila ada payung hukum yang menaunginya. Hal inilah yang kemudian membuat pembahasan RUU P-KS menjadi penting, tidak hanya masuk dalam prolegnas 2021, akan tetapi juga segera disahkan sebagai undang-undang. []

 

Tags: keadilanKekerasan seksualKesetaraanKomnas PerempuanRUU P-KS
Rizka Umami

Rizka Umami

Alumni Pascasarjana, Konsentrasi Islam dan Kajian Gender.

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version