Mubaadalahnews.com,- Pernikahan dalam Islam bukanlah sekadar menghalalkan hubungan intim melainkan untuk membentuk keluarga bahagia, sakinah, mawaddah wa rahmah. Dalam Islam pernikahan bukan sekadar menghalalkan hubungan intim.
Mempersiapkan seseorang agar mampu membangun keluarga bahagia lebih penting dibanding sekadar menyegerakan pernikahan untuk kehalalan hubungan.
Demikian dikatakan Dosen Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) dan Wakil Direktur Mahad Aly Pesantren Kebon Jambu, KH Faqihuddin Abdul Kodir.
Kang Faqih menyebut, peristiwa meninggalnya Y (17 tahun) di Indramayu, pekan kemarin, membuat banyak pihak prihatin. Korban ditengarai menikah pada usia remaja yakni 15 tahun dan diduga meninggal karena dianiaya suaminya sendiri.
“Pernikahan anak yang mengakibatkan kematian ini adalah sesuatu yang berisiko tinggi, secara fisik, psikis, dan sosial,” katanya Minggu, 25 November 2018.
Anak-anak membutuhkan waktu dan kesempatan untuk bisa tumbuh, baik secara mental maupun sosial. Pernikahan bisa merenggut kesempatan emas seorang anak untuk bisa tumbuh sebagai generasi yang kuat dan tangguh.
“Saya amat menyayangkan peritiwa tersebut. Jika sudah terjadi seringkali kita menyalahkan takdir, padahal sebelumnya kita telah melakukan hal-hal berisiko,” kata Dosen Tafsir Hadits Sekolah Paskasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon itu.
Pernikahan anak memang berisiko tinggi, baik secara fisik, psikis, dan sosial. Dalam kasus kematian Y, semua orang harusnya dimintai pertanggungjawaban, termasuk aparat negara yang mengizinkan dan mengesahkan.
Pendidikan wajib, menikah sunah
Dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) di Pesantren Kebun Jambu Ciwaringin Cirebon, 2017 silam, disebutkan pernikahan anak terjadi karena berbagai faktor. Faktor tersebut terutama sosial, ekonomi, dan bisa jadi karena dorongan libido yang tinggi.
“Tetapi, karena risikonya juga tinggi, maka harus ada upaya maksimal untuk menghentikan pernikahan anak ini,” terangnya.
Menurutnya, masyarakat perlu mengetahui bahwa Islam mewajibkan anak memperoleh pendidikan dan tidak mewajibkan menikah. Pendidikan dalam Islam adalah wajib, sementara pernikahan paling jauh adalah sunah.
Salah satu tuntutan KUPI adalah agar pemerintah untuk menunaikan kewajiban penyelenggaran pendidikan dasar 12 tahun. Juga menyelesaikan persoalan ekonomi masyarakat.
Jika anak bisa melampaui pendidikan dasar, setidaknya ia bisa terbebas dari pernikahan di usia anak. Dalam Islam, negara berkewajiban memberi yang terbaik untuk kemaslahatan seluruh rakyatnya.
Menurutnya, para remaja sebaiknya bisa menahan diri dan menjaga diri agar tidak terjerumus pada ekspresi seks yang diharamkanan.
Beberapa ayat al-Qur’an meminta orang-orang beriman untuk menundukkan pandangan dan tidak tebar pesona.
Beberapa hadits juga menyarankan agar berpuasa yang bisa diartikan tidak hanya puasa dari makan dan minum, tetapi dari seluruh kegiatan yang menjurus pada ekspresi seks yang diharamkan.
“Para remaja bisa menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas positif yang dapat mengembangkan kepribadian, meningkatkan kapasitas diri, menambah pengetahuan, memperbanyak pengalaman, dan memperluas jaringan. Semua ini sebagai bekal kehidupan yang lebih baik dan lebih tangguh,” pungkasnya.[AR]
Demikian penjelasan terkait pernikahan bukan sekadar menghalalkan hubungan intim. Semoga bermanfaat.