Mubadalah.id – Pesantren Miftahul Falah Awihideung (MIFA), Cikajang, Kabupaten Garut, mengembangkan model pendidikan berbasis ekologi dengan melibatkan santri secara langsung dalam kegiatan pertanian.
Berada di bawah kaki Gunung Cikuray, pesantren ini memanfaatkan kondisi alam yang subur sebagai bagian dari proses pendidikan santri sekaligus upaya menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.
Sejak memasuki area pesantren, hamparan perkebunan sayuran terlihat di sepanjang jalur menuju pondok. Lahan-lahan tersebut dikelola oleh para santri bersama salah satu pengasuh perempuan, Bi Ended, yang secara aktif mengajarkan soal pertanian kepada para santri.
Pertanian di pesantren ini tidak diposisikan sebagai aktivitas tambahan, melainkan menjadi bagian dari sistem pendidikan yang terintegrasi dengan kehidupan santri sehari-hari.
Berbagai jenis sayuran ditanam di lahan sekitar pesantren, di antaranya wortel, waluh (labu), sesin, pakcoy, cabai, tomat. Serta sejumlah sayuran lain yang disesuaikan dengan karakter tanah pegunungan.
Kegiatan pertanian dilakukan secara berkelanjutan, mulai dari pengolahan tanah, penanaman, perawatan, hingga panen.
Bi Ended menjelaskan bahwa kegiatan bertani menjadi sarana pendidikan karakter para santri. Melalui aktivitas tersebut, santri diajak memahami relasi manusia dengan alam, sekaligus menumbuhkan sikap kemandirian, kedisiplinan, dan tanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
“Santri tidak hanya belajar di ruang pengajian, tetapi juga belajar langsung dari alam,” ujarnya.
Hasil panen dari kebun pesantren sebagian besar mereka manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi santri dan pengasuh. Sementara sebagian lainnya mereka bagikan kepada masyarakat sekitar atau menjualnya.
Pola ini mereka terapkan untuk mendorong prinsip kemandirian pangan sekaligus memperkuat hubungan pesantren dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
Letak Pesantren Miftahul Falah Awihideung yang berada di kawasan pegunungan menjadikan relasi dengan alam sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan pesantren.
Bahkan dengan kondisi udara yang sejuk dan tanah yang subur, mereka manfaatkan secara optimal dengan tetap memperhatikan prinsip keberlanjutan. Yaitu pengelolaan lahan dengan pendekatan ramah lingkungan dan tidak merusak serta mengeksploitasinya.
Model pesantren berbasis ekologi ini dipandang sebagai respons atas tantangan krisis lingkungan dan pangan yang semakin nyata.
Kesadaran Menjaga Alam
Pesantren berupaya menanamkan kesadaran bahwa menjaga alam merupakan bagian dari tanggung jawab keagamaan. Bahkan sejalan dengan ajaran Islam yang melarang perusakan bumi sebagaimana Allah Swt menyatakan dalam al-Qur’an:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya” (QS. Al-A‘raf [7]: 56).
Serta menempatkan manusia sebagai khalifah di bumi yang bertanggung jawab merawat dan mengelola alam. Sebagaimana Allah Swt menegaskan dalam al-Qur’an:
ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi” (QS. Al-Baqarah [2]: 30).
Di sisi lain, Pesantren Miftahul Falah Awihideung tetap menjalankan fungsi utamanya sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Kegiatan pengajian kitab-kitab klasik tetap berlangsung secara rutin dan menjadi inti pembelajaran santri.
Bahkan, integrasi antara pendidikan agama dan praktik ekologi menjadi ciri khas pesantren ini dalam membangun keseimbangan antara aspek keilmuan dan keberlanjutan hidup.
Dengan pendekatan tersebut, Pesantren Miftahul Falah Awihideung kita harapkan dapat menjadi contoh pengembangan pesantren yang tidak hanya berfokus pada pendidikan keilmuan agama. Tetapi juga berperan aktif dalam menjaga lingkungan serta memperkuat ketahanan pangan di pesantren dan lingkungan sekitarnya. []











































