Mubadalah.id – Jakarta, ibukota negara kita, sedang tidak baik-baik saja. Sang kota Metropolitan tidak pernah absen tertimpa bencana. Apabila di musim hujan rumah-rumah penduduk dengan gampangnya terendam air. Kini di musim kemarin polusi udara membabi buta, menerjang langit-langit wilayah ibukota Indonesia.
Seperti kita ketahui, belakangan ini, langit ibukota memburuk. Kualitas udara Jakarta tidak seperti biasanya. Bahkan, pada Minggu (20/8/2023) kualitas udara Jakarta pada pagi hari masuk dalam kategori tidak sehat.
Mengutip kompas.com, kualitas udara Jakarta pada Minggu per pukul 07.41 WIB bahkan menduduki peringkat pertama terburuk di muka bumi dengan indeks kualitas udara di Jakarta tercatat pada angka 161. Sementara di posisi kedua ditempati Kota Doha Qatar, yang memiliki indeks kualitas udara 155.
Buruknya kualitas udara Jakarta sampai-sampai membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) setempat memberlakukan kebijakan yang mirip saat masa pandemi Covid-19: Work From Home atau WFH. BBC melaporkan, Senin (21/8) bahwa sebanyak 50% staf Aparatur Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta mulai menjalani uji coba WFH sejak Senin (21/8) sebagai bagian dari kebijakan penanganan polusi udara yang memburuk di ibu kota.
Polusi udara, meski tidak secara langsung, dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), penyakit kardiovaskular, dan penyakit jantung iskemik. Lalu stroke, penyakit paru akut, dan kanker paru-paru. Tak hanya makhluk yang paling sempurna, polusi udara juga dapat berdampak buruk pada kesehatan hewan dan tumbuhan.
Penyebab Buruknya Kualitas Udara di Jakarta
Adapun penyebab buruknya kualitas udara Jakarta akhir-akhir masih belum kita ketahui secara pasti. Pasalnya, belum ada penelitian yang konkrit. Ada yang bilang polusi udara ini penyebabnya karena musim kemarau plus el nino, PLTU berbasis batubara di sekitar Jakarta, emisi transportasi, sampai polusi dari industri manufaktur yang mengepung Jakarta.
Jika mau kita rinci, sumber-sumber polusi menurut Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta seperti melansir dari CNN, adalah sebagai berikut: Transportasi (67,04 persen), Industri (26,8 persen), Pembangkit listrik (5,7 persen), Perumahan (0,42 persen), dan Komersial (0,02 persen).
Apa pun penyebabnya, yang jelas, kualitas udara buruk di Jakarta akibat aktivitas manusia. Itu sudah pasti. Tak dapat kita pungkiri, berbagai kegiatan makhluk berakal ini dapat menghasilkan polutan antara lain: Pembakaran. Semisal pembakaran sampah, pembakaran pada kegiatan rumah tangga, kendaraan bermotor, dan kegiatan industri.
Aktivitas tersebut sangat memungkinkan menjadi penyebab pencemaran udara. Yakni peristiwa tercampurnya polutan (unsur-unsur berbahaya) ke dalam lapisan udara (atmosfer) yang dapat menyebabkan penurunan kualitas udara (lingkungan). Aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan, sekali lagi, menyebabkan bumi beserta atmosfernya mengalami nasib yang tidak menguntungkan.
Siapa yang tidak diuntungkan atas kondisi yang mengkhawatirkan ini? Kita, manusia. Juga makhluk hidup lainnya. Meski pada dasarnya kita jugalah yang menyebabkan krisis lingkungan tersebut. Misalnya, aktivitas manusia di pabrik tekstil yang tidak ramah lingkungan. Selain limbah-limbahnya mencemari tanah dan air, asap-asap yang keluar dari cerobong pabrik juga menjadikan polusi udara. Itu hanya salah satu contoh.
Nah, polusi udara di Jakarta hari ini adalah bukti bahwa pencemaran lingkungan, saban hari, makin tak terelakkan. Pada 2019, World Health Organization (WHO) menyatakan setiap tahun 7 juta orang meninggal karena polusi udara. Polusi udara di ibukota hari ini bersanding dengan krisis-krisis lain yang terjadi di darat dan laut, di belahan dunia lainnya.
Krisis Lingkungan jadi Masalah Besar Negara Indonesia
Permasalahan lingkungan adalah problem besar negara Indonesia. Pemerintah jangan tutup mata, harus tegas terhadap para pelaku pencemaran lingkungan. Karena adanya pencemaran lingkungan, baik di darat, laut dan udara, mengakibatkan aktivitas masyarakat terbatasi, dan hal ini menimbulkan kerugian pada biaya sosial ekonomi yang besar.
Dengan adanya krisis lingkungan, entah itu bencana alam, kelangkaan sumber daya, hingga perubahan iklim, menjadikan bumi yang kita pijak seakan sudah berada di titik kritis seperti orang yang sedang dirawat di ruang ICU.
Manusia, dalam hal ini, ikut berperan aktif atas terjadinya kehancuran lingkungan. Tangan-tangan kotor manusia lah yang menyebabkan krisis ekologi (QS. surat Ar-rum ayat 41-42). Kita sering mendengar kabar penebangan hutan, pembakaran hutan, hingga alih fungsi lahan yang menyebabkan kegundulan hutan.
Kita juga tak jarang menemukan kasus pencemaran udara oleh asap-asap yang bergumul pekat dari cerobong pabrik, limbah tekstil yang tersebar kemana-mana tanpa peduli efek sampingnya, efek rumah kaca yang mengakibatkan es di kutub mencair dan lain sebagainya.
Ketika alam rusak, maka bukan hanya manusia saja yang bakal menanggung akibatnya, tetapi juga semua makhluk yang ada di planet ini. Kelangsungan hidup kita yang berada di bumi terus menerus diterpa ancaman. Terkadang saya merenung, “masih adakah sisa pohon, tanah, air, udara bersih dan sumber daya alam lainnya untuk anak cucu kita kelak,?”
Menjaga Lingkungan dalam Islam
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an, alam semesta bersama dengan isinya memang diciptakan untuk kepentingan umat manusia. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti manusia dipersilahkan untuk mengeksploitasinya.
Manusia dan lingkungan, dalam perspektif Islam, mempunyai hubungan relasi yang sangat erat karena sang maha memiliki (Allah Swt) menciptakan alam ini termasuk di dalamnya manusia dan lingkungan dalam keseimbangan dan keserasian. Oleh karenanya, agar tidak alami kerusakan, keseimbangan dan keserasian ini perlu manusia jaga.
Jangan sampai salah satu komponen di alam ini mengalami gangguan luar biasa. Karena itu bisa berpengaruh terhadap komponen yang lain, sebab kelangsungan kehidupan di alam ini saling terikat satu sama lain.
Pengawasan manusia, dalam perspektif etika lingkungan (ethics of environment), adalah elemen terpenting hubungan antara manusia dan lingkungan. Tujuan agama adalah melindungi, menjaga serta merawat agama, kehidupan, akal budi dan akal pikir, anak cucu serta sifat juga merawat persamaan serta kebebasan.
Kewajiban Keberlangsungan Lingkungan
Dan tentu, tujuan utama dari hubungan tersebut adalah melindungi, menjaga dan merawat lingkungan. Jika situasi dan kondisi lingkungan semakin terus memburuk maka pada akhirnya kehidupan tidak akan ada lagi, tentu saja agama pun tidak akan ada lagi. Oleh karena itu Islam melalui kitab sucinya berpesan agar manusia harus melestarikan alam sekitarnya agar keberlangsungan hidupnya tetap dalam lajur kontinuitas.
Siapa pun, manusia yang merasa masih bernafas dan mencari nafkah di atas planet ini, wajib menjaga hukumnya merawat keberlangsungan lingkungan untuk generasi mendatang. Manusia dan alam adalah satu kesatuan. Keduanya tidak terpisahkan. Keduanya saling membutuhkan. Lingkungan alam tidak hanya menyediakan kebutuhan hidup bagi makhluk bernama manusia, tapi juga hewan dan tumbuhan.
Manusia dalam realitas kehidupannya pasti membutuhkan buah buahan, sayur, air, panas Matahari, dan oksigen. Dan itu semua adalah berasal dari sumber daya alam. Arne Naess, seorang filsuf yang lahir di Norwegia pada tahun 1912, memandang bahwa manusia itu merupakan bagian integral dari alam, terjalin erat dan menjadi satu kesatuan, satu keluarga dengan alam. []