Mubadalah.id – Sekretaris Alimat, Prof. Alimatul Qibtiyah, menyampaikan pengalamannya selama lebih dari tiga dekade dalam advokasi keadilan gender, ia menyebut gerakan perempuan di Indonesia sebagai “silent revolution” revolusi yang tidak selalu riuh, tetapi efektif mengubah cara berpikir masyarakat.
“Kita tahu, karakteristik gerakan perempuan di Indonesia memang banyak berbentuk silent revolution. Kadang kita berbagi peran dengan para feminis muda yang turun ke lapangan, sementara kita menyiapkan konsep dan gagasannya. Tapi intinya tetap sama: kita bergerak bersama,” kata Prof. Alim dalam Monev Sosialisasi Sikap dan Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP, pada Minggu, 9 November 2025.
Bagi Prof. Alim, perjuangan perempuan bukan tentang siapa yang paling berani, melainkan tentang siapa yang terus bergerak tanpa henti. Ia tidak ragu mengambil ruang publik yang selama ini dianggap tabu bagi perempuan.
“Kalau saya tidak berada di garis depan menyuarakan isu-isu keadilan gender, rasanya ada yang kurang. Sekarang saya memilih berceramah di podium utama, bukan hanya di depan jamaah perempuan. Saya ingin berdiri di panggung yang sama, menatap para laki-laki berpeci putih itu, agar pesan saya terdengar langsung,” tegasnya.
Baginya, ruang dakwah dan pendidikan harus diisi dengan keberanian, bukan sekadar wacana. Namun ia juga menegaskan, setiap orang punya cara dan perannya masing-masing. Tidak semua harus mengambil risiko besar.
“Ada yang menjadi ‘bemper gerakan’, ada yang bergerak pelan-pelan dari belakang. Itu tidak apa-apa. Yang penting kita saling menopang,” tambahnya.
Kolaborasi
Ia pun mendorong kolaborasi lintas generasi dan pemanfaatan media digital sebagai bentuk dakwah baru. “Kalau belum bisa bersuara langsung, gunakan saja materi-materi yang sudah ada di YouTube, TikTok, atau Instagram. Silakan pakai untuk kegiatan pengabdian atau advokasi,” ujarnya.
Bagi Prof. Alim, kekuatan gerakan perempuan hari ini bukan hanya pada keberanian individu, tetapi pada jaringan. Ia menyebut KUPI dan Alimat sebagai contoh nyata bagaimana perempuan saling menopang, saling memperkuat, dan saling memberi ruang dalam kerja-kerja kemanusiaan Islam.
“Sekarang saya punya ‘amunisi’ baru sebagai Sekretaris Alimat dan aktivis KUPI. Itu artinya semakin banyak orang yang memperkuat gerakan ini dari belakang. Saya mungkin bukan generasi muda lagi, tapi semangat saya tetap muda,” tutupnya.








































