Mubadalah.id – Dalam Buku Qiraah Mubadalah, Dr. Faqihuddin Abdul Kodir mengajarkan bahwa untuk menemukan makna yang bisa di-mubadalah-kan, kita perlu menelusuri konteks internal ayat (siyāq al-kalām). Termasuk dalam ayat poligami.
Maka dalam al-Qur’an Surat an-Nisaa (4): 3 ini tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan ayat sebelumnya yang berbicara tentang perlindungan terhadap anak-anak yatim.
Pada bagian awal ayat tersebut disebutkan: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim…”
Dari konteks ini, jelas bahwa ayat poligami bukan hendak melegitimasi hasrat laki-laki. Tetapi memberi solusi sosial bagi anak-anak yatim dan janda yang kehilangan pelindung.
Dengan demikian, makna mubadalah-nya bukan pada tindakan menikahi banyak istri. Melainkan pada tanggung jawab sosial untuk melindungi dan menyejahterakan anak-anak yatim dan kelompok rentan.
Oleh karena itu, jika pada masa Nabi, perlindungan terhadap anak yatim melalui pernikahan ibu-ibu mereka. Maka dalam konteks hari ini, nilai yang sama bisa kita wujudkan dalam bentuk yang berbeda misalnya dengan memberikan beasiswa, atau mendorong kebijakan negara yang melindungi anak-anak dari kemiskinan dan kekerasan.
Artinya, mubadalah tidak mengubah teks secara bebas. Tetapi menggali nilai universal yang terkandung di dalamnya dan menerapkannya dalam konteks kekinian.
Poligami Bukan Solusi
Dengan pendekatan mubadalah, kita belajar bahwa poligami bukanlah solusi bagi problem sosial. Tetapi justru potensi masalah baru.
Sayangnya, tafsir literal atas ayat ini sering orang-orang gunakan untuk menjustifikasi praktik poligami tanpa menimbang konteks sosial dan etika keadilan yang menjadi ruh ajaran Islam.
Padahal, Nabi Muhammad Saw. sendiri mencontohkan bagaimana setiap pernikahan harus berlandaskan tanggung jawab dan kemaslahatan, bukan sekadar pemenuhan keinginan pribadi.
Melalui mubadalah, kita harus memahami bahwa makna terdalam dari QS. an-Nisaa (4): 3 bukanlah perintah untuk berpoligami. Melainkan ajakan untuk melindungi yang lemah, berlaku adil, dan membangun rumah tangga yang penuh kasih sayang. []