Senin, 25 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesenjangan Gaji

    Kesenjangan Gaji antara DPR dan Rakyat, Amanah atau Kemewahan?

    Angka Pernikahan

    Derajat, Falsifikasi, dan Angka Pernikahan

    Laskar Pelangi

    Kesalingan dalam Laskar Pelangi; Pendidikan Bukan Beban, Tapi Investasi Peradaban

    Royalti Musik

    Pro-Kontra Royalti Musik, Dehumanisasi Industri Kreatif

    Ramah Disabilitas

    Jika Sekolah Masih Tak Ramah Disabilitas, Apa Pendidikan Kita Sudah Merdeka?

    Kesalingan Spiritual

    Tirakat; Kesalingan Spiritual yang Menghidupkan Keluarga

    Sekolah inklusif

    Relokasi Demi Sekolah Rakyat: Kenapa Bukan Sekolah Inklusi?

    Lomba Agustusan

    Lomba Agustusan Fahmina dan Refleksi Indonesia Merdeka

    Kemerdekaan Jiwa

    Dari Lembah Nestapa Menuju Puncak Kemerdekaan Jiwa

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    KB yang

    Keluarga Berencana (KB) sebagai Ikhtiar Mewujudkan Anak yang Sehat dan Berkualitas

    Keluarga Berencana (KB)

    Merencanakan Keluarga dengan Program Keluarga Berencana (KB)

    Pola Hidup Sehat

    Menjaga Pola Hidup Sehat Bagi Ibu Hamil

    Kesehatan yang

    Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Ibu Hamil

    Masa Kehamilan Istri

    Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri

    Keturunan

    Kerjasama Suami Istri dalam Mempersiapkan Keturunan

    Fire in The Rain

    Merayakan Talenta Individu melalui MV “Fire in The Rain”

    Memilih Pasangan

    Tips Memilih Pasangan Hidup

    Pernikahan yang

    Makna Pernikahan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesenjangan Gaji

    Kesenjangan Gaji antara DPR dan Rakyat, Amanah atau Kemewahan?

    Angka Pernikahan

    Derajat, Falsifikasi, dan Angka Pernikahan

    Laskar Pelangi

    Kesalingan dalam Laskar Pelangi; Pendidikan Bukan Beban, Tapi Investasi Peradaban

    Royalti Musik

    Pro-Kontra Royalti Musik, Dehumanisasi Industri Kreatif

    Ramah Disabilitas

    Jika Sekolah Masih Tak Ramah Disabilitas, Apa Pendidikan Kita Sudah Merdeka?

    Kesalingan Spiritual

    Tirakat; Kesalingan Spiritual yang Menghidupkan Keluarga

    Sekolah inklusif

    Relokasi Demi Sekolah Rakyat: Kenapa Bukan Sekolah Inklusi?

    Lomba Agustusan

    Lomba Agustusan Fahmina dan Refleksi Indonesia Merdeka

    Kemerdekaan Jiwa

    Dari Lembah Nestapa Menuju Puncak Kemerdekaan Jiwa

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    KB yang

    Keluarga Berencana (KB) sebagai Ikhtiar Mewujudkan Anak yang Sehat dan Berkualitas

    Keluarga Berencana (KB)

    Merencanakan Keluarga dengan Program Keluarga Berencana (KB)

    Pola Hidup Sehat

    Menjaga Pola Hidup Sehat Bagi Ibu Hamil

    Kesehatan yang

    Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Ibu Hamil

    Masa Kehamilan Istri

    Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri

    Keturunan

    Kerjasama Suami Istri dalam Mempersiapkan Keturunan

    Fire in The Rain

    Merayakan Talenta Individu melalui MV “Fire in The Rain”

    Memilih Pasangan

    Tips Memilih Pasangan Hidup

    Pernikahan yang

    Makna Pernikahan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

Hidup sebagai minoritas di Indonesia memang tidak mudah. Tidak banyak orang yang mampu merasakan ketidakadilan yang mereka terima

Rezha Rizqy Novitasary Rezha Rizqy Novitasary
21 Maret 2023
in Personal
0
Menjadi Minoritas

Menjadi Minoritas

804
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Salah satu siswa saya ada yang beragama Kristen. Dalam satu angkatan, yang beragama Kristen ada tiga orang. Tentu saja mereka adalah golongan minoritas di sekolah. Saya akui, sekolah belum cukup memberikan fasilitas bagi mereka yang minoritas. Jangankan tempat ibadah, libur khusus hari raya mereka saja hanya terbatas pada tanggal merah yang ditetapkan secara nasional.

Padahal, kami sebagai muslim mendapat jatah libur hari raya Idulfitri lebih dari seminggu. Meskipun tanggal merah yang ditetapkan hanya dua hari saja. Siswa-siswi tersebut juga tidak memperoleh fasilitas guru agama Kristen. Jadi, selama KBM mereka tidak mendapatkan materi sama sekali. Hanya pada saat ujian semester saja, sekolah memfasilitasi soal yang telah terpesan ke Bapak Pendeta sebelumnya.

Hidup sebagai minoritas di Indonesia memang tidak mudah. Tidak banyak orang yang mampu merasakan ketidakadilan yang mereka terima. Para pimpinan dan atasan juga tak ambil pusing jika ada hak yang tidak mereka terima.

Pengalaman Menjadi Minoritas

Saya sendiri pernah mengalami hidup sebagai minoritas. Salah satunya saat menempuh pendidikan di salah satu kampus negeri di Bali. Saya cukup kaget saat melihat tidak ada satu pun Masjid maupun musala di kampus tersebut. Jika hendak sholat, para mahasiswa biasanya menggelar sajadah di ruang kelas yang sudah kosong.

Untungnya ada satu ruangan sempit dekat perpustakaan jurusan Kimia yang dimodifikasi jadi musala. Meskipun kami masih kerepotan karena harus berwudhu di toilet, namun saya merasa sudah cukup beruntung. Dalam hati ada rasa nelangsa. Masa’ sih kampus negeri tidak menyediakan masjid atau musala?

Selain itu libur di saat Idulfitri dan Iduladha juga pendek. Hanya sesuai tanggal merah yang tersedia. Lain halnya dengan libur di saat hari raya Saraswati, Galungan, Kuningan dan Nyepi.

Namun, saya menyadari apa yang saya alami di sana sebagai minoritas, itu pula yang dialami kawan minoritas di Jawa. Atau kawan yang beragama Hindu, Kristen, Katolik, Budha, atau Konghucu di lingkungan muslim.

Misalnya saja di salah satu kampus negeri yang juga menerapkan hal yang sama. Dalam kampus negeri itu tidak ada Gereja, Vihara, maupun Pura yang tersedia. Padahal agama-agama tersebut telah diakui di Indonesia.

Di kampus itu, hari libur buat hari raya agama selain Islam pun juga pendek. Umumnya hanya satu hari saja. Tak lebih dari tanggal merah yang ditetapkan secara nasional.

Saat saya melaksanakan PPL di Singaraja, saya amat terkejut ketika tahu bahwa sekolah-sekolah negeri di Bali juga melarang siswinya berjilbab. Padahal jilbab merupakan salah satu syariat Islam. Mengenakannya adalah hak bagi pemeluk Islam.

Melatih Kepekaan dan Rasa Empati

Mengalami sendiri pahitnya menjadi minoritas membuat saya jadi lebih peka. Saya jadi bisa membayangkan betapa tertekannya siswa-siswi saya yang beragama Kristen di sekolah yang mayoritas guru dan muridnya beragama Islam.

Sehari sebelum Natal, mereka harus tetap masuk untuk mengikuti class meet yang diselenggarakan sekolah. Mereka juga tak mendapat guru agama. Kadang, mereka juga tak punya kesempatan untuk mengajukan diri sebagai ketua kelas apalagi ketua OSIS.

Dalam lingkup masyarakat yang lebih besar, kesenjangan antara pemeluk agama mayoritas dan minoritas tampak semakin nyata. Seorang kawan saya yang beragama Islam, kebetulan serumah dengan ayah ibunya yang beragama Kristen. Waktu itu, ibu dan komunitasnya hendak mendirikan gereja di desa tempat mereka tinggal.

Mereka ingin mendirikan gereja di tanah warisan salah satu nenek moyangnya. Secara hukum tentu saja mereka berhak melakukan hal tersebut. Tanah itu milik mereka, dan mereka berhak mempergunakannya sebaik mungkin.

Namun, ibu kawan saya itu justru didemo oleh para warga yang beragama Islam. Sebagian pendemo datang sambil membawa tongkat. Kegaduhan terjadi di depan halaman rumah kawan saya. Para pendemo menolak pendirian gereja dengan alasan akan mengganggu ketenangan hidup bermasyarakat.

Menurut mereka, adanya gereja akan menganggu keimanan para warga yang mayoritas muslim. Mereka bersuara nyaring sambil memekikkan takbir bersahutan. Sangat wajar jika muncul kedongkolan di hati ibu kawan saya. Semenjak peristiwa itu, ia merasa sangat benci kepada pemeluk agama Islam. Bisa kita bayangkan bukan bagaimana kesenjangan yang tercipta antara kawan saya dan ibunya yang tinggal serumah?

Negara Menjamin Kebebasan Beragama

Pada akhirnya, gereja gagal mereka dirikan. Komunitas Kristen itu akhirnya hanya berhasil mendirikan rumah yang difungsikan sebagai tempat berkumpul dan beribadah saja.

Mengapa setiap pemeluk agama bersikap eksklusif terhadap kelompoknya? Seolah-olah hanya kelompoknyalah yang penting dan paling layak hidup di dunia. Padahal, negara telah menjamin kebebasan warga negaranya untuk memeluk agama dan beribadah sesuai agama dan kepercayaannya itu.

Orang bersikap eksklusif berharap mendapat pengakuan dari pemeluk agama lain bahwa agama dialah yang paling benar. Bahwa kelompoknyalah yang paling kuat.

Mungkinkah dengan bersikap eksklusif dan intoleran akan membuat pemeluk agama lain kagum? Tentu tidak. Yang ada justru kebencianlah yang akan mengakar di hati mereka.

Mengapa kita seolah-oleh membenci pemeluk agama lain? Membenci orang yang berbeda pilihan dengan kita. Padahal, Allah yang menciptakan perbedaan ini. Andai Allah berkehendak, Dia akan menciptakan semua manusia sama.

Toleransi antar Umat Beragama

Perlu kita ingat pula, salah satu ciri mukmin yang baik dan beriman kepada hari akhir adalah memuliakan tetangga. Tetangga adalah orang yang tinggal di dekat rumah kita. Apapun agama dan kepercayaannya mereka tetap tetangga kita.

Bersikap toleran kepada pemeluk agama lain tidak akan mengurangi kadar keimanan kita. Justru hal itu akan memperkuat rasa persaudaraan antar masyarakat.

Masing-masing pemeluk agama akan merasa nyaman tinggal di rumah dan menunaikan ibadah menurut caranya masing-masing. Tak ada kecurigaan, tak ada kekhawatiran. Semua orang bisa hidup dengan damai. Indonesia rumah bersama, sepertinya harus selalu kita gaungkan dalam setiap acara-acara kemasyarakatan.

Para tokoh agama harusnya jadi orang pertama yang selalu mengingatkan pentingnya toleransi antar umat beragama. Bukan malah jadi provokator jika ada umat agama lain yang hendak beribadah sesuai kepercayaannya.

Terakhir saya ingin mengutip salah satu kalimat Gus Dur. Beliau pernah ditanya apa tanda-tanda kerasnya hati? Gus Dur menjawab, “Saat melihat Gereja, Kau takut imanmu runtuh. ‘Tapi saat membaca Al Quran, tak sedikit pun hatimu tersentuh.” []

Tags: agamagerejamasjidmayoritasMinoritasPerdamaiantoleransi
Rezha Rizqy Novitasary

Rezha Rizqy Novitasary

Guru Biologi SMA, tertarik dengan isu perempuan dan kesetaraan gender. Rezha merupakan peserta Kepenulisan Puan Menulis Vol. 1.

Terkait Posts

Hari Kemerdekaan
Publik

Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

20 Agustus 2025
Kemerdekaan
Publik

Kemerdekaan dan Iman Katolik: Merawat Persaudaraan dalam Kebhinekaan

18 Agustus 2025
Kemerdekaan
Hikmah

Islam dan Kemerdekaan

13 Agustus 2025
Refleksi Ekologi
Personal

Tujuh Renungan Sebelum Makan: Refleksi Ekologi dalam Menyayangi Ibu Bumi

4 Agustus 2025
Keluarga
Hikmah

Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga

2 Agustus 2025
Ibadah Anak Diserang
Publik

Ketika Ibadah Anak Diserang: Di Mana Rasa Aman untuk Minoritas?

31 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Laskar Pelangi

    Kesalingan dalam Laskar Pelangi; Pendidikan Bukan Beban, Tapi Investasi Peradaban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Derajat, Falsifikasi, dan Angka Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Hindun Anisah Torehkan Prestasi Lewat Disertasi tentang Gerakan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masih Bersama, Tapi Mengapa Pernikahan Terasa Hambar?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Keluarga Berencana (KB) sebagai Ikhtiar Mewujudkan Anak yang Sehat dan Berkualitas
  • Kesenjangan Gaji antara DPR dan Rakyat, Amanah atau Kemewahan?
  • Merencanakan Keluarga dengan Program Keluarga Berencana (KB)
  • Derajat, Falsifikasi, dan Angka Pernikahan
  • Menjaga Pola Hidup Sehat Bagi Ibu Hamil

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID