Mubadalah.id – Setahun pandemi, terkadang membawa saya bertanya bagaimana dengan keadaaan ibu-ibu di Kampung Sawah, Sekolah Perempuan Pondok Bambu. Cerita-cerita heroik dari ibu-ibu Sekolah Perempuan masih saya ingat hingga saat ini. Setahun yang lalu sebelum pandemi saya bertemu denga Ibu Rohimah, ketua Sekolah Perempuan Pondok Bambu. Dia selalu bersemangat menceritakan sejumlah perubahan yang dirasakan oleh ibu-ibu. Salah satunya cerita tentang mawar. Ibu-ibu Sekolah Perempuan dikagetkan dengan seorang ibu yang datang ke Rumah Amanah dengan tergopoh.
“Ibu, anak saya diperkosa, dia hamil, saya harus gimana? Saya gak punya BPJS dan gak tau cara ngurusnya,” keluhnya sambil terengah-engah.
Ibu itu sama sekali bukan orang asing. Anaknya yang bernama Mawar (bukan nama sebenarnya), merupakan salah satu anak asuh yang sempat lama menetap di Rumah Amanah sebelum diboyong pergi oleh kedua orangtuanya. Mendengar hal itu, ibu Arisa, ibu Rohimah, dan ibu Mulyati dengan sigap bergerak mendampingi Mawar, dan mengurus keperluan administratif hingga proses persalinan berlangsung.
Dengan sabar ibu-ibu melakukan pembinaan psikologis bagi Mawar, membantu proses check up, dan membantu pembuatan BPJS untuk bersalin. Dengan ini, ibu-ibu Sekolah Perempuan telah menjadi harapan bagi sebuah keluarga untuk menghadapi konflik yang tengah melanda.
Bukan hanya Mawar, masyarakat Kampung Sawah secara umum merasakan perubahan positif atas keberadaan Sekolah Perempuan di kampung mereka. Salah satu hal yang sangat terasa adalah bagaimana rasa kepedulian antar sesama masyarakat Kampung Sawah mengalami peningkatan yang pesat. Kini, semua orang saling mengenal satu sama lain di lingkungan mereka. Santai sore dan duduk bersama menjadi agenda harian warga. Bukan hanya menjadi ajang bergosip, namun juga bertukar pengalaman dan pendapat.
Setelah mengikuti Sekolah Perempuan, ibu-ibu merasa bahwa kualitas obrolan mereka pun kian meningkat. Bukan hanya saling mengenal, masyarakat juga sudah tidak berat untuk mengulurkan bantuan kepada tetangga terdekatnya. Seperti yang terjadi pada momen banjir pada tahun baru di tahun 2020 yang menggenangi beberapa wilayah, RT 02, 03, 10, 11, 13 dan 14, yang mana dampak terparah dirasakan oleh masyarakat di RT 02 dan RT 11 dimana air masuk sampai pada setinggi pinggang orang dewasa. Saat itu, masyarakat dengan wilayah banjir terparah mengungsi ke sekolah terdekat selama dua hari.
Dalam momen tersebut, terekam berbagai cerita menyentuh yang dapat menggambarkan bagaimana kepedulian masyarakat Kampung Sawah saat ini sudah mulai tumbuh. Banyak lansia di Kampung Sawah yang tinggal seorang diri di petak kontrakan yang mungil. Tidak jarang pula, lansia tersebut memiliki keterbatasan fisik dan memengaruhi kapabilitas mereka untuk melakukan aktivitas harian. Ketika banjir melanda di bulan Januari kemarin, sikap kepedulian masyarakat Kampung Sawah benar-benar diuji.
Seperti apa yang dilakukan oleh ibu Muji yang membantu tetangganya untuk keluar dari rumahnya pada saat banjir melanda. Tetangganya, atau yang biasa disebut Pak Tarno adalah seorang lansia yang hidup sendiri dan menderita penyakit kencing manis. Di kakinya terdapat luka terbuka yang cukup besar, dan membuatnya sulit untuk berjalan. Oleh sebab itu, bantuan dari keluarga ibu Muji sangat berarti bagi pak Tarno. Lain lagi dengan Mas Usuf dan istrinya. Hidup bertetangga dengan seorang lansia yang kebetulan sedang di rumah seorang diri, membuat mereka tidak bisa hanya memikirkan diri dan keluarganya saja saat banjir melanda.
Ketika Mas Usuf dan istrinya menengok Nek Emih di rumahnya, ternyata setengah kasur dari Nenek Emih Sudah terendam banjir, dan keadaan nenek Emih Sedang terlentang di kasur kesulitan untuk bangun. Mas Usuf dan istrinya dengan sigap membawa Nek Emih keluar dari rumah dan mengungsi ke sekolah terdekat.
Bukan hanya tingkat kepedulian masyarakat terhadap sesamanya saja yang meningkat, namun juga perubahan pada budaya harian yang mulai terasa signifikan. Salah satu pencapaian besar dari program Sekolah Perempuan adalah pembuatan bank sampah yang kini pengelolaannya telah diambil alih oleh pemprov DKI Jakarta. Bank sampah ini hadir atas hasil dari masukan ibu-ibu Sekolah Perempuan pada Musrembang tahun 2012. Bank sampah ini membawa dampak besar bagi perubahan dalam masyarakat, khususnya dalam budaya buang sampah sembarangan yang saat ini sudah berkurang jauh.
Warga kini sudah tidak punya alasan lagi untuk tidak membuang sampahnya dengan bijak, karena di bank sampah, warga bisa menabung sembari menyetor sampah yang mereka hasilkan. Uang hasil setoran sampah dapat diambil ketika menjelang lebaran, sehingga kini sampah bukan hanya sebagai benda sisa yang tak punya nilai guna, tapi sebagai sesuatu yang menghasilkan. Selain daripada berguna untuk menjaga kebersihan lingkungan, bank sampah ini juga dapat membantu memberdayakan ekonomi warga. []