Mubadalah.id – “Ainun, sampean ndak berangkat kuliah to ?, hari sudah siang begini.”
“Mboten buk’e, hari ini libur, Ainun baru saja selesai melihat film Agora, bagus filmnya bu.”
“Film apa itu nak ? baru dengar ibu.”
“Berkisah tentang kejadian perang dua kaum dengan beda pemahaman di Iskandariyah bu. Film ini juga menceritakan perempuan bernama Hypatia yang dibunuh oleh sekelompok taat agama yang membenci perempuan cerdas apalagi di bidang filsafat, miris sekali pokoknya bu, hihi.” jawab Ainun mengernyitkan wajah, badannya merinding.
“Lahh, sampean semalam bilang sama ibu, katanya ada tulisan tentang perempuan buat dikirim ke media online. Coba kamu tulis perempuan dalam film itu.”
“Ini baru mau Ainun ketik di laptop.”
“Ya sudah, ibu mau ke warung dulu, kamu jangan lupa makan nak, sudah tersedia di meja.” Ibu Ainun beranjak dari kursi meninggalkan putrinya yang terpaku duduk di depan laptop.
“Nggih bue, siap.” Jawab Ainun tersenyum.
Sejenak Ainun mengambil nafas panjang, serapan energi menulis sudah siap diberikan sepenuhnya untuk sebuah karya. Ia membuka catatan sinopsis dari film berjudul Agora, membuka buku berjudul Penghancuran Buku dari Masa ke Masa, dan mengarahkan pointer laptop ke icon bertuliskan Microsoft Word. Tersenyum melihat halaman yang siap menerima arahan dari mesin ketik, Ainun meletakkan jemarinya tepat di papan keyboard. Ia pun mulai mengetik dengan segenap harapan tulisannya dimuat oleh media, dan dibaca oleh khalayak umum.
“Berbicara mengenai filsafat dan tokoh-tokoh terkemuka, tentu sangat jarang dijumpai ahli filsafat dari kalangan perempuan, apalagi Hypatia. Ialah perempuan ahli filsafat pertama yang terlahir di Alexandria atau sekarang lebih dikenal dengan Kota Iskandariyah, Mesir. Hypatia lahir tahun 370 Masehi, merupakan putri dari Theon seorang kepala pustakawan terakhir yang terkenal di Alexandria, sekaligus sarjana yang menghasilkan banyak karya mengenai dunia musik dan ilmu geometri.
Setelah kematian ibunya, Hypatia mendapat pendidikan dari ayahnya langsung, sehingga ia menjadi salah satu murid cerdas di sekolahan terkenal yang bernama School of Neoplatonic. Selama di sekolah, Hypatia mendapatkan pengetahuan tentang matematika, ilmu geometri, ilmu astronomi, serta ilmu di bidang lainnya. Namun hal tersebut dirasa masih kurang bagi Hypatia, ia selalu ingin lebih tahu dan penasaran dengan hal-hal yang memang belum diketahui.
Keingintahuan Hypatia membawanya pada sebuah pemikiran yang cerdas. Ia selalu penasaran dengan ilmu-ilmu astronomi, terkhusus tentang gerakan planet bumi. Suatu ketika, ia menemukan hukum gerakan planet bumi, tentunya penemuan ini terjadi sebelum Kepler dan Galileo kerap disebut namanya. Selain itu, pemikiran ia juga banyak berkecimpung tentang filsafat, yang mana banyak menjadi pertentangan bagi sekelompok penganut agama Kristen.
Tahun 415 Masehi , Hypatia meninggal atas kekejaman sekelompok orang taat agama di bawah pimpinan Petros. Mereka menyerang Hypatia ketika ia sedang dalam perjalanan pulang bersama kuda yang ditumpangi. Kelompok kejam itu menyeret Hypatia ke dalam bangunan kuil kaum Pagan sebelum akhirnya sekarang menjadi gereja. Di sana, Hypatia ditelanjangi dan dibunuh dengan memotong anggota tubuh dari atas hingga bawah.
Referensi : Film Agora (2009), Jurnal Rights Foundation about Hypatia of Alexandria (Vol.34 Tahun 2018).
Enter email, berhasil. “Alhamdulillah…” ucap Ainun lirih setelah mendapat pemberitahuan email jika tulisannya udah terkirim ke email penerbit online. Ia merasa perutnya masih kosong, meski pikiran bahagianya tidak terlihat blong. Beranjaklah Ainun menuju ruang makan, mengambil sepiring nasi, sop ayam kesukaannya, ditambah sambel terasi khas buatan ibunya. Dalam hati Ainun berharap tulisan ini segera dimuat, supaya masyarakat khususnya khalayak pemuda bisa lebih memahami sosok perempuan yang bisa menginspirasi di perkembangan zaman saat ini, salah satunya adalah Hypatia.
***
Ainun menjalani keseharian tanpa banyak mengeluh, meski terkadang menemukan benturan perjalanan yang mengharuskan ia kerap mengambil nafas panjang. Usianya yang menginjak 23 tahun, ditambah kuliah dia yang sudah di penghujung skripsi, dan tuntutan untuk segera lulus.
Benar, Ainun memang memiliki target untuk lulus, tapi jika hanya berfokus pada target tanpa beranjak melakukan suatu hal itu juga percuma. Ia memilih mengimbangi diri untuk menjaga kesehatan dan tidak melupakan target yang sudah ditanggalkan. Lamunan Ainun buyar ketika bunyi panggilan Whatsapp berdering di handphone miliknya.
“Bisma? tumben dia.” Batin Ainun ketika melihat layar hp.
“Halo, Assalamu’alaikum Bisma.” Sapa Ainun dengan wajah tersenyum.
“Walaikumsalam Nun, sehat kau ?”
“Alhamdulillah sehat, eh tumbenan banget telfon, hayo ada kabar apa nih ?”
“Lah belum lihat ini anak pasti, tulisanmu dimuat media nun, barusan aku baca.”
Ainun tersenyum sekaligus kaget “Loh, iya toh? bener nih.”
“Coba cek gih.” Perintah Bisma meyakinkan Ainun.
Tanpa berpikir panjang, Ainun membua website dan menuliskan judul persis seperti yang ia kirim di email. Tertulis disitu “Hypatia : Ahli Filsafat Perempuan Pertama”. Wajahnya tersenyum menandakan bahagia, tulisannya bisa dibaca oleh penjelajah media online.
“Bener bis, matursuwun lo sudah dikasih tahu.”
“Iya sama-sama, bagus tulisanmu, jadi ingat buku karya Haida Baghir dan Gus Ulil.”
“Tentang apa buku itu ?.”
“Judulnya Sains Religius Agama Saintifik : Dua Jalan Mencari Kebenaran.”
“Aku pernah dengar tapi belum membacanya, boleh aku tahu isinya ?.”
“Tentu, aku akan bercerita. Buku tersebut mencoba menceritakan tentang kinerja sains yang menjabarkan hubungan sebab akibat atau pengaruh timbulnya suatu hal. Sains bukan hanya tentang nilai baik dan buruk, indah atau tidak indah, sopan atau tidak sopan, melainkan jabaran tentang benar atau salah suatu hal tersebut. Sains itu netral, yang memberikan arahan jika manusia tetap membutuhkan sains sekaligus tidak bisa lepas juga dari perkara agama. Itu garis besarnya Nun.”
“Jadi antara sains dan agama bisa berjalan berdampingan ya?”
“Menurutku begitu.”
“Mmmm menarik, matursuwun sudah menjelaskan ya.”
“Sama-sama Ainun, ditunggu tulisan lainnya ya.”
“Siap, eh sini ke rumah, buk’e masak sop ayam sama sambel terasi.”
“Lain waktu, kalau aku sudah siap menjadikanmu partner hidupku.” Jawab Bisma dari seberang telepon yang membuat Ainun tercengang. Rupanya Bisma memiliki rasa suka pada Ainun.
“Eh apa barusan bilang?”
“Nggak, besok kapan-kapan aku kesitu deh, sudah dulu ya, mau lanjut sowan ke Makam Mbah Nur Muhammad.”
“Di Magelang ya?”
“Benar, ya sudah ya, assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Jawab Ainun sumringah. []