Mubadalah.id – Ekonomi yang lemah, menjadi titik permasalahan yang sering terjadi dan membuat suasana rumah semakin menegangkan. Suami yang seyogyanya menjadi pelindung, dan mengayomi tapi justru menjadi pembunuh perempuan malang yang mengalami KDRT.
Banyak kasus seorang istri menjadi korban kekerasan oleh suaminya sendiri. Bentuk kezaliman apa pun, Islam melarang perbuatan tersebut termasuk kepada perempuan, istri maupun anak. Kasus dari seorang ibu yang tewas sambil memeluk bayi yang belum genap satu bulan itu, mengalami siksaan karena rasa cemburu yang berlebihan. Kasus tersebut merupakan contoh bahwa femisida itu nyata.
Melansir dari Komnas Perempuan, menjelaskan Femisida itu nyata ada. Ia adalah pembunuhan terhadap perempuan yang terdorong oleh kebencian, rasa dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan dan pandangan yang boleh berbuat sesuka hatinya.
Femisida itu nyata. Ia bukanlah kematian sebagaimana umumnya. Melainkan produk budaya patriarkis dan misoginis yang terjadi baik di ranah privat, komunitas maupun negara. Berdasarkan data PBB, 80% dari pembunuhan terencana terhadap perempuan dilakukan oleh orang terdekatnya.
Nasib Tragis Seorang Ibu
Kejadian yang sangat memilukan dan tragis dari perbuatan KDRT tersebut adalah, seorang ibu yang menahan sakit sambil memeluk bayi yang baru saja lahir ke dunia. Peristiwa tragis ini terjadi di Pati Jawa Tengah. Miris bila kita membayangkan dengan berat hati seorang ibu harus meninggal dan menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggalkan ketiga anaknya yang masih sangat perlu perlindungan dan kasih sayang.
Kita sangat paham bahwa ibu adalah sosok yang begitu istimewa. Bagi semua anak, perempuan yang senantiasa kita panggil ibu, mama, atau umi dan berbagai panggilan sayang seorang anak kepada ibunya. Di mana ia adalah sosok yang begitu mulia dengan kasih sayang yang amat tulus tiada duanya.
Senakal dan seburuk apa pun perilaku buah hatinya, sosok ibu akan selalu ada bersama anak-anaknya. Ia bahkan tak pernah rela meninggalkan anaknya sendirian dengan sengaja.
Kadang kita sulit menerka motif yang dilakukan pelaku KDRT kepada pasangannya. Dalam hal ini korbannya lebih sering adalah perempuan dan anak. Mereka menjadi sasaran kemarahan dengan berbagai alasan sepele.
Memuncaknya amarah, sehingga dapat membutakan mata hati seseorang dan berbuat di luar batas kesadaran. Sehingga kekerasan dalam rumah tangga terjadi. Bahkan pelakunya tidak memperdulikan psikologis anak-anaknya.
Ibu yang memeluk anaknya dengan tubuh kaku, dingin, dan memendam keperihan batin. Namun ia harus tetap tegar di hadapan anak-anaknya. Meski pada akhirnya harus pergi dengan keterpaksaan dan kesakitan. Lalu, bagaimana Islam melihat KDRT?
Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Hal ini kita kenal dengan istilah rahmatan lil ‘alamin, yakni rahmat bagi seluruh alam, baik untuk manusia, hewan, hingga tumbuh-tumbuhan.
Kasus KDRT
Perlu kita ketahui bahwa perasaan benci kepada pasangan juga termasuk dari tindakan KDRT yang banyak terlupakan. Seorang suami memberikan ucapan-ucapan yang menyakitkan hati istri, bersikap kasar, dan terlalu menuntut kesempurnaan dari pasangannya, ini juga merupakan bentuk kezaliman terhadap istri.
Suami terkadang lupa bahwa istri bukanlah bidadari yang memiliki kesempurnaan. Di mana istri juga memiliki kekurangan yang seyogyanya kita harus saling memahami satu sama lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang memiliki arti :
“Dan pergaulilah dengan mereka (istri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka. (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu. Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (Qs. An-Nisa:19).
Pada ayat di atas dapat kita pahami bersama bahwasanya setiap kekurangan dan kelebihan dari pasangan seharusnya sudah siap diterima sebelum maupun sesudah ijab qabul terucapkan. Banyak firman Allah tentang tuntunan dalam berumah tangga dengan tentram. Bahkan Rasulullah juga telah memberikan teladan dalam membina rumah tangga.
Namun kasus ini tetap terus berkembang dan marak di masyarakat. Hal ini tidak terlepas karena tidak menjaga iman dan hati. Oleh sebab itu, perlulah perhatian yang serius terhadap kasus KDRT. Apalagi kasus ibu yang meninggalkan 3 ketiga anaknya yang masih balita. Sungguh mengguncang perasaan perempuan di Indonesia. Banyak perempuan turut merasakan betapa beratnya kehidupan anak-anak akibat korban KDRT.
Tidak Ada Ibu yang Sempurna
Menjadi seorang ibu yang harus bersikap sempurna di depan pasangan dan anak-anak merupakan sebuah tuntutan keadaan. Tidak jarang seorang ibu menahan rasa sakitnya demi tetap bisa memberikan kasih sayang kepada keluarganya.
Di sisi lain, ada seorang lelaki yang berstatus sebagai seorang suami yang seharusnya mengayomi dan bertanggungjawab pada kehidupan rumah tangganya. Sebagai kepala keluarga, suami harus paham terhadap tugas dan kewajiban yang harus ia laksanakan.
Melansir dari Parenting Islami, Islam mengajarkan bahwa:
Pertama suami harus menjadi penjaga dalam keluarganya
Pasangan ini harus sama-sama mempunyai peran yang penting dalam mengendalikan roda kehidupan rumah tangga agar berjalan dengan baik dan terarah.
Kedua, suami harus mencintai isteri dengan baik
Dalam Islam, suami harus memahami bahwa isteri yang ia nikahi memiliki keinginan, kesempatan, dan hasrat agar menjadi lebih baik. Itu sebabnya, bentuk cinta seorang suami dapat ia tunjukkan dengan memotivasi istri agar menjadi seorang muslimah yang Allah perintahkan.
Ketiga, pasangan suami istri bertangung jawab untuk membesarkan anak bersama-sama
Tugas suami dalam pandangan Islam selanjutnya ialah membesarkan anak. Tidak jarang masyarakat pada umumnya mengabaikan hal ini. Suami terkadang enggan untuk mengasuh anak karena masih ada anggapan jika tugas suami hanya mencari nafkah saja.
Padahal pengasuhan anak adalah tanggung jawab bersama. Bahkan suami harus bisa memastikan anak dan istrinya tercukupi nafkah lahir dan batinnya. Jadi sangat tidak masuk akal, jika tanggung jawab pengasuhan diserahkan sepenuhnya kepada seorang isteri tanpa ada bantuan dari suaminya.
Keempat, menjadi suami siaga saat istri sedang hamil
Suami harus menjadi yang selalu siaga ketika isteri hamil. Proses kehamilan sampai melahirkan adalah hal yang sangat luar biasa. Suami tidak boleh mengabaikan hal ini. Tidak ada dalih bahwa semua wanita akan mengalami kehamilan. Dalam Islam, suami wajib merawat istrinya dengan baik sampai melahirkan.
Kelima, suami harus mampu menjaga keluarganya dari siksaan api neraka
Mengajarkan agama kepada keluarga adalah cara seorang suami melindungi istri dan anak-anaknya terhindar dari siksaan api neraka. Terakhir, suami harus mengajak anak dan isteri berkengkrama. Banyak yang menganggap ini adalah hal sepele hingga menghiraukanya.
Padahal perlakuan seperti ini akan membangun bonding yang akan mendekatkan satu dengan yang lainnya, sehingga akan tercipta waktu yang bermanfaat dan berkualitas.
Anak-anak merasa istimewa ketika kedua orangtua mereka meluangkan waktu untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan. Bahkan kegiatan yang sederhana dilakukan bersama-sama dengan keadaan yang bahagia juga akan menciptakan bonding yang kuat, seperti sama-sama membersihkan rumah dll.
Menjadi seorang suami selayaknya menjalani dengan ikhlas begitu juga sebaliknya. Dengan keikhlasan maka akan mendapatkan manfaat duniawi, Selain itu, juga akan mendapatkan pahala yang besar. Membina rumah tangga tidak terlepas dari ujian-ujian permasalahan baik intern dan ekstern.
Pelajaran Penting dalam Membina Rumah Tangga
Ujian Allah berikan kepada hamba-Nya tidak lain ialah sebagai litta’dib (pelajaran/pendidikan). Pada akhirnya jika kita mampu melewati berbagai ujian tersebut maka kita akan menjadi orang-orang yang semakin bertakwa kepada Allah SWT.
Kasus KDRT seorang ibu yang meninggal sambil memeluk anak bungsunya, dan kedua anak yang masih balita, semoga dapat menjadi i’tibar dalam membina rumah tangga. Anak adalah generasi yang menjadi harapan agama dan bangsa. Sehingga sebagai orangtua yang telah diberikan tanggung jawab oleh Allah untuk dapat memberikan pendidikan, kasih sayang serta perlindungan adalah kewajiban setiap orangtua.
Oleh sebab itu dalam menjalani biduk rumah tangga perlulah untuk selalu menjaga hati agar tidak tersulut amarah, menjaga pandangan, dan menjaga kestabilan ekonomi. Sehingga jika hal-hal tersebut dapat kita jaga, maka ketaqwaan kepada Allah akan mudah untuk digapai dalam membina rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. []