Mubadalah.id – Mengikuti perkembangan zaman, ide konten yang media sosial sajikan semakin beragam. Akhir-akhir ini, saya tertarik mengamati unggahan Rachel Venya saat mempersiapkan bekal makan untuk anaknya yang masih sekolah.
Melalui akun TikTok pribadinya, Rachel Venya membagikan momen bahagia menyiapkan bekal makanan menyerupai karakter unik dan lucu. Aksinya tersebut banjir respon positif dari para netizen. Komentar “wah, inspirasi buat ayah bunda, nih”, “mau ikutan, ah”, atau “wow, keren!” terus meluncur di kolom komentar videonya.
Unggahan tersebut mengingatkan saya ketika pagi-pagi berdampingan dengan siswa yang berangkat sekolah. Saya melihat, para siswa membawa bekal lengkap dengan lauk dan kudapan buah. Mereka juga menenteng botol minum yang bisa diisi ulang dengan air putih.
Tujuan orang tua membawakan bekal ke sekolah bisa menjamin makanan yang dikonsumsi anak memenuhi empat sehat lima sempurna. Belum tentu, semua orang tua menyadari jika kebiasaan tersebut dapat membuat anak jaga bumi sejak dini. Yakni dengan mengurangi sampah yang ada di sekitar kita.
Bumi kita sekarang sudah darurat sampah. Pada 2019, Indonesia menjadi negara yang menghasilkan sampah terbesar di dunia setelah Arab Saudi. Mayoritas sampah plastik berkisar 18,55%. Angka cukup besar bagi kesehatan bumi yang mulai terkikis.
Timbunan sampah yang tak teratasi dengan baik dapat berakibat buruk pada lingkungan dan kesehatan masyarakat termasuk anak-anak.
Tak Jarang, Sekolah Menjadi Penyumbang Sampah Cukup Banyak
Sekolah merupakan tempat berkumpulnya anak-anak belajar sekaligus peluang para penjaja datang menjual segala macam jajanan. Hampir semua penjual menyediakan jajan yang terbungkus menggunakan plastik.
Kejadian tersebut juga sering terlihat di sekolah, depan rumah saya. Saban hari, lima sampai sepuluh orang datang menjual makanan segala macam jenis yang cocok dengan uang saku anak-anak menggunakan gerobak motor.
Dan, saya mengamati, semua jajanan terbungkus menggunakan plastik. Di sekolah, satu hari bisa menghasilkan ratusan sampah, apalagi satu bulan, satu tahun, atau seterusnya? Duh, mengerikan.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2019, dari 68 juta ton sampah, sekolah menyumbang sebesar 6% sampah plastik. Angka kecil bagi manusia, akan tetapi angka tersebut cukup darurat dan memiliki dampak negatif bagi kesehatan bumi.
Plastik termasuk sampah yang sulit terurai dan bisa tinggal di bumi secara abadi. Alih-alih menghilangkan jejak sampah plastik, kebiasaan masyarakat membakar sampah yang terus dilakukan justru bisa meningkatkan pemanasan global.
Dampak negatif terus mengalami peningkatan menandakan bahwa sudah saatnya sekolah turut berkontribusi mencegah kerusakan bumi akibat ulah manusia.
Meski sudah tersedia bak sampah di setiap sudut sekolah, penanggulangan sampah tidak cukup jika hanya membuang sampah pada tempatnya saja. Upaya-upaya mengurangi sampah harus kita gencarkan agar siswa memiliki empati kepada bumi.
Sounding Anak Jaga Bumi Sejak Dini
Anak-anak adalah masa depan yang meneruskan perjuangan kita merawat bumi. Langkah mereka sebagian besar bersumber dari cara mereka mengamati orang dewasa yang memberikan contoh perilaku bermanfaat. Misalnya, dengan gaya hidup minim sampah.
Perilaku hidup minim sampah sejak dini kuncinya ada pada orang tua atau orang dewasa di sekitar anak-anak. Beberapa cara bisa kita lakukan dengan menciptakan inovasi dari kebiasaan anak ke sekolah. Kita ambil saja contohnya dengan membawakan mereka bekal ke sekolah.
Biasanya, anak menyukai karakter unik dan lucu. Bisa kartun, alam, atau permainan setiap hari. Beberapa objek tersebut bisa menjadi referensi orang tua untuk mengembangkan model unik nasi dan lauk bekal sekolah. Selain agar semangat menghabiskan makanan, anak juga terbiasa meminimalisir sampah.
Benar saja, kebiasaan yang Rachel Venya lakukan setiap pagi menjadi energi positif para orang tua untuk membawakan bekal anak ke sekolah. Apalagi, jika kita selipkan pengetahuan dasar agar tidak membuang sampah sembarangan atau jajan menggunakan alat makan yang dibawa dari rumah, daya kritis anak untuk mencintai bumi semakin meningkat.
Habit sejak dini yang konsisten dan sikap kritis yang baik, mampu mengantarkan anak menjadi generasi cerdas dan peduli lingkungan. Sejak kecil, mereka terbiasa hidup minim sampah. Saat dewasa, mereka bergerak mengkampanyekan cara manusia bertanggung jawab terhadap nasib bumi yang semakin tua. Selain itu, mereka turut menyampaikan pesan agama yang diajarkan kepada umatnya.
Rasulullah Mengajak Umat Merawat Bumi
Islam sangat memperhatikan kemaslahatan alam semesta, terutama kemaslahatan yang berdampak luas bagi siklus kehidupan. Seluruh manusia mempunyai tanggung jawab menjaga kemaslahatan bumi. Yaitu, dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi lingkungan, sekaligus menghindari perilaku negatif.
Prof. Quraish Shihab melalui bukunya yang berjudul Kisah dan Hikmah Kehidupan, mengatakan bahwa sebelum dunia mengenal istilah ‘kelestarian lingkungan’, Rasulullah sang manusia agung telah menganjurkan manusia untuk hidup bersahabat dengan alam.
Tidak mengenal istilah penundukan alam dalam ajarannya, karena istilah ini dapat mengantarkan manusia kepada sikap sewenang-wenang, penumpukan tanpa batas tanpa pertimbangan pada asas kebutuhan yang diperlukan.
Kita patut mengikuti jejak yang diajarkan Rasulullah untuk bersahabat dengan alam melalui cara-cara saban hari. Hal tersebut bisa kita tanamkan mulai dari anak-anak, dewasa, bahkan orang tua. []