Minggu, 21 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kepemimpinan Perempuan dalam

    Penyempitan Ruang Kepemimpinan Perempuan Setelah Wafatnya Rasulullah Saw

    Catatan Kaki

    Perempuan Bukan ‘Catatan Kaki’ dalam Kehidupan

    Keulamaan Perempuan dalam

    Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam

    Ibu Pertiwi

    Merawat Bumi, Merawat Ibu Pertiwi

    Kepemimpinan Perempuan

    Kepemimpinan Perempuan dalam Al-Qur’an

    KUPI

    KUPI adalah Kita; Tentang Keulamaan sebagai Nilai

    Martabat Kemanusiaan

    Al-Qur’an Menegaskan Martabat Kemanusiaan Laki-Laki dan Perempuan

    Korban Bencana

    Ketika Korban Bencana Terpaksa Menjadi Pahlawan

    Kepemimpinan Perempuan

    Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kepemimpinan Perempuan dalam

    Penyempitan Ruang Kepemimpinan Perempuan Setelah Wafatnya Rasulullah Saw

    Catatan Kaki

    Perempuan Bukan ‘Catatan Kaki’ dalam Kehidupan

    Keulamaan Perempuan dalam

    Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam

    Ibu Pertiwi

    Merawat Bumi, Merawat Ibu Pertiwi

    Kepemimpinan Perempuan

    Kepemimpinan Perempuan dalam Al-Qur’an

    KUPI

    KUPI adalah Kita; Tentang Keulamaan sebagai Nilai

    Martabat Kemanusiaan

    Al-Qur’an Menegaskan Martabat Kemanusiaan Laki-Laki dan Perempuan

    Korban Bencana

    Ketika Korban Bencana Terpaksa Menjadi Pahlawan

    Kepemimpinan Perempuan

    Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

Dengan berdalih demi menjadi perempuan yang sempurna, berbagai tuntutan yang tak mungkin tergapai dibebankan kepada perempuan yang tidak sempurna

Rezha Rizqy Novitasary Rezha Rizqy Novitasary
29 Juni 2022
in Personal
0
Perempuan yang tidak sempurna

Perempuan yang tidak sempurna

372
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebagai seorang perempuan yang tumbuh dalam masyarakat patriarkal, seringkali kita mendapatkan kritikan yang begitu tajam. Kritikan itu biasanya datang dari orang-orang terdekat seperti sanak saudara dan teman sepantaran, Dengan berdalih demi menjadi perempuan yang sempurna, berbagai tuntutan yang tak mungkin tergapai terbebankan kepada perempuan yang tidak sempurna.

Tuntutan-tuntutan yang terbebankan oleh masyarakat itu misalnya adalah standar cantik yang berpatokan pada kriteria fisik. Ketika wajah seorang perempuan berjerawat akan mendapat cemooh dan kita tuduh jorok. Seorang perempuan yang berambut keriting atau ikal dianggap tidak bisa merapikan rambut. Jika suatu saat tubuh perempuan sedikit saja mengalami kenaikan berat badan dari berat badan ideal, ia akan mendapat dorongan untuk mengurangi porsi makan dan mulai berolahraga.

Keadaan itu turut diamini oleh industri kosmetik. Dalam iklan produk kecantikan, modelnya adalah seorang perempuan yang ciri fisiknya sudah dari sananya ‘sempurna’. Saya mengatakan sudah dari sananya sempurna. Karena tentu saja produk kecantikan itu tidak dapat mengubah perempuan berkulit gelap menjadi berkulit terang.

Mitos Standar Kecantikan Perempuan

Perempuan dalam iklan produk kosmetik itu umumnya berambut lurus, berkulit putih, dan memiliki tubuh ideal. Hal itu menguatkan pendapat masyarakat bahwa orang-orang yang tidak cantik adalah kelompok minoritas.
Suatu kali saya pergi saya ke salon untuk creambath dan cuci rambut. Salah satu pegawai salon yang menangani pelanggan berambut keriting, menawarkan sesuatu.  Pegawai salon itu berkata, “Mau di smoothing, Kak? Biar cantik.” Padahal bagi saya, kakak itu sudah cantik.

Tentu saja hal ini menjadi beban bagi perempuan-perempuan yang memiliki rambut tidak lurus. Mereka merasa tidak cantik dan tidak sempurna. Sebagian yang kepercayaan diri dia tergerus akhirnya memutuskan untuk meluruskan rambutnya.

Meskipun saya tak memungkiri, ada juga perempuan yang memutuskan meluruskan rambutnya hanya demi kesenangan semata. Bukan untuk memenuhi standar cantik. Akan tetapi, setelah meluruskan rambutnya, tak jarang mereka merasa lebih cantik dari sebelumnya dan ingin menunjukkan perubahan tersebut kepada kawan terdekatnya.

Tak hanya itu, tuntutan masyarakat patriarkal juga berkubang pada usia yang anggapannya sudah harus menikah atau sudah seharusnya punya anak. Maka perempuan-perempuan yang masih lajang saat berada di usia menikah akan dianggap aneh dan tidak normal.

Sebagian dari mereka berhasil melewati lorong yang mengerikan itu. Lalu memilih menjalani hidup dengan gembira. Mereka bangkit dan memiliki keyakinan. Keputusan menikah bukan hanya bergantung pada berapa usia mereka atau ketika kawan-kawan mereka sudah menikah.

Stigma yang Menghantui Kehidupan Perempuan

Seperti yang diungkapkan oleh Ester Lianawati dalam buku Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan. Ia akan menikah atas keinginan pribadinya, karena menganggap sudah siap, sudah menemukan pasangan yang dengannya dapat menjalin hubungan yang setara.

Sebagian masih berjuang dalam lorong gelap dan penuh tanda tanya itu. Mereka terus membebani diri untuk segera menikah demi memenuhi tuntutan masyarakat. Namun, di dalam hatinya ia juga menyadari bahwa ia belum sepenuhnya siap untuk menikah. Atau ia belum begitu yakin dengan calon pasangan yang ia temui.

Sebagian lagi memutuskan untuk mengakhiri masa lajang dengan hati yang masih bimbang. Mereka tahu bahwa ia belum siap memasuki pernikahan. Mereka belum begitu yakin dengan pasangannya. Belum punya ilmu tentang pernikahan dan pengasuhan anak. Mereka memutuskan melangkah hanya karena merasa sudah saatnya menikah, kawan-kawannya sudah menikah, atau daripada tak kunjung mendapat pasangan.

Kelak setelah memasuki pernikahan, tuntutan akan kesempurnaan perempuan semakin besar. Masyarakat patriarkal menganggap seorang perempuan terkatakan sempurna bila berhasil hamil. Akibatnya, pasangan yang tak kunjung memiliki anak di beberapa tahun awal pernikahannya akan merasa tertekan.

Kelak jika perempuan melahirkan dengan operasi, masyarakat akan menganggapnya belum menjadi ibu yang sempurna. Ketika ia tak bisa memberikan ASI dalam jangka waktu dua tahun, masyarakat akan mencibirnya. Ketika anak-anaknya mengalami masalah dalam pertumbuhan dan perkembangannya, seorang ibu lagi-lagi dianggap tidak berhasil.

Belum lagi jika berbicara tentang stigma ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Tentunya akan semakin panjang lagi penjabarannyan. Begitulah, tuntutan dalam masyarakat patriarkal kepada perempuan tak akan ada habisnya.
Jika seorang perempuan memutuskan untuk melangkah demi menyenangkan masyarakat dan menepis cemoohan mereka, mungkin saja ia akan terbiasa dengan pola hidup seperti ini.

Ia akan menormalisasi pola tuntutan yang dibebankan kepada perempuan. Sehingga tak jarang kita mendengar orang tua-orang tua kita yang berkata, “Jadi perempuan ya harus begitu.” Lalu sederet tuntutan fisik, status, maupun perilaku kan mengikutinya. Padahal terlahir sebagai perempuan tak membuat mereka otomatis ‘sempurna’ sesuai tuntutan masyarakat.

Jika sudah begitu, siklus masyarakat patriarkal akan berlanjut hingga generasi-generasi berikutnya. Akibatnya, perempuan-perempuan akan terus tumbuh dalam lingkaran beban mitos kesempurnaan yang tak mungkin tergapai. Menormalisasi hal itu, lalu melanjutkannya kepada anak cucunya.

Menerima Diri Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk mencegahnya? Berhenti saat ini juga. Ya, kita harus berhenti menjadi perempuan yang menyenangkan masyarakat patriarkal. Kita tak perlu menjadi sempurna sesuai tuntutan mitos kesempurnaan, yang memang tak pernah mungkin tergapai. Bebaskan diri sari semua beban itu.

Kita tak perlu merasa resah jika kita dianggap tidak cantik. Cemas saat memasuki usia kepala tiga dengan status lajang. Berkecil hati andai di tahun awal pernikahan belum terkaruniai momongan. Kita hanya perlu menerima berbagai ketidaksempurnaan yang ada dalam diri kita. Menyadari bahwa kita hanyalah manusia dengan segala ketidaksempurnaannya.

Jika kita telah mampu menerima ketidaksempurnaan dan berhenti menuntut diri agar dapat mengikuti tuntutan mitos kesempurnaan, kita akan jadi perempuan yang lebih bahagia. Kelak kita juga tidak akan memandang sebelah mata kepada perempuan lain dengan segala ketidaksempurnaannya.

Suatu saat ketika kita merasa ‘beruntung’ dapat menjadi perempuan ‘sempurna’, kita tak akan berbangga hati. Apalagi mencibir perempuan yang menurut kita ‘tidak sempurna’. Sebab tentu saja selain menyakiti hati perempuan lain, hal itu hanya akan melanggengkan budaya patriarkal dalam masyarakat kita.

Perempuan hendaknya tidak melakukan sesuatu hanya berdasarkan penilaian orang lain (masyarakat). Sebagai perempuan kita perlu membebaskan diri dari penilaian-penilaian ini. Jika kita sendiri sudah menjadi perempuan bebas, kita dapat membebaskan orang lain. (Ester Lianawati dalam buku Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan). []

Tags: Kesehatan Mentalmitos kesempurnaanmitos standar kecantikanperempuanPsikologi RemajaSelf Love
Rezha Rizqy Novitasary

Rezha Rizqy Novitasary

Guru Biologi SMA, tertarik dengan isu perempuan dan kesetaraan gender. Rezha merupakan peserta Kepenulisan Puan Menulis Vol. 1.

Terkait Posts

Kepemimpinan Perempuan dalam
Publik

Penyempitan Ruang Kepemimpinan Perempuan Setelah Wafatnya Rasulullah Saw

20 Desember 2025
Keulamaan Perempuan dalam
Publik

Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam

20 Desember 2025
Kepemimpinan Perempuan
Publik

Kepemimpinan Perempuan dalam Al-Qur’an

20 Desember 2025
KUPI
Publik

KUPI adalah Kita; Tentang Keulamaan sebagai Nilai

20 Desember 2025
Martabat Kemanusiaan
Publik

Al-Qur’an Menegaskan Martabat Kemanusiaan Laki-Laki dan Perempuan

20 Desember 2025
Kepemimpinan Perempuan
Publik

Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

19 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kepemimpinan Perempuan

    Kepemimpinan Perempuan dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI adalah Kita; Tentang Keulamaan sebagai Nilai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Bumi, Merawat Ibu Pertiwi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Al-Qur’an Menegaskan Martabat Kemanusiaan Laki-Laki dan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Film In Your Dream: Apakah Benar Anak Pertama Dilahirkan untuk Selalu Kuat?
  • Penyempitan Ruang Kepemimpinan Perempuan Setelah Wafatnya Rasulullah Saw
  • Perempuan Bukan ‘Catatan Kaki’ dalam Kehidupan
  • Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam
  • Merawat Bumi, Merawat Ibu Pertiwi

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID