• Login
  • Register
Minggu, 25 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Tokoh Hermeneutika Indonesia, Inilah Sosok Kiai Sahiron Syamsudin

Baru-baru ini, channel Meet and Great UIN Sunan Kalijaga yang dipandu oleh Prof. Al-Makin yang merupakan rektor kampus tersebut, me-release perbincangan Prof. Al-Makin dengan Kiai Sahiron

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
17/06/2022
in Figur
0
Tokoh Hermeneutika

Tokoh Hermeneutika

990
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Penikmat kajian Tafsir tentu tidak asing dengan julukan Tokoh Hermeneutika yang melekat pada Kiai Sahiron Syamsuddin. Adalah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tempat dimana Kiai Sahiron menginternalisasi teori hermeneutika. Kajian hermeneutika syarat akan embel-embel Bible milik umat Kristen sehingga keberadaannya dianggap sebagai metode yang akan mengacaukan dan menyesatkan jika diterapkan dalam Al-Qur’an.

Sekitar sebulan yang lalu, Kiai Sahiron mendapatkan gelar profesornya dalam bidang Ilmu Tafsir. Banyak kalangan telah memanfaatkan kepakaran Tokoh Hermeneutika Kiai Sahiron dalam bidang Tafsir. Tidak hanya di lingkungan akademik sebagai proses lahir dan berkembangnya ilmu pengetahuan namun juga di kancah negara sebagaimana kita ketahui kehadiran Kiai Sahiron sebagai saksi ahli dalam kasus Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaj Purnama.

Baru-baru ini, channel Meet and Great UIN Sunan Kalijaga yang dipandu oleh Prof. Al-Makin yang merupakan rektor kampus tersebut, me-release perbincangan Prof. Al-Makin dengan Kiai Sahiron. Ada hal-hal menarik dalam pembahasan, dan perbincangan kedua tokoh ini mulai pendidikan, pemikiran hingga persahabatan antar keduanya.

Kiai Sahiron lahir di Cirebon tepatnya desa Panembahan. Pendidikan masa kecil tokoh Hermeneutika ini memulainya dari Pendidikan SD pada pagi hari dan pendidikan Diniyah di sore hari. Ia menempuh Pendidikan menengah dan atas di Mts-MA Babakan Ciwaringin Cirebon mulai tahun 1981 hingga 1987.

Dalam proses pendidikan tokoh Hermeneutika ini, Kiai Sahiron mendapatkan ilmu alat (grammer) seperti Nahwu Sharaf dengan membuat modal studi tahap selanjutnya. Selanjutnya, pada tahun 1987 menempuh S-1 Tafsir Hadis di Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, berlanjut S-2 di Kanada dan S-3 di Jerman dengan mengambil tugas akhir terkait Tafsir.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Tafsir Ayat Soal Kepemimpinan Perempuan

Mengenal Metode Penafsiran Tokoh Hermeneutika

Dalam video berdurasi 42 menit 25 detik tersebut, Kiai Sahiron mengulas tentang metode penafsiran. Kiai Sahiron memulai pembahasan dengan menyebutkan tiga madzhab besar tafsir di masa kontemporer. Pertama, Quasi Objectivis Conservative adalah madzhab yang mempunyai pandangan bahwa seseorang memahami ayat suci Al-Qur’an harus menggali original meaning dengan berbagai analisis. Makna original meaning tersebut dipertahankan (conserve) hingga masa kontemporer.

Melalui video tersebut, Kiai  Sahiron memberikan contoh QS. An-Nisa ayat 3. Makna tekstual (original meaning) dari ayat tersebut untuk menikah dua, tiga, atau empat masih hingga sekarang.

Madzhab kedua, Quasi Objektivis Progresive. Berbeda dengan madzhab pertama yang tetap mempertahankan makna original, madzhab kedua ini tidak harus mempertahankan makna original tetapi lebih kepada aspek Maqasidul Qur’an (tujuan yang sesuai dalam Al-Qur’an). Dalam QS. An-Nisa’ ayat 3 tersebut, Maqasid yang menunjukkan Al-Qur’an adalah memperhatikan anak yatim.

Hal ini terbukti dari rangkaian ayat sebelum sampai pada “menikahlah satu, dua, atau tiga, terdapat narasi; “fa’in khiftum an-laa tuqsitu fil yatama” (maka jika kamu takut tidak akan berlaku adil kepada anak yatim). Maqasid kedua yaitu bahwa Al-Qur’an mengajari tentang keadilan dalam keluarga sebagaimana narasi; “fa’in khiftum an-laa ta’dilu fawaahidah” (maka jika kamu takut tidak akan berlaku adil maka monogami-lah.

Dalam ayat ini, meskipun ada pelarangan poligami (haram) tapi kita perlu memahami apakah seseorang concern untuk mempraktekkan sesuai Maqasidul Qur’an atau tidak.

Dalam perbincangan ini juga ada penjelasaan tentang penggunaan kata Maqasid yang secara filosofis menggunakan kajian Al-Qur’an. Maqasid merupakan tujuan di balik (beyond) sebuah ayat yang menghasilkan sebuah pemaknaan dan tindakan. Maqasid dalam kajian fiqh seringkali familiar dengan penyebutan ‘illat yaitu sesuatu yang darinya tersebut, hukum menjadi berlaku.

Terakhir adalah Madzhab Subjektifis yang merupakan madzhab yang menafsirkan Al-Qur’an dengan tidak menggunakan original meaning tetapi mengembangkan pemaknaan untuk konteks kekinian dengan tanpa merujuk masa lalu.

Kelahiran teori Makna Cum Maghza dari Tokoh Hermeneutika Indonesia

Selain memberikan pengantar tersebut, hal pembahasan penting dalam perbincangan ini adalah kelahiran teori penafsiran tokoh Hermeneutika Kiai Sahiron. Jika kita mengenal Kiai Faqihuddin Abdul Kodir dengan masterpiece teori Mubadalahnya, maka kita perlu juga mengenal Kiai Sahiron Syamsudidin dengan masterpiece teori “Makna cum Maghza”.

Dalam pendekatan Kiai Sahiron mengajukan ini, seorang penafsir dituntut untuk melakukan tiga pendekatan. Pertama, Al-Makna At-Tarikhi (makna historis) lafal Al-Qur’an dengan melalui serangkaian metodologi. Kedua, Al-Maghza At-Tarikhi (signifikansi) ayat Qur’an. ketiga Al-Mutaharik Al-Mu’asshir (signifikansi ayat di masa sekarang).

Untuk menjelaskan teorinya tersebut, Kiai Sahiron memberikan contoh kata auliya’ dalam QS. Al-Maidah ayat 51. Al-Makna At-Tarikhi (makna historis) dari kata auliya’ bisa menelusuri dalam kitab Lisanul ‘Arab terdiri dari 3 huruf و – ل – ت yang memiliki dua masdar yaitu al-walayah yang berarti qurbah (kedekatan) dengan isim fail berupa al-waliy yang jika menjamak menjadi auliya’. Masdar kedua yaitu al-wilayah berarti sulton (power) dengan isim failnya berupa al-waaliy yang jika dijamakkan menjadi al-wulaat.

Masdar kedua inilah yang bermakna sebagai pemimpin. Selain dari Lisanul ‘Arab, penelusuran kata auliya’ juga bisa dengan cara intertekstualitas melalui persamaan dengan teks-teks yang ada pada Al-Qur’an dan Hadis.

Setelah menemukan Al-Makna At-Tarikhi, maka harus melanjutkan pada penemuan Al-Maghza At-Tarikhi (signifikansi). Kata auliya’ jika berhenti pada pemaknaan Al-Makna At-Tarikhi maka akan menimbulkan makna yang kacau; Islam mengganggap tidak toleran kepada umat lain. Oleh karena itu perlu melihat maqashid dari ayat tersebut melalui konteks yang terjadi pada masa tersebut di mana saat itu ada oknum Yahudi yang menghianati Rasulullah.

Maka pemaknaan QS. Al-Maidah ayat 51 seharusnya bukan tertuju apada auliya’ tetapi ketidakbolehan seseorang mempercayai orang yang berkhianat. Dari penarikan makna konteks dulu tersebut, maka dengan demikian Al-Mutaharik Al-Mu’asshir (signifikansi ayat di masa sekarang) yang lahir adalah ketidakbolehan seseorang melakukan perbuatan pengkhianatan.

Persahabatan Ala Aristoteles

Di penghujung perbincangan, Prof. Al-Makin dan Kiai Sahiron bercerita tentang persahabatan yang terjalin antar keduanya. Bukan pemikir hebat jika setiap ucapannya tidak mengandung hikmah ilmu pengetahuan. Dalam membicarakan persahabatan, keduanya mengutarakan konsep persahabatan Aristoteles.

Menurut Aristoteles, ada tiga konsep persahabatan; pleasure (untuk bersenang-senang), utility (karena saling menguntungkan), dan virtue (tulus). Dengan saling melengkapi definisi tersebut, keduanya sepakat mengamini konsep persahabatan mereka adalah konsep persahabatan ketiga yaitu persahabatan by virtue (tanpa kepentingan apapun). []

Tags: AristotelesfilsafatFilsufMetode TafsirtafsirTokoh Hermeneutika
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

Hj. Biyati Ahwarumi

Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

23 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Laku Tasawuf

    Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan
  • Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an
  • Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum
  • Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version