Sabtu, 16 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

    Gerakan Ekofeminisme

    Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    Najwa Shihab

    Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    Menanamkan Tauhid

    Begini Cara Menanamkan Tauhid pada Anak di Era Modern

    Kasus di Pati

    Belajar dari Kasus di Pati; Dear Para Pemimpin, Berhati Lemah Lembutlah

    Perjalanan Spiritual

    Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

    Perselingkuhan

    Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

    Pernikahan Sah

    Tanpa Pernikahan Sah, Begini Cara Tanggung Jawab pada Anak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

    Anak Teman

    Memahami Cara Anak Memilih Teman dari Kecil hingga Dewasa

    Kemerdekaan

    Islam dan Kemerdekaan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

    Gerakan Ekofeminisme

    Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    Najwa Shihab

    Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    Menanamkan Tauhid

    Begini Cara Menanamkan Tauhid pada Anak di Era Modern

    Kasus di Pati

    Belajar dari Kasus di Pati; Dear Para Pemimpin, Berhati Lemah Lembutlah

    Perjalanan Spiritual

    Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

    Perselingkuhan

    Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

    Pernikahan Sah

    Tanpa Pernikahan Sah, Begini Cara Tanggung Jawab pada Anak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

    Anak Teman

    Memahami Cara Anak Memilih Teman dari Kecil hingga Dewasa

    Kemerdekaan

    Islam dan Kemerdekaan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Tuhan Menyayangi Perempuan: Melihat Maksud Tuhan Di Balik Kodrat Haid

Biarlah perempuan yang berijtihad untuk dirinya sendiri, karena ia yang paling tahu apa yang paling dibutuhkan

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
3 Oktober 2024
in Personal
0
Kodrat Haid

Kodrat Haid

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ajaran agama Islam tidak berpihak pada perempuan. Demikianlah klaim Barat atas realita umum yang para perempuan Muslim alami dalam berbagai budaya masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia. Klaim tersebut dapat disanggah oleh para intelektual Muslim kontemporer dengan pendekatan-pendekatan yang menjadi keahliannya, seperti tafsir, sosio-historis, tasawuf, dan lain sebagainya.

Realita diskriminasi yang terpotret oleh Barat tidak sepenuhnya keliru, karena masih terdapat dominasi budaya patriarki dalam pemaknaan teks syariat. Selain itu juga implementasinya dalam konteks kehidupan sebagian besar masyarakat Muslim.

Perempuan dalam budaya patriarki ditempatkan sebagai subjek kedua, objek seksual, pelengkap kehidupan laki-laki, dan tidak memiliki ruang kemerdekaan sebagaimana laki-laki. Perspektif adil gender yang tidak para pembaca literatur keagamaan (mubaligh, dai, penceramah) miliki, juga menjadi salah satu faktor pelanggengan budaya patriarki tersebut.

Sebut saja bagaimana isu poligami, domestikasi perempuan, sunat perempuan, atau intervensi pakaian masih merajalela dengan segala dampak buruknya bagi perempuan, baik secara fisik dan juga mental.

Selama isu-isu tersebut masih kita baca secara tekstual, rigid, dan tidak kita sesuaikan dengan kondisi kontemporer, maka teks-teks keagamaan akan selamanya menjadi donatur utama diskriminasi terhadap perempuan. Alih-alih menjadi alternatif jawaban kehidupan yang rahmatan.

Isu Haid

Di antara banyak isu yang dapat kita kaji dalam ruang agama dan perempuan, isu kodrat haid adalah isu yang menarik perhatian penulis. Perlu penulis tegaskan, diksi haid dalam literatur Fikih memiliki persamaan dan perbedaan dengan diksi menstruasi dalam ilmu kesehatan.

Penulis pernah mengulik hal ini dengan melakukan kajian teks juga observasi terhadap pengalaman perempuan yang berbeda-beda. Di mana secara garis besar menyimpulkan, bahwa haid dalam kajian Fikih adalah: pertama, darah yang keluar dari rahim perempuan yang sehat pada usia tertentu. Pada pemaknaan ini, haid sama dengan menstruasi.

Kedua, darah yang keluar dari rahim perempuan yang hamil dan telah mencapai kurun waktu 24 jam, sehari semalam. Pemaknaan kedua ini adalah pemaknaan yang menunjukkan alangkah humanisnya ajaran agama Islam yang mempertimbangkan pengalaman biologis perempuan.

Secara ilmu kesehatan, sangat mustahil perempuan hamil mengalami menstruasi, karena sel telurnya telah terbuahi. Akan tetapi, perempuan hamil sangat mungkin mengalami haid, yakni ketika ia mengalami pendarahan yang memenuhi jangka waktu 24 jam.

Oleh karena itu, haid dalam kondisi ini adalah takhfifan, keringanan bagi para perempuan hamil untuk boleh tidak melaksanakan ibadah-ibadah yang sifatnya fardlu ‘ain. Seperti salat dan puasa; takhfifan ini diformulasikan -Imam Syafii khususnya- sebagai respon atas kondisi kehamilan tiap perempuan yang tidak sama. Tujuannya agar kewajiban-kewajiban syariat tidak membebani mereka dalam kondisi darurat yang dapat mempertaruhkan nyawa di dalamnya.

Bukan Tanda Lemah Akal

Lagi-lagi, haid bukanlah tanda lemah (akal dan agama) dan kotornya (fisik) perempuan. Melainkan bentuk dari cinta Tuhan dalam proses keberlangsungan kehidupan generasi selanjutnya.

Seandainya kita membaca teks ini secara tekstual, maka teks agama akan selalu terbentur dengan sains yang berkemajuan, seolah-olah teks agama sangat terbelakang. Menjadi hal berbeda saat kita membacanya dengan memberikan sentuhan perspektif gender berdasarkan pengalaman perempuan.

Maka kita akan menemukan banyak pengetahuan yang mencerahkan, tentang bagaimana kerasnya ikhtiar para mujtahid akbar tersebut dalam merumuskan fatwa. Yakni tentang komprehensifnya literatur terdahulu yang dapat kita jadikan yurisprudensi sepanjang zaman. Lalu tentang tantangan bagi penyampai teks keagamaan di era sekarang untuk memiliki kemampuan mengalih-bahasakan literatur keislaman, agar memiliki spirit adil gender, juga sinergitas terhadap ilmu pengetahuan.

Jika telah demikian, agama bukanlah dogma yang isinya tentang tahayul dan ancaman menakutkan, melainkan tentang pengetahuan kehidupan yang selalu kita cari-cari dan kita butuhkan, bukan ditinggalkan.

Hal serupa untuk kasus yang berkelindan dengan kodrat haid, yakni tentang isu kuku dan rambut perempuan. Apakah wajib untuk kita kumpulkan dan kita sucikan bebarengan saat mandi besar, atau tidak wajib untuk melakukan itu.

Tentu penulis tidak akan menuliskan panjang lebar terkait teks-teks khilafiyah/perbedaan pendapat di dalamnya, karena membutuhkan halaman yang tidak sedikit untuk membincangnya. Dalam tulisan ini penulis hanya ingin menuliskan refleksi di balik perbedaan pendapat atas isu tersebut, sebagai kontribusi dalam wacana keislaman. Bahwasanya sejatinya ajaran agama itu bukan untuk menyulitkan, melainkan untuk menyelamatkan.

Perbedaan Pendapat Ulama

Pada infografis Instagram BincangMuslimah.com tertuliskan, perbedaan-perbedaan pendapat para ulama dalam mengakomodir isu rambut perempuan saat haid. Yaitu meliputi kuku, gigi, kulit, dan anggota tubuh lainnya. Perbedaan tersebut hadir sebagai respon atas syarat sah bersuci dari hadas besar. Yakni terbasuhnya semua anggota tubuh yang dapat terjangkau air oleh aliran air dalam prosesnya.

Hal ini berdampak pada beberapa praktik yang menakutkan, menyulitkan dan memberatkan perempuan. Tidak sedikit perempuan yang mengumpulkan rambut dan kukunya selama haid untuk kemudian kita sucikan bersama ketika mandi besar.

Bahkan tidak sedikit pula perempuan yang menghindari membersihkan rambut kepalanya untuk meminimalisir rontoknya rambut yang mereka miliki. Dan, tidak sedikit penyakit baru bermunculan karena kurangnya ikhtiar membersihkan diri saat hadas besar.

Tidak masalah jika hadas besar hanya berlangsung 1 atau 2 hari. Lantas bagaimana jika hadas tersebut mencapai 60 hari, seperti pada perempuan yang sedang nifas? Di sinilah agama tergambarkan menjadi aspek yang mendiskriminasi perempuan, dalam perkara yang nampak sederhana sekalipun.

Realitanya, pendapat atas isu itu sangat beragam, ada yang menganjurkan untuk kita sucikan bebarengan. Ada juga yang tidak mensyaratkan hal tersebut. Tiada yang salah dari kedua pendapat tersebut, sehingga tidak perlu kita perdebatkan. Perbedaan pendapat harus tetap eksis untuk mengakomodir pengalaman, perasaan dan pengetahuan yang sangat beragam. Demikianlah maksud dari Islam yang rahmatan.

Makna di Balik Perbedaan

Esensi di balik perbedaan pendapat ini adalah, setiap manusia, dianjurkan untuk lebih perduli kepada kebersihan dan kesehatan diri, ini tidak saja berlaku pada perempuan. Melainkan juga pada laki-laki; karena di antara 6 sebab yang menjadikan wajibnya mandi besar bagi manusia. Empat sebab yang ada juga dimiliki oleh laki-laki, sehingga yang menjadi syarat sahnya juga menjadi perkara yang harus kita perhatikan bebarengan.

Rambut (di mana pun letak tumbuhnya) dan kuku merupakan anggota tubuh yang memiliki perawatan sedikit ekstra daripada anggota tubuh lainnya. Minimal seminggu sekali kuku harus kita potong atau kita bersihkan, karena berkaitan dengan kualitas pencernaan dalam proses makan.

Demikian juga pada rambut, entah itu kita keramas, dilembutkan, diwarnai, ia adalah anggota tubuh yang selalu mendapatkan perawatan ekstra, bagi laki-laki dan perempuan.

Keduanya menjadi salah satu indikator untuk menilai kualitas kesehatan manusia. Saat manusia ingin membersihkan diri dari hadas kecil dan besar, agama menganjurkan untuk memperhatikan anggota tubuh ini pula.

Apakah kuku kita mengalami perubahan warna dan bentuk, apakah rambut kita mengalami kerontokan yang banyak atau sedikit, keperdulian kita terhadap hal ini merupakan ikhtiar untuk menjaga kebersihan dan kesehatan diri.

Arah dari ajaran agama yang demikian adalah membimbing kita untuk memiliki waktu lebih untuk me time dengan diri kita yang lain. Yakni kuku, rambut, kulit, dan lainnya. Lagi-lagi, bukan untuk memberatkan, melainkan cara lain dari perwujudan kasih sayang Tuhan.

Gradasi Hukum Syariat

Demikian pula terhadap khilafiyah pada treatment yang dilakukan pada anggota tubuh tersebut, seperti memakai kutek, menyambung rambut, sulam alis, sulam bibir, menyemir rambut, mengikir dan belungsung gigi.

Sejatinya para ulama terdahulu sudah mengakomodir kebutuhan perempuan yang berbeda-beda kebutuhan dan kondisinya. Tugas para mubaligh adalah menyampaikan gradasi hukum yang ada. Bukan berusaha memonopoli bunyi hukum berdasarkan pengalamannya saja.

Penulis pernah bertanya pada drg. Dea Safira tentang veneer gigi, sebagai seorang dokter gigi beliau menjawab, bahwasanya treatment tersebut membutuhkan biaya dan usaha lebih banyak dalam perawatannya. Selain itu juga pasien tidak akan mampu menggigit makanan yang keras selayaknya gigi biasa tanpa di-veneer.

Untuk yang membutuhkan perawatan ini, menjadi wajib untuk menunjang penampilan. Tentunya dengan biaya yang kita siapkan. Namun untuk yang tidak terlalu memerlukan, dan tidak memiliki biaya dalam perawatan, lebih baik jangan.

Di sinilah fungsi dari gradasi hukum syariat yang para ulama tawarkan. Tidak saja mempertimbangkan aspek kesehatan, tetapi juga ekonomi, sosial, psikis, yang semuanya untuk kebaikan dan kemudahan perempuan, dengan berbagai kondisi dan kebutuhannya. Sehingga, apapun yang menjadi pilihan perempuan terhadap tubuhnya, seyoyanya tidak lagi menjadi perdebatan. Karena agama Tuhan hadir untuk menyayangi semua pilihan dalam hidupnya.

Biarlah perempuan yang berijtihad untuk dirinya sendiri, karena ia yang paling tahu apa yang paling ia butuhkan. Demi kebaikan hidupnya, yang bersifat lahiriyah (fisik) dan batiniyah (mental). Dengan demikian, semua perempuan akan bahagia, karena sejatinya, Tuhan menyayangi mereka. []

 

Tags: Fikih Darah PerempuanHaidHak Kesehatan Reproduksi PerempuankodratMenstruasiperempuan
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Kemerdekaan
Hikmah

Islam dan Kemerdekaan

13 Agustus 2025
Tidak Good Looking
Personal

Merana Tidak Diperlakukan Baik Karena Tidak Good Looking itu Pilihan, Tapi Menjadi Mandiri Itu Sebuah Keharusan

8 Agustus 2025
Tidak Menikah
Personal

Tidak Menikah Itu Tidak Apa-apa, Asal Hidupmu Tetap Bermakna

8 Agustus 2025
Cantik
Personal

“Cantik”, Tak Lebih Dari Sekadar Konstruksi Ontologis Sempit

7 Agustus 2025
Haid
Hikmah

Haid dalam Kacamata Keadilan Hakiki Islam

2 Agustus 2025
Fiqh Haid
Hikmah

Menghidupkan Kembali Fiqh Haid Berbasis Pengalaman Perempuan

1 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri
  • Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil
  • Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik
  • Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan
  • Memilih Pasangan Hidup yang Setara

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID