• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Untuk Sebuah Nama, yang Kini telah Tiada

Rumah yang ia rindukan sebagai ruang aman, tak lagi memberikan kenyamanan. Namun justru membuatnya semakin ketakutan. Ia enggan pulang, cinta orang tua tak lagi mampu ia kenang.

Zahra Amin Zahra Amin
07/08/2021
in Personal
0
Sebuah Nama

Sebuah Nama

246
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Gundukan tanah merah itu masih basah. Papan kayu yang tertulis namanya, masih jelas terbaca. Gadis kecil itu telah tiada. Namun tidak dengan kisah pilu, dan kesedihan yang bertahun-tahun dibekapnya dalam kesunyian yang panjang, sebagai korban kekerasan seksual yang dengan tega dilakukan oleh ayahnya sendiri. Sungguh biadab dan tak bermoral!

Untuk sebuah nama, yang kini telah tiada, aku tuliskan kisahnya. Ia hanya gadis kecil, sama seperti anak-anak lainnya yang masih suka bermain, dan ingin menghabiskan banyak waktu bersama teman-temannya. Tetapi kekerasan seksual telah merenggut masa depan gadis kecil itu dengan paksa. Rumah yang ia rindukan sebagai ruang aman, tak lagi memberikan kenyamanan. Namun justru membuatnya semakin ketakutan. Ia enggan pulang, cinta orang tua tak lagi mampu ia kenang.

Untuk sebuah nama, yang kini telah tiada, aku ingin memastikan kisahnya takkan lagi terulang. Memberikan rasa keadilan bagi korban dengan seberat-beratnya hukuman untuk pelaku, meski itu orang terdekatnya sendiri. Kedua, memberikan perlindungan dan pemulihan serta kepastian masa depan bagi para korban-korban kekerasan seksual lainnya. Karena akhir kisah yang bahagia, tak hanya tertulis dalam cerita-cerita novel atau drama korea, tetapi juga menjadi hak setiap orang yang harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.

Ketika dalam kondisi tak berdaya itu, orang-orang disekitarnya-lah yang harus bertanggungjawab untuk memastikan bahwa, siapapun ia yang pernah mengalami kekerasan, berhak atas rasa damai dan kebahagiaan yang pernah direnggut paksa dari hidupnya. Dan negara, melalui RUU PKS, wajib hadir untuk memberikan kepastian hukum itu.

Hal itu bukan tanpa alasan. KH Husein Muhammad dalam buku “Islam Agama Ramah Perempuan” menyampaikan satu pertanyaan penting, yang juga menjadi kegelisahan kami, para pendamping korban kekerasan seksual selama ini. Mengapa terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak? Dan bagaimana sikap Islam terhadapnya?

Buya Husein menjelaskan bahwa ada asumsi yang selama ini berkembang di publik. Asumsi pertama mengarahkan kesalahan pada perempuan, dengan kata lain, perempuan disalahkan karena memamerkan bagian-bagian tubuhnya yang terlarang (aurat) di ruang publik. Perempuan dianggap sebagai sumber fitnah, menggoda dan memicu hasrat seksual laki-laki.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Tetapi fakta yang terjadi tidak demikian. Dalam banyak kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama pemerkosaan yang terjadi bukan hanya terhadap perempuan muda dan cantik, melainkan juga terjadi pada perempuan balita, anak-anak, dan manula. Hal tersebut bisa juga terjadi terhadap istrinya (marital rape) atau terhadap darah dagingnya sendiri (incest).

Sedangkan asumsi kedua yang menyalahkan pelaku dengan basis moralitas atau agama. Pandangan ini mengatakan bahwa kekerasan seksual terjadi karena moralitas pelakunya yang rendah atau tak bermoral, atau kurang pengetahuan agamanya. Sebenarnya pandangan tersebut boleh jadi betul dari satu sisi, tetapi jika melihat sisi lain ketika dalam sejumlah kasus pelecehan, pencabulan, kekerasan seksual pelakunya merupakan orang-orang yang terhormat, atau dianggap terhormat dan bermoral tinggi, bagaimana kita bisa menjelaskan ini?

Tentu masih hangat dalam ingatan kita, ketika media ramai memberitakan seorang pengasuh pesantren di daerah Jawa Timur yang ditangkap polisi karena mencabuli santrinya. Fakta ini, menurut Buya Husein menggugurkan argumentasi terkait moralitas tersebut. Sehingga dengan demikian kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi akibat adanya ketimpangan relasi kuasa berbasis gender yang mengakar lama dalam masyarakat. Yakni sebuah sistem patriarki, yang telah melegitimasi laki-laki sebagai pemegang otoritas dan superioritas, menguasai, kuat, pintar dan sebagainya.

Sebab dunia ini dibangun dengan cara berpikir untuk kepentingan laki-laki, hingga melahirkan keyakinan bahwa perempuan secara kodrat adalah makhluk yang lembut, lemah, posisinya di bawah laki-laki, inferior, melayani hasrat seksual laki-laki, dan sebagainya. Dengan kondisi tersebut, semakin menegaskan penempatan perempuan seakan-akan sah untuk ditaklukkan dan diperlakukan secara tidak adil, termasuk dengan cara-cara kekerasan.

Ketimpangan relasi kuasa berbasis gender ini diperparah ketika satu pihak (pelaku) memiliki kendali lebih besar terhadap korban, baik secara ekonomi, pengetahuan, status sosial, dan lain-lain. Kendali muncul dalam bentuk relasi orang tua-anak, guru-murid, majikan-buruh, dan sebagainya.

Pesan Nabi untuk Memuliakan Perempuan

Untuk sebuah nama, yang kini telah tiada, agar jiwamu tenang di alam sana, aku tuliskan kembali pesan Nabi Muhammad SAW untuk memuliakan perempuan. Pesan itu Nabi sampaikan dalam pidato Haji Perpisahan di Arafah. Nabi menyatakan:

“Ingatlah, bahwa jiwamu, hartamu, dan kehormatanmu adalah suci seperti sucinya hari ini.” (HR. Bukhari)

“Camkan benar-benar! Perlakukanlah perempuan dengan sebaik-baiknya, karena mereka dalam tradisi kalian dianggap sebagai layaknya tawanan. Kalian tidak berhak atas mereka kecuali memperlakukan mereka secara baik.” (HR Bukhari).

Terakhir, untuk sebuah nama, yang kini telah tiada. Pesan Nabi tersebut menginspirasi sebagian laki-laki yang kini juga berjuang bersama kami, melakukan pembelaan terhadap kasus yang sedang kamu hadapi. Meski tanpa orang tua yang telah tega memperlakukanmu dengan semena-mena, percaya dan yakinlah bahwa masih banyak orang yang menyayangi dan mencintaimu. Tersenyum, dan berbahagialah. Karena kamu berhak menentukan atas takdir dan masa depanmu sendiri. []

 

 

 

 

Tags: Cegah Kekerasan SeksualGenderkeadilanKesetaraanperempuanPerlindungan KorbanRUU PungkasSahkan RUU PKS
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version