• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Yuk Pahami Makna “Woman Supporting Woman”

Woman supporting woman ingin mengajarkan kepada kita semua, bahwa perempuan bisa berdaya, bertumbuh dan belajar secara kolektif

Laila Fajrin Rauf Laila Fajrin Rauf
24/02/2022
in Personal
0
Muslimah Reformis

Muslimah Reformis

2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kita tentu sering mendengar kalimat woman supporting woman dari teman perempuan yang ada di media sosial ataupun yang kita jumpai di dunia nyata. Kalimat woman supporting woman ini memang seperti mantra yang mampu mengikat hubungan sesama perempuan untuk saling mendukung bagaimanapun kondisi dan situasi yang sedang dialami.  Gerakan saling dukung antar sesama perempuan bisa kita lihat dari beragam aktivitas yang dilakukan oleh para perempuan, entah diranah publik maupun diranah domestik.

Belakangan ini, entah mengapa bermunculan fenomena yang menggeser pemahaman tentang woman supporting woman. Jangan-jangan ada banyak persepsi tentang woman supporting woman. Nyatanya, meski jargon saling dukung sesama perempuan kerap didengar dan digaungkan, tetap masih banyak para perempuan yang saling menjatuhkan, ada banyak perempuan yang tidak senang terhadap pencapaian perempuan yang lain, merasa tersaingi sehingga (diam-diam) ingin menjatuhkan atau justru merasa dirinya lebih unggul dari yang lain.

Sebenarnya apa itu woman supporting woman? Pentingkah untuk kita memahami dan mempraktikkan gerakan woman supporting woman? Kenapa? Untuk apa dan siapa?

Mbak Kalis Mardiasih, seorang aktivis gender, pernah menjelaskan tentang pemaknaan woman supporting woman. Katanya, “woman supporting woman adalah sebuah kesadaran bahwa perempuan sebagai kelompok rentan mesti saling mendukung kelompok rentan lainnya. Kesadaran ini memiliki kepercayaan, bahwa pengalaman tubuh dan pengalaman sosial perempuan lebih mudah dipahami oleh sesama perempuan.”

Lalu, kenapa masih merebak fenomena saling menjatuhkan sesama perempuan?

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Saat ada kasus poligami, misalnya. Kita sering melihat komentar yang tidak mendukung keputusan sang istri untuk menerima istri kedua. Lantas, apakah itu artinya tidak mendukung keputusan sesama perempuan? Atau saat kita disuguhkan berita tentang artis perempuan yang tidak bisa memasak.

Lantas kita sebagai netizen merasa berhak untuk melabeli dia sebagai perempuan yang tidak memiliki keterampilan dalam mengurus rumah tangga atau justru menganggap dia sebagai perempuan yang tidak dapat diandalkan. Sebagai sesama perempuan, jangan-jangan tanpa disadari, kita merasa dengan memberikan label “perempuan yang tidak bisa diandalkan di dalam urusan rumah tangga” lantas kita merasa jauh lebih baik dari pada perempuan sang artis tadi.

Sebenarnya, bagaimana woman supporting woman ini bisa kita lakukan?

Kembali pada pernyataan mbak Kalis Mardiasih, bahwa perempuan yang merupakan kelompok rentan sudah sepatutnya saling mendukung antar sesama perempuan. Sebab, perempuanlah yang bisa memahami kondisi sesama perempuan dengan beragam pengalaman biologisnya (mentruasi, hamil, melahirkan, nifas dan menyusui), juga pengalaman sosialnya (stigmatisasi, marginalisasi, subordinasi, violence, serta double burden).

Pengalaman biologis dan sosial ini lebih bisa dirasakan oleh sesama perempuan. Perempuan mengalami ketidaknyamanan ketika ditanya kapan nikah di usia yang terbilang masih sangat muda, kapan hamil saat baru selesai resepsi pernikahan, bahkan hanya karena dia perempuan kemudian mendapat banyak stigma negatif. Berpendidikan tinggi dianggap sia-sia karena hanya akan berkutik di dapur, kasur dan sumur. Pulang malam dianggap perempuan tidak baik. Dandan yang mencolok dianggap genit dan penggoda.

Kiranya, kita perlu belajar lagi tentang solidaritas sesama perempuan. Bagaimana membangun sudut pandang yang peduli terhadap sesama perempuan dengan kondisinya masing-masing. Sehingga kita tidak mudah melecehkan, memberi stigma negatif atau menjatuhkan sesama perempuan.

Kita (perempuan) sama-sama melawan sistem patriarkis yang menganggap perempuan adalah manusia kelas kedua sehingga suaranya, kondisinya, tidak penting untuk diperhatikan.  Kultur masyarakat yang menindas inilah yang perlu untuk dilawan bersama. Sebab, perempuan satu dan lainnya senasib sepenanggungan.

Bukankah lebih menyenangkan jika kita dapat tumbuh bersama dengan perempuan lainnya. Berbagi pengetahuan dan sharing pengalaman tanpa perlu merasa tidak nyaman karena menganggap perempuan lain adalah kompetitor dalam hidup. Memang, kondisi masa lalu mengajarkan sesama perempuan untuk saling berkompetisi.

Bahkan media televisi, khususnya sinetron, mendidik para perempuan untuk saling mencurigai, menyalahkan  dan menjatuhkan. Perempuan yang tidak memiliki kuasa dianggap tidak layak untuk dihormati sebagai perempuan oleh perempuan lainnya. Padahal, bagiamanapuan situasinya, perempuan yang satu dan perempuan lainnya penting untuk memiliki kesadaran bahwa solidaritas sesama perempuanlah yang mampu untuk membangkitkan sesama perempuan.

Woman supporting woman ingin mengajarkan kepada kita semua, bahwa perempuan bisa berdaya, bertumbuh dan belajar secara kolektif. Kita (perempuan) bisa saling mendukung, berkolaborasi dan bekerja sama untuk menguatkan dan menuju kesuksesan bersama.

Tantangannya memang tidak mudah, tapi tidak ada yang tidak mungkin. Mari kita sama-sama mencoba untuk menguatkan kembali solidaritas kita terhadap sesama perempuan. Kita perempuan dan kita bisa untuk menuju perempuan saling berdaya. Tetap semangat para perempuan hebat dimanapun berada. Aku perempuan, kamu perempuan, dan kita bangga menjadi perempuan yang saling support sesama perempuan. []

Tags: perempuanSisterhoodwoman supporting woman
Laila Fajrin Rauf

Laila Fajrin Rauf

Founder Komunitas Gerakan Kolektif Perempuan Feministic Indonesia. Aktif di Jaringan GUSDURian dan Duta Damai Yogyakarta. Bisa dihubungi via email ke lailafajrin17@gmail.com atau instagram @ubai_rauf

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID