• Login
  • Register
Sabtu, 21 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

5 Teori Cara Perempuan Mengetahui

Pertama, diam (silent). Pada tahap ini, perempuan memiliki ketergantungan total kepada orang lain dalam memperoleh pengetahuan. Ia menghayati setiap kata sebagai senjata yang mengancamnya

Redaksi Redaksi
10/08/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Cara Perempuan Mengetahui

Cara Perempuan Mengetahui

1.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mary Belenky, Blythe Clinchy, Nancy Goldberger, Jill Tarule dari Ferris State University menemukan sebuah teori Womens Ways of Knowing (cara perempuan mengetahui).

Teori ini menurut mereka menjadi cara bagaimana perempuan mengetahui dirinya sendiri. Dalam teori ini, mereka membaginya menjadi lima level, yaitu:

Pertama, diam (silent). Pada tahap ini, perempuan memiliki ketergantungan total kepada orang lain dalam memperoleh pengetahuan. Ia menghayati setiap kata sebagai senjata yang mengancamnya. Kata yang keluar dari pihak lain membuatnya terancam.

Sebaliknya, kata yang dia keluarkan pun bisa berbuah bentakan, tendangan, atau kekerasan lainnya. Perempuan dalam posisi ini tidak punya pilihan lain kecuali diam dan mengerjakan yang pihak lain perintahkan.

Hidupnya bagaikan robot yang bergerak sepenuhnya ditentukan oleh pihak lain. Perempuan dalam posisi ini sebetulnya tidak hanya a silent knower, melainkan a silenced knower, orang yang dibungkam.

Baca Juga:

Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!

Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

Kedua, pengetahuan terterima (Received Knowledge). Pada tahap ini, perempuan menghayati pengetahuan sebagai kebenaran. Mereka menerima pengetahuan dari TV, media sosial, bangku kuliah, majelis taklim, sebagai sesuatu yang ia anggap selalu benar, langsung mereproduksinya.

Dengar langsung share. Tidak ada proses klarifikasi, apalagi refleksi. Ketika menerima informasi bahwa suami boleh memukul istri, lalu hal itu terjadi padanya, maka ia akan melihatnya sebagai sesuatu yang memang wajar ia alami.

Ketiga, pengetahuan subjektif (Subjective Knovledge). Pada tahap ini, perempuan mulai menghubungkan pengetahuan dengan hati dan pengalaman personalnya.

Ketika menerima informasi tentang bolehnya suami memukul istri sebagai ajaran Islam, sedangkan ia meyakini bahwa Islam hanya mengajarkan kebaikan. Maka ja mulai bertanya dalam hatinya: “Mengapa Islam yang mengajarkan kebaikan membolehkan suami memukul istri, bukankah memukul itu menyebabkan orang lain sakit dan itu tidak baik?”

Pada tahap ini, perempuan mulai muncul daya kritisnya. Dia mulai mempertanyakan sesuatu yang menurutnya tidak logis, tetapi dia baru menyimpan pertanyaan tersebut untuk dirinya sendiri.

Procedural Knowledge

Keempat, pengetahuan prosedural (Procedural Knowledge). Pada tahap ini, perempuan mulai menyandarkan pengetahuan pada prosedur objektif dan mulai mengomunikasikan pengetahuan. Dia mulai mencari pendapat lain tentang hal yang sama.

Ketika muncul pertanyaan dalam dirinya tentang sebuah informasi, ia tergerak untuk mencari pendapat lain. Sebuah pengetahuan mulai dibandingkan dengan pengetahuan lainnya. Ketika mendengar penjelasan bahwa suami boleh memukul istri, ia mungkin akan mencari artikel, kitab tafsir, dan Hadis.

Mungkin pula ia mulai mengecek ayat terkait secara utuh, menghubungkan ayat tersebut dengan ayat tentang perkawinan yang sakinah, mawadah, wa rahmah, atau dengan konsep maqashid as-syariah.

Mungkin pula menghubungkan dengan Hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah memukul istri dan Hadis yang melarang memukul perempuan.

Pada tahap ini, perempuan mulai tidak percaya begitu saja kepada sebuah pengetahuan dan mulai tergerak mencari sumber lain, lalu menghubungkan dan mengomunikasikan satu sama lain.

Kelima, pengetahuan kukuh (Constructed Knowledge). Pada tahap ini, perempuan telah berada dalam posisi pengetahuan yang kukuh karena telah melakukan verifikasi atas pengetahuan yang didapatnya. Ia memandang semua pengetahuan secara kontekstual.

Termasuk,  ia mulai mengharga strategi subjektif yang menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman riil, maupun strategi objektif dengan melihat pengetahuan sebagai pengetahuan.

Keduanya sama-sama penting. Baginya, validitas sebuah pengetahuan tidak lagi tergantung pada kedudukan maupun profesi seseorang, melainkan pada kekuatan argumentasinya.

Pada tahap ini pula, perempuan telah mempunyai alasan kuat atas sebuah pengetahuan yang ia pilih. Misalnya memandang bahwa pemahaman atas QS. an-Nisa 4: 34 yang menekankan bolehnya suami memukul istri tidak lah benar, sebab spirit ayat tersebut justru menjelaskan jangan main pukul kepada istri. []

Tags: CaraMengetahuiperempuanTeori
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Rumah Tangga dengan

Membangun Rumah Tangga dengan Relasi yang Adil dan Setara

20 Juni 2025
Seni Kehidupan

Berumah Tangga adalah Seni Kehidupan

20 Juni 2025
Pernikahan adalah Pilihan

Pernikahan adalah Pilihan, Bukan Paksaan

20 Juni 2025
Dipaksa Menikah

Belajar dari Khansa binti Khidam Ra: Perempuan yang Dipaksa Menikah Berhak untuk Membatalkannya

19 Juni 2025
Perkawinan

Perkawinan Bukan Perbudakan: Hak Kemandirian Perempuan dalam Rumah Tangga

19 Juni 2025
Pasangan Hidupnya

Jangan Rampas Hak Perempuan Memilih Pasangan Hidupnya

19 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan adalah Pilihan

    Pernikahan adalah Pilihan, Bukan Paksaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menakar Ekoteologi Kemenag Sebagai Kritik Antroposentrisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berumah Tangga adalah Seni Kehidupan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibnu Khaldun sebagai Kritik atas Revisi Sejarah dan Pengingkaran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membangun Rumah Tangga yang Berdimensi Akhlak Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan
  • Membangun Rumah Tangga dengan Relasi yang Adil dan Setara
  • Membangun Rumah Tangga yang Berdimensi Akhlak Mulia
  • Berumah Tangga adalah Seni Kehidupan
  • Menakar Ekoteologi Kemenag Sebagai Kritik Antroposentrisme

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID