Mubaadalahnews.com- RUU P-KS untuk lindungi korban kekerasan seksual. Hal ini disampaikan oleh ulama perempuan asal Jombang Jawa Timur, Umdatul Choirat. Ia menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) bertujuan untuk melindungi perempuan dari perilaku kekerasan seksual, bukan untuk melegalkan zina atau LGBT.
“RUU (P-KS) yang akan disahkan itu kan tentang kekerasan (seksual) saja, tidak mengatur hal lain (zina atau LGBT),” kata Pimpinan Pondok Pesantren Assaidiyyah Jombang, Umdatul Choirat saat dihubungi Mubaadalahnews, kemarin.
Dosen Universitas KH Wahab Hasbullah Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, itu pun mendukung agar RUU P-KS segera disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Sebab, aturan itu bisa membuat jera dan membuat pelaku kekerasan sembuh dari penyakitnya.
“Sehingga para mustadh’afin (orang-orang yang dilemahkan) termasuk perempuan aman dari gangguan-gangguan kekerasan,” tuturnya.
RUU P-KS yang bisa menguatkan perlindungan terhadap perempuan.
“Untuk menyadarkan, maka harus dikuatkan imannya, atau ancaman hukuman yang harus seberat-beratnya,” tegasnya.
Orang-orang yang kontra RUU P-KS ini, kata dia, perlu berpikir dan melihat langsung secara jujur kenyataan yang terjadi di masyarakat.
“Betapa banyak korban-korban kekerasan yang mayoritas adalah perempuan. Jangan hanya ingin tampil beda aja,” kritiknya.
Ia pun berharap agar DPR RI tidak ragu-ragu dalam mengesahkan RUU tersebut karena sudah melewati penelitian yang luas dan mendalam dalam waktu yang cukup lama.
Dia mengatakan, Indonesia sudah menerapkan pengarusutamaan gender (PUG) sebagaimana diatur dalam Intruksi Presiden RI nomor 9 tahun 2000 tentang PUG. RUU P-KS ini akan bisa bersinergi dengan PUG.
“Korelasi PUG dengan RUU P-KS adalah seiring dan senafas dalam mewujudkan pembangunan nasional,” tutur dia.
Selain itu, ulama perempuan diharapkan ikut berperan aktif dalam mendakwahkan tentang pentingnya kesadaran kaum perempuan akan hak-haknya terhadap hifdz al-‘irdhi (proteksi atau melindungi kehormatan), hifdz al-nafs (proteksi terhadap jiwa), hifdz al-nasl (proteksi keturunan) dan sebagainya.
“Kalau ada yang berbeda ya biar aja berbeda, tapi UU harus tetap dijalankan. Butuh waktu untuk memberi pengertian kepada semua lapisan masyarakat,” tandasnya.
Demikian keterangan RUU P-KS untuk lindungi korban kekerasan seksual. Semoga bermnafaat.(WIN)