• Login
  • Register
Senin, 9 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Siapa Berkata Apa

Dr (HC) Husein Muhammad, Keadilan dan Kemanusiaan (Bagian Kedua)

Fachrul Misbahudin Fachrul Misbahudin
05/04/2019
in Siapa Berkata Apa
0
Mengapa pesantren amat toleran

Mengapa pesantren amat toleran

65
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dr. (HC) KH. Husein Muhammad adalah seorang pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun, Cirebon. Buya Husein, panggilan akrabnya juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Fahmina, pejuang keadilan dan kemanusiaan.

Buya Husein telah menerima sejumlah penghargaan baik daerah, nasional bahkan internasional. Penghargaan yang diraih Beliau, yaitu sebagai Tokoh Penggerak, Pembina dan Pelaku Pembangunan Pemberdayaan Perempuan (2003) oleh Bupati Kabupaten Cirebon.

Tak hanya itu, Beliau juga meraih penghargaan dari Pemerintah Amerika Serikat untuk “Heroes Acting To End Modern-Day Slavery” di tahun 2006. Bahkan namanya tercatat dalam “The 500 Most Influential Muslims” yang diterbitkan oleh The Royal Islamic Strategic Studies Center sejak tahun 2010-2017.

Selain itu, Buya Husein juga aktif dalam berbagai kegiatan diskusi, halaqoh, pengajian dan seminar, khususnya terkait dengan isu-isu perempuan, pluralisme dan lain-lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri.

***

Baca Juga:

Islam dan Kemanusiaan

Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

KDRT Kejahatan yang Menodai Harkat dan Martabat Kemanusiaan

#JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

Sejak kapan Buya memiliki pandangan untuk kesetaraan anti diskriminasi ?

Semua melalui proses pengetahuan, pengetahuan itu penting sekali sebagai cara memahami orang. Kita memusuhi orang karena kita tidak tahu. Buya dulu sama dengan kalian diindoktrinasi konservatif. Perempuan itu kelas dua lah, perempuan itu tugasnya sumur, kasur, dapur dan lain sebagainya.

Karena ajarannya begitu. Buya pernah menulis, Buya fundamentalis karena Buya mendapatkan pelajaran konservatif seperti itu. Sama halnya dengan kiai-kiai sekarang  juga terus-menerus seperti itu. Menurut Buya karena dia tidak mengetahui dan tidak paham.

Buya mendapatkan pengetahuan dari Lies Marcoes, Masdar dan bergaul dengan mereka, diajarkan oleh mereka. Mungkin karena basis Buya keterbukaan hati dan pikiran. Jadi Buya dengarkan saja dulu, jangan curiga dulu, jangan suudzon dulu, ya dengarkan saja.

Kenapa sampai membangun ISIF dan lembaga-lembaga yang lain. Apakah ceramah di pesantren dan seminar-seminar itu tidak cukup untuk memperjuangkan kesetaraan ?

Ya tidak cukup. Jadi begini, diskriminasi gender adalah konstruksi sosial peradaban yang didukung oleh kekuatan struktural dan kultural. Buya selalu mengatakan ideologi patriakhisme itu mendapatkan kekuatan dari dua raksasa yaitu lembaga negara dan lembaga agama.

Lembaga negaranya melaui undang-undang (UU). Karena ada beberapa peraturan yang dianggap sebagai kesepakatan publik, tapi memasukkan pasal yang mendiskriminasi dalam sebuah struktur kehidupan. Dan melalui pandangan-pandangan keagamaan, teks-teksnya begitu. Jadi sangat luar biasa. Sehingga tidak cukup untuk bisa setara ini, mungkin tahun 2400 menurut Buya baru bisa.

Sebab baru saja gagasan pemahaman tentang gender ini ditemukan di tahun 2000-an. Sementara konstruksi itu beratus-ratus abad bahkan sebelum masehi juga begitu. Strukturnya menganggap perempuan itu makhluk yang belum jadi.

Jadi ini kurang dan harus seluruhnya dibongkar. UU-nya dibongkar, dan pandangan keagamaan pun dibongkar. Di kulturalnya ya membongkar kitab kuning yang misoginis, yang diajarkan di pesantren-pesantren, kemudian disakralkan sehingga mengokohkan sistem relasi timpang. Jadi tidak cukup, harus membangun lembaga-lembaga lain dan terus-menerus.

ISIF itu ide Buya agar cara pandang perspektif keadilan dan kemanusiaan itu menjadi pengetahuan ilmiah. Dikonstruksikan dalam sebuah lembaga ilmiah. Bukan seperti lembaga yang mati terus, kemudian selesai, tidak ada lagi lanjutannya.

Apa perbedaan pendangan di tahun 2000 dengan sekarang. Karena sekarang Buya mulai membahas ujaran kebencian. Kalau boleh tahu apa perbedaan pemikiran Buya dari dulu sampai sekarang ?

Orang sering melihat partikularnya tapi tidak melihat basisnya. Basisnya itu keadilan dan kemanusiaan. Jadi Buya sudah kokoh basis fundamental, teorinya, dan perspektifnya. Jadi masalah apa saja Buya sudah biasa.

Sekarang Buya lebih ke sufi. Itulah perjalan proses terus-menerus seperti piramida. Bangunan pengetahuan orang juga piramida. Kalau di bawah itu formalis, tekstualis, bagian ketengah itu rasional, puncak itu mengalami atau sudah pada rasa. Itu yang otentik ada di dalam diri orang.

Atau Buya mengatakan begini. Apa yang kamu miliki, aku memilikinya. Kau adalah aku yang lain. Karena kita itu sama, punya potensi yang sama. Maka tasawuf itu yang paling toleran, dan yang paling hebat, karena di dalam tasawuf tidak ada sekat lain. Semua makhluk Allah harus dihormati. Dan Buya itu sudah sampai di sana. Karena kita berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan.

Jadi sampai kapan Buya akan memperjuangkan basis ini ?

Ya sampai terus-menerus, tak akan pernah berhenti, dan tidak boleh berhenti berjuang. Tidak ada jadwal untuk berhenti, karena manusia mengalami perubahan terus-menerus. Kita akan tergilas oleh roda zaman, karena perubahan itu akan terus terjadi. Kita tidak boleh berhenti. Karena berhenti adalah kematian.

Kemudian ditambah kekuatan Buya, karena Buya punya jaringan kultural. Keluarga Buya adalah pemilik pesantren, dari Banten sampai ujung Jawa Timur dan mereka punya pesantren-pesantren besar, tokoh-tokoh besar. Jadi perlawan terhadap Buya oleh kiai tidak terlalu besar. Paling sudah-sudah, jangan ikuti saja. Nanti juga akan kembali lagi.

Maka kemudian Buya membangun Fahmina sebagai proses transformasi dari kultural. Fahmina itu jargonnya melakukan transformasi melalui tradisi untuk keadilan dan kemanusiaan.

Kenapa Buya jarang banget menyinggung politik ?

Rakyat itu dikonstruksi oleh dua kekuatan, kekuatan struktural yang artinya negara. Dan kekuatan kultural yaitu kiai-kiai itu. Mereka punya kekuatan kultural. Dia lah yang melakukan pembelaan terhadap rakyat ketika rakyat ditindas oleh kekuasaan. Jadi jangan terlalu dekat dengan kekuasaan, nanti rakyat tidak punya pembela.

Ada suatu kisah, rombongannya ayah Maulana Rumi di Negara Asia Tengah. Karena diserbu oleh Mongol, tokoh besar itu. Ayah Rumi hijrah atau pindah ke Turki. Kemudian ada tokoh-tokoh besar mengetahui kedatangan tokoh ulama itu, terus dipersilahkan untuk menginap di istana.

Ayah Rumi mengatakan antarkan saya ke madrasah, karena tempat saya di sana, bukan di istana. Dimana ada madrasah saya akan disitu. Bukan di istana. Bahkan kalau Abduh itu sangat membenci politik. Ia mengatakan saya berlindung dari politik dan hal-hal yang berhubungan dengan politik.

Namun Buya tidak mengecam, karena politik juga penting, politik juga pengaturan negara. Tapi bagaimana cara mengatur politik yang baik.

Terakhir apa pesan Buya ?

Teori Buya yang mendasar adalah tidak boleh mendiskriminasi apapun. Jadi pesan Buya jangan sekali-kali menyakiti hati orang, karena itu sulit untuk disembuhkan dan menimbulkan pembalasan yang tidak pernah selesai. Dia menempel dalam relung hatinya dan akan terus-menerus. []

Tags: Buya HuseinGenderisifkeadilankemanusiaankemaslahatanKesetaraankulturalpemikiranperaturanSufiteks keagamaanUjaran Kebencian
Fachrul Misbahudin

Fachrul Misbahudin

Lebih banyak mendengar, menulis dan membaca.

Terkait Posts

Sosok Nyai Hj. Hindun Anisah; Sosok Ulama Perempuan

Sosok Nyai Hj. Hindun Anisah; Sosok Ulama Perempuan

30 Desember 2022
Visi Gus Dur tentang Islam, Demokrasi, dan HAM

Visi Gus Dur tentang Islam, Demokrasi, dan HAM

24 Desember 2022
Kunci Sukses Berbisnis Bersama Pasangan

Kunci Sukses Berbisnis Bersama Pasangan

27 Oktober 2022
Hakikat Pernikahan Menurut Islam

Hakikat Pernikahan Menurut Islam Bukan Soal Kepemilikan

27 Oktober 2022
Menjamak Shalat Saat Resepsi Pernikahan

Bolehkah Menjamak Shalat Saat Resepsi Pernikahan?

21 Oktober 2022
Adab Menggelar Resepsi Pernikahan

Niat dan Adab Menggelar Resepsi Pernikahan Menurut Islam

21 Oktober 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Abah dan Azizah

    Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menolak Lupa, Tragedi Sejarah Kekerasan terhadap Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kartu Penyandang Disabilitas (KPD), Ahlan wa Sahlan! 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih
  • Islam dan Kemanusiaan
  • Refleksi Hari Raya Iduladha: Setiap Kita Adalah Ibrahim, Setiap Ibrahim punya Ismail
  • Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam
  • Kartu Penyandang Disabilitas (KPD), Ahlan wa Sahlan! 

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID