Mubadalah.id – Memiliki anak saleh dan salehah merupakan dambaan bagi setiap orang tua (ibu dan ayah). Berikut 3 agar memiliki anak saleh dan salehah.
Akan tetapi, untuk mencetak anak saleh dan salehah sebaiknya para orang tua harus membekali anak-anaknya dengan pendidikan yang berkualitas.
Selain membekali dengan pendidikan berkualitas, ada beberapa prasyarat yang harus diperhatikan bagi setiap orang tua yang ingin memiliki anak saleh dan salehah.
Berikut tiga prasyarat agar memiliki anak saleh dan salehah, seperti dikutip di dalam buku Parenting With Love, yang ditulis Maria Ulfah Anshor.
1. Memilih pendamping hidup yang baik
Allah SWT menciptakan semua makhluk yang hidup di dunia secara berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan.
Dalam memilih suami, seorang wali berkewajiban memilih calon suami untuk anak gadisnya, dan kemudian dimintakan persetujuannya.
Tetapi, jika anak gadisnya tidak setuju, sebaiknya orangtua tidak memaksakan kehendaknya karena yang berhak menentukan pilihan bagi gadis yang sudah dewasa adalah yang bersangkutan.
Perempuan berhak menentukan pilihannya, kemudian diajukan kepada orangtua guna mendapatkan restunya.
Hal tersebut sebagaimana diceritakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a bahwa seorang gadis mengadu kepada Rasulullah Saw tentang tindakan ayahnya yang memaksakan dirinya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak ia sukai.
Nabi Saw memutuskan untuk menyerahkan kasus itu kepada gadis tersebut.
Lantas gadis tersebut berkata, “Sesungguhnya aku telah mengizinkan perbuatan ayahku, tetapi aku ingin memberitahukan kepada semua perempuan bahwa dalam masalah pernikahan, seorang ayah tidak berhak memaksakan kehendaknya.” (HR. Ibnu Majah)
2. Mempersiapkan pernikahan dengan matang
Kedua calon mempelai wajib mempersiapkannya sebaik mungkin agar kebahagiaan rumah tangga yang mereka dambakan terwujud.
Persiapan yang dimaksud di sini adalah persiapan menyediakan tempat tinggal (maskan), termasuk di dalamnya kebutuhan sandang dan pangan serta sarana pendukung yang dapat mengantarkan tercapainya kesejahteraan dan kemaslahatan keluarga.
Perempuan sebagai istri berhak mendapatkan jaminan kesejahteraan berupa seluruh kebutuhan dasarnya, seperti sandang dan pangan yang cukup.
Terutama ketika sedang menjalani proses reproduksi, seperti ketika hamil, melahirkan, dan menyusui. Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT, “Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut,” (QS Al-Baqarah (21: 233).
Kesejahteraan keluarga merupakan salah satu syarat untuk mengantarkan anak-anak memperoleh jaminan pendidikan dan kesehatan yang baik menuju masa depan yang dicita-citakan.
3. Berjanji setia dengan satu pasangan
Mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah yang menjadi cita-cita dari sebuah pernikahan, sebagaimana diamanatkan dalam al-Qur’an, adalah tanggung jawab bersama antara suami dan istri.
Sebab, rumah tangga sakinah yang menjadi mimpi bersama, saat-saat terindah waktu berbulan madu maupun saat-saat indah setelah menikah, tidak datang tiba-tiba, melainkan dibangun dengan usaha dan kemauan keras dari keduanya.
Ketika akad nikah berlangsung, sesungguhnya tidak sekadar perjanjian antar manusia, tetapi sebuah ritual manusia yang melibatkan persetujuan Tuhan, sebagai hamba-Nya yang tunduk menjalankan perintah agama Tuhan.
Berbeda dengan makhluk Tuhan yang lain, dalam prosesi pernikahan sepasang anak manusia ada komitmen bersama yang diucapkan dan disepakati yang disaksikan keluarga, kerabat, dan handai taulan.
Konsekuensinya, satu sama lain harus saling menumbuhkan dan menjaga cinta dan kasih sayang yang telah diikat dalam sebuah pernikahan dengan perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalizhan) tersebut.
Artinya, satu sama lain tidak boleh saling mengkhianati pernikahan, tetapi harus saling mencintai, mengasihi, dan melengkapi. Bahkan saling mendidik, mengajar, memaklumi, berkomunikasi, mengingatkan, menghargai, menghormati, dan tidak saling mencaci manakala di antara keduanya menemukan ketidak cocokan dalam hal tertentu, agar rumah tangga yang dibinanya tetap utuh. (Rul)