Mubadalah.id – Kelahiran bayi merupakan momen yang sangat membahagiakan bagi kedua orang tua, ibu dan ayah.
Apalagi bagi pasangan yang baru pertama kali miliki anak, momen kelahiran bayi ini pasti sangat mengembirakan dan sangat berkesan.
Terlebih, di dalam tradisi di sebagian masyarakat kita pada umumnya, terdapat beberapa kebiasaan saat kelahiran bayi yang perlu dilestarikan.
Berikut 4 tradisi baik saat kelahiran bayi yang perlu dilestarikan, seperti dikutip di dalam buku Parenting with Love, yang di tulis oleh Maria Ulfah Anshor.
1. Menyambut Kelahiran Bayi
Kegembiraan menyambut kelahiran seorang bayi, khususnya pada kelahiran anak pertama, biasanya memiliki kesan yang sangat mendalam.
Berbagai perlengkapan bayi disediakan: pakaian, perlengkapan mandi, tempat tidur, peralatan makan, mainan, dan sebagainya.
Bahkan, tidak jarang pasangan muda pada saat senggang membayangkan indahnya menimang buah hati mereka dengan berimajinasi tentang masa depan anak mereka.
Kehadiran bayi, baik laki-laki maupun perempuan, layak disambut dengan gembira. Kita dianjurkan untuk mengunjungi jika di antara saudara atau teman dekat kita mendapat tambahan keluarga baru, karena hal tersebut dapat menambah rasa cinta di antara sesama saudara dan kerabat.
Dalam hal ini, Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Hendaklah kalian saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” Yang terpenting adalah doa yang kita katakan, “Semoga engkau diberkahi dan kelak menjadi anak yang baik, berbakti kepada Allah dan orangtua.”
2. Mengazankan dan Mengiqamahkan
Setelah bayi lahir dengan selamat, tugas suami yang paling utama adalah mengucapkan rasa syukur kepada Allah Swt atas anugerah yang dikaruniakan kepadanya, antara lain dengan membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri bayinya.
Tradisi mengazankan bayi segera setelah lahir, adalah perbuatan yang sangat positif.
Yaitu, untuk memperkenalkan kalimah syahadat, juga harapan agar anaknya kelak menjadi Muslim dan muslimah yang baik, taat kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya, terutama tekun menjalankan shalat wajib dan berbuat baik terhadap sesama manusia.
3. Selamatan atau Aqiqah
Aqiqah artinya menyembelih kambing atas kelahiran anak pada hari ketujuh dari kelahirannya.
Hukumnya sunnah, tidak wajib, dan merupakan anjuran bagi yang mampu saja. Bahkan, Fathimah r.a sendiri tidak melakukannya dan yang mengaqiqahkan kedua anaknya adalah Nabi Saw.
Menurut kebanyakan ahli fiqh, meskipun aqiqah sunnah, namun dianjurkan karena dapat menambah makna kasih sayang, kecintaan, dan mempererat tali ikatan sosial antara kerabat dan keluarga, tetangga, dan handai taulan.
Di samping itu, dapat menjadi sumbangan sosial, bila sebagian kaum fakir miskin turut diundang untuk menikmati hidangan dari aqiqah tersebut.
4. Memberi Nama yang Baik
Menurut ajaran Islam, nama bagi seseorang memiliki makna yang sangat penting. Islam menganjurkan, seorang anak hendaknya diberi nama dengan nama yang baik dan indah, sebagaimana anjuran Nabi Muhammad Saw. “Hak anak yang wajib dipenuhi oleh orangtua adalah memperbaiki budi pekertinya dan menamainya dengan sebuah nama yang baik dan indah.”
Meskipun seseorang menjadi terkenal, diagungkan, dan dimuliakan bukan karena namanya, memilih nama yang baik sesuai dengan harapan yang akan dilekatkan pada diri anak tersebut sangat dianjurkan.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Umar bin Khatab ditanya oleh seorang anak mengenai hak anak yang harus diperoleh dari bapaknya. Umar kemudian menjawab, “Agar bapaknya memilihkan ibunya, memberikan nama yang baik, dan mengajarkan Al-Ouran kepadanya.”
5. Nama sebagai Doa
Apabila orang tua menamai anaknya dengan nama, misalnya, Habibullah (kekasih Allah), tentu mereka berharap anaknya akan selalu dicintai oleh Allah Sang Penciptanya.
Demikian pula nama Muttaqin, pasti pemberi nama menginginkan anaknya tumbuh besar sebagai orang bertakwa yang taat menjalankan agama.
Dalam hal ini, Islam tidak memaksa seorang Muslim untuk menggunakan nama-nama Islam yang berasal dari lafaz Arab bagi anak-anaknya.
Mereka boleh menamai anak-anaknya dengan nama sesuai dengan bahasa ibunya, misalnya, berasal dari bahasa Batak, Jawa, Sunda, dan daerah lainnya, yang penting nama tersebut mempunyai arti yang baik.
Sebab, sebuah nama mengandung harapan dan doa. Misalnya, anak yang menyandang nama Ahmad, orangtuanya sangat mengharapkannya kelak menjadi anak yang terpuji.
Lalu, Selamet dan Bejo, ibunya pasti berharap anaknya kelak selalu hidup dalam keadaan selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun akhirat. (Rul)