Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan cendekiawan muslim kontemporer Rajabi-Ardeshiri tentang hak anak dalam hukum Islam dan konvensi global, maka ia membaginya dalam tiga kategori.
Pertama, bahwa Islam tidak hanya bertumpu pada hak anak, sebagaimana konvensi global, namun juga memberikan tanggungjawab di pundak mereka.
Kedua, soal kebebasan berekspresi terutama memeluk agama. Sementara Islam tidak memberi kebebasan anak dari keluarga muslim untuk memeluk selain agama Islam. (Baca juga: Maulid Nabi : Korelasi Parenting Aminah Ibunda Rasulullah dan Trend Daycare Masa Kini)
Ketiga, soal adopsi yang diharamkan Islam karena menghilangkan nasab keluarga. Sementara hal tersebut dibolehkan konvensi untuk kepentingan anak.
Tetapi Rajabi-Ardeshiri tidak menjelaskan sejak usia berapakah seorang anak memiliki kewajiban, di samping hak-hak yang melekat justru sejak dalam kandungan.
Isu kewajiban anak ini juga pernah Muhammad al-Zuhaili singgung, bahwa para orang tua dan pendakwah lebih sering menitik beratkan pada tanggungjawab dan kewajiban anak-anak daripada hak-hak yang seharusnya orang tua penuhi.
Besar kemungkinan, UU Perlindungan Anak yang memasukkan pada tanggung jawab anak. Di samping hak-hak mereka juga karena terpengaruh pandangan hukum Islam ini.
Isu tanggungjawab dan kewajiban ini, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, harus anak-anak lakukan.
Pasalnya, hukum Islam sendiri, kata Kang Faqih, secara tegas merujuk pada konsepsi anak, yang tidak pernah membedakan-bedakan sejak ia lahir. (Rul)