Mubadalah.id – Jika merujuk argumentasi maqashid syari’ah tentang hifzh al-‘aql (perlindungan akal pikiran dan peradaban) maka dapat didefinisikan juga sebagai prinsip untuk melindungi akal budi anak-anak.
Kemudian prinsip ini dapat juga, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak berguna untuk mengembangkannya dengan berbagai pendidikan yang dibutuhkan layak, dan sesuai dengan usia anak.
Kemudian, keterampilan-keterampilan hidup yang dapat membantunya tumbuh kembang sebagai manusia, sesuai tahapan usianya, dengan akal budi yang anak miliki. (Baca juga: Maqashid Syari’ah Mengenai Hak Anak)
Kegiatan-kegiatan sosial budaya, dan permainan-permainan yang sesuai, yang pengaruhnya penting bagi perkembangan mental intelektuan dan sosial anak. Ini merupakan bagian dari prinsip perlindungan akal, budi, dan pemikiran.
Penghormatan terhadap pendapat anak dan pilihan-pilihannya adalah bagian dari prinsip ini. Sedangkan untuk mendidiknya menjadi orang yang percaya diri, bertanggungjawab, mampu memutuskan untuk dirinya, dan mampu bertumpu pada akal budinya sendiri. (Baca juga: Jaringan Masyarakat Sipil, Politik Arus Bawah dan Peran Gus Dur)
Prinsip hifzh al-‘aql ini juga bisa sebagai kerangka bagi indikator-indikator dari Klaster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya dalam Permen PPPA No. 12/2011.
Yaitu yang menyangkut soal ketersediaan pendidikan anak usia dini, pelaksanaan wajib belajar 12 tahun.
Kemudian, fasilitas sekolah yang ramah anak, penyediaan fasilitas dan rute aman dari dan ke sekolah. Serta ketersediaan kegiatan-kegiatan kreatif, rekreatif, dan kultural. (Rul)