Mubadalah.id – Woman must write herself: must write about women and bring women to writing, from which they have been driven away as violently as from their bodies-for the same reasons, by the same law, with the same fatal goal. Woman must put herself into the text-as into the world and into history-by her own move (The Laugh of the Medusa 1976: 875). (Perempuan harus menulis dirinya sendiri: harus menulis tentang perempuan dan membawa perempuan untuk menulis, di mana mereka telah terusir secara brutal dari tubuh mereka – untuk alasan yang sama. Perempuan harus menempatkan diri mereka ke dalam teks – seperti ke dalam dunia, dan dalam sejarah – dengan gerakan mereka sendiri), kata Helena Cixous
Di atas merupakan potongan kalimat dari esai The Laugh of the Medusa. Yakni salah satu esai fenomenal yang pernah Cixous tulis. Helene Cixous merupakan seorang filsuf dan penulis Prancis kelahiran Oran, Aljazair 1937 dari seorang ayah Yahudi yang turut menjadi kolonialis Prancis dan ibu keturunan Austria Jerman.
Helena Cixous terkenal sebagai seorang feminis yang karya-karyanya dapat mendobrak kepenulisan Eropa yang sangat maskulin, salah satunya melalui esainya, The Laugh of the Medusa. Cixous menjelaskan tulisan-tulisan Eropa yang sangat masculine imaginary dan banyak terdominasi oleh laki-laki. Di mana hal itu menjadi salah satu bentuk subordinasi terhadap perempuan melalui bahasa.
Produk pengetahuan Barat telah mengeksklusi dan membungkam tubuh dan ketidaksadaran perempuan. Perempuan ditempatkan sebagai yang senyap/diam, tidak bersuara atau yang melakukan mimikri. Jika perempuan terus-menerus menulis seperti laki-laki, maka posisi perempuan akan semakin melemah dan tersingkirkan. Mereka secara tidak sadar akan masuk dalam sejarah yang maskulin yang di dalamnya berisi tulisan yang bersifat phallus.
Cixous berbeda pandangan dengan para feminis radikal terkait pandangan terhadap biologis perempuan sebagai basis ketidaksetaraan. Bahwa perempuan harus menentukan sendiri tubuh dan seksualitasnya. Menurut Cixous, seksualitas adalah perbedaan. Perempuan adalah non-man (bukan laki-laki). Perbedaan seksualitas dapat menentukan pilihan-pilihan.
Tulisan Feminin
Sebagai contoh, sebagai perempuan akan berpengaruh terhadap pilihan warna dan pekerjaan. Begitupun dalam menulis, perempuan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dari laki-laki, dan harus kita tunjukkan. Ciri khas tulisan perempuan kemudian Cixous sebut sebagai Ecriture Feminine (tulisan feminin). Perbedaan ini menurut Cixous seharusnya tidak menjadi sesuatu yang bisa menindas dan menomorduakan. Melainkan menjadi suatu ciri khas tersendiri yang dimiliki perempuan. Tulisan pula dapat menjadi suara bagi perempuan.
Dunia kepenulisan banyak didominasi oleh laki-laki. Bahkan mereka juga yang lebih banyak menggambarkan perempuan dalam tulisan-tulisan yang banyak beredar dan terkonsumsi publik. Maka dari itu, ajakan Cixous untuk membawa perempuan menulis dan menuliskan perempuan dalam tulisan-tulisan mereka, menjadi salah satu resistensi yang berdampak besar.
Wacana Cixous kemudian menjadi salah satu dobrakan besar resistensi perempuan, lebih-lebih di era digital, di mana kesempatan untuk berbicara sangat terbuka lebar bagi siapa pun. Kesempatan ini menjadi satu momen yang tepat bagi perempuan untuk menunjukkan perlawanannya melalui tulisan.
Gerakan Sesama Perempuan
Hari ini, semakin banyak kita temukan perlawanan-perlawanan perempuan melalui tulisan mereka. Perempuan pula membentuk suatu gerakan sesama perempuan untuk bertukar pikiran dan menyuarakan resistensinya melalui tulisan. Cita-cita Cixous untuk mengajak perempuan menulis dan menuliskan perempuan semakin menemui titik terang.
Lewat komunitas-komunitas, pertukaran pikiran dan bacaan semakin mengakar. Melihat semakin menjamurnya tulisan-tulisan perempuan, satu hal yang dapat kita sadari, bahwa antara perempuan dan perempuan sendiri memiliki perbedaan nuansa dan karakteristik penulisan. Apalagi dengan laki-laki. Satu slogan penting yang Cixous gaungkan “lache-toi! Lache tous!” yang berarti “lepaskan diri kamu! Lepaskan semuanya!”.
Melalui slogan ini, Helena Cixous memiliki agenda untuk membangun gerakan keberanian (courageous movement). Untuk mencapai itu, kita perlukan gerakan bersama (courageous relationship). Pemikiran kritis dan penulisan kreatif (creative writing) dapat menjadi jalan menuju gerakan keberanian. Di mana dalam pelaksanaannya, kita perlu menyadari bentuk-bentuk perbedaan yang perempuan miliki. Dalam bahasa, cara menulis, pemikiran dan ide yang berbeda dari laki-laki. Perempuan harus menulis tanpa ragu-ragu. []