Mubadalah.id – Untuk melihat gagasan-gagasan KH. Husein Muhammad tentang perempuan, pertama-tama haruslah dijelaskan dulu antara kondisi pesantren dan perempuan.
Soalnya, lingkungan pesantrenlah yang membentuk KH. Husein Muhammad, dan gagasan-gagasannya tentang pembelaan perempuan banyak berimplikasi di dunia pesantren.
Dalam hal ini, pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan agama Islam yang biasanya terletak di pedesaan, dan umumnya peserta lembaga pendidikan tersebut adalah masyarakat pedesaan.
Abdurrahman Wahid secara sederhana memperkenalkan pesantren sebagai a place where santri (student) live.
Senada dengan ini, adalah rumusan yang dikemukakan oleh Abdurrahman Mas’ud. Ia mengatakan: The word pesantren stems from Santri which means one who Islamic knowledge. Usually the word pesantren refers to place where the santri devotes most of his or her time to live in and acquire knowledge.
Definisi Abdurrahman Mas’ud itu sesungguhnya tidak cukup memadai untuk memahami pesantren dalam arti yang sebenarnya.
Terdapat beberapa unsur penting dan substantif yang harus disebutkan, sehingga sebuah lembaga pendidikan Islam dapat disebut pesantren.
Zamakhsyari Dhofier menyebut lima elemen dasar dari tradisi pesantren, yaitu: tempat tinggal santri yang kita kenal dengan pondok, masjid, santri (student), pengajaran kitab-kitab klasik, dan kiai-ulama sebagai pengasuh.
Kelima elemen yang Dhofier sebut sebagai sebuah kompleks pesantren. Karena itu, orang sering menyebutnya dengan pondok pesantren (Ponpes). Kompleks pesantren yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.
Pandangan Antropolog
Sebelumnya, pandangan senada, seorang antropolog Amerika terkemuka, Clifford Geertz melukiskan unsur-unsur terpenting dan suasana pesantren sebagai berikut:
Suatu kompleks asrama siswa di kelilingi tembok yang berpusat pada suatu masjid, biasanya pada sebuah lapangan berhutan di ujung desa.
Ada seorang guru agama, biasanya kita sebut sebagai kiai, dan sejumlah siswa pria muda, kebanyakan bujangan (para santri) yang mengaji Al-Qur’an, melakukan latihan-latihan mistik.
Bahkan, pada umumnya meneruskan tradisi India yang terdapat sebelumnya dengan hanya sedikit perubahan dan aksen bahasa Arab yang tidak sangat seksama.
Tampaknya suasana jauh lebih mengingatkan pada India atau Persia ketimbang Arab atau Afrika Utara.*
*Sumber: tulisan karya M. Nuruzzaman dalam buku Kiai Husein Membela Perempuan.