Mubadalah.id – Platform media sosial yang menyuguhkan hiburan dan trend kini sudah banyak kita kenal dan digemari oleh semua kalangan. Bahkan banyak orang yang sudah kecanduan akan mengikuti trend yang di Suguhkan platform tersebut dengan dalih kebebasan berekspresi. Banyak pula orang yang telah menjadi kreator konten demi meraup keuntungan juga sebagai pemenuhan kesenangan diri.
Misalnya seperti trend konten joget, prank, flexing, food vloger dan lain semacamnya. Dari semua kategori trend konten tersebut semakin banyak pembuat konten maupun penikmatnya, dan setiap orang menjadi kalap oleh hiburan tersebut. Sehingga banyak orang yang mungkin meninggalkan sisi malunya hanya demi memenuhi kesenangan atau keuntungan kebebasan berekspresi.
Mungkin sebagian orang ketika membuat trend hanya sebatas mencari keuntungan demi pemenuhan kebutuhan. Tapi banyak juga orang yang hanya memenuhi kesenangan dan atensi publik hingga apapun rintangan dan dampaknya bagi diri sendiri bahkan orang lain tidak di pikirkan.
Dan ya, setiap konten tidak selamanya berisi yang negatif atau terkesan toxic. Ada juga yang berisi hal-hal positif dan mampu membangun dan memotivasi diri. Tetapi kita harus benar-benar jeli akan sumber dari setiap konten tersebut. Karena semakin maraknya konten yang banyak menggiring opini negatif dan pencemaran nama baik. Dan yang sangat kita sayangkan adalah ketika konten-konten tersebut sampai di hadapan anak-anak.
Terlebih sekarang, setiap anak sudah sengaja kita kenalkan dengan dunia luar lewat handphone. Di mana di dalamnya banyak platform yang berisi trend-trend yang seharusnya tidak kita perlihatkan kepada anak-anak. Apalagi ketika anak-anak tersebut tidak mendapatkan edukasi atau gambaran baik dan buruknya suatu tindakan maupun tontonan tersebut. Sehingga, anak-anak tersebut terancam dewasa sebelum waktunya bahkan banyak melakukan tindakan yang tidak semestinya anak-anak lakukan.
Miskonsepsi terhadap feminisme
Adanya miskonsepsi terhadap gerakan feminisme, banyak perempuan remaja maupun dewasa bahkan yang sudah berumah tangga secara terang-terangan menjadi kreator konten yang mungkin kontennya terlalu vulgar dan tidak layak untuk di pertontonkan. Miskonsepsi tersebut disebabkan karena banyak orang masih beranggapan bahwa feminisme itu sebuah pembenaran dan penomor satuan perempuan.
Padahal feminisme adalah menyetarakan antara perempuan dengan laki-laki, bukan membeda-bedakan, dan saling merendahkan. Bukan juga sebuah pembenaran terhadap yang salah. Mungkin feminisme terlihat seperti menyuarakan hak-hak perempuan saja, itu karena di sini perempuan lah yang menjadi korban.
Ketertindasan perempuan lah yang menyebabkan adanya gerakan feminism ini, dengan tujuan buat men sederajat kan dan menyetarakan perempuan dengan laki-laki. Bukan untuk menyaingi atau mengalahkan laki-laki. Setara artinya, ketika perempuan dan laki-laki saling menghargai dan menjunjung norma.
Tidak merasa paling unggul dan mengungguli, dan tidak merasa paling benar atau harus tetap di benarkah (mencari pembenaran) sehingga berujung merasa bebas melakukan sesuatu melampaui batas aturan yang ada.
Memang dengan adanya feminisme setiap perempuan bebas berekspresi, berhak untuk memerdekakan diri, mengexplore diri supaya kita lebih mengetahui value dan semakin mencintai diri kita. Tetapi, apa fungsinya dengan merasa bebas mempublikasikan konten yang menunjukan ukuran salah satu bagian tubuh yang intim?
Di mana dengan begitu kita terus merendahkan ukuran milik orang lain, atau membicarakan keintiman tubuh sendiri dengan begitu lantangnya. Tambahan caption yang mungkin menuliskan kata-kata kurang sopan, ini tidak bisa lagi di sebut guyonan atau kebebasan berekspresi, karena ada konten pasti jelas ada reaksi dari orang-orang yang menjadii penikmat.
Bagaimana kalau reaksi yang berujung hate speech atau yang mengarah ke kekerasan gender berbasis online, bukankah hal tersebut yang selama ini kita takutkan.
Maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan, harusnya menjadi peringatan buat diri, bahwa memang kebebasan adalah hak setiap manusia. Tapi tetap harus dengan aturan. Karena, pikiran manusia tidak semuanya dalam keadaan normal ketika melihat konten vulgar, kita harus bisa menyesuaikan tempat dan kondisi. kebebasan berekspresi bukan berarti melawan segala bentuk kebebasan dan kesalahan tetapi lebih ke bebas dengan tetap bersikap normatif.
Kekerasan Gender Berbasis Online
Ketika kebebasan di salahgunakan bukan lagi kebebasan tapi keegoisan. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kekerasan seksual terus mengalami peningkatan. Terutama kekerasan gender berbasis online (KBGO). Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) merupakan kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender dan difasilitasi oleh teknologi.
Karenanya, kreator konten yang kontennya berisi konten vulgar mungkin akan rentan mengalami KBGO. Karena KBGO bisa terjadi lewat komentar, ataupun pencurian identitas. Yang mana lewat komentar orang-orang banyak memberi hate speech, atau kata-kata ejekan terhadap tubuh (body shaming).
Serta pencurian identitas yang menyebabkan reputasi orang tersebut rusak. Misalnya mengambil lalu menyebarkan foto atau video dengan menjadikan video atau foto tersebut menjadi lebih ekstrim tanpa sepengetahuan dan ijin pemilik. Dan tindakan- tindakan jahat lainnya.
Mungkin setiap perempuan tidak ada yang mau mengalami pelecehan, dan terkadang pelecehan terjadi karena ada kesempatan dan niat jahat pelaku. Bukan karena dari faktor korban saja. Tapi ada beberapa kasus yang korban terkesan “memancing dan memberi kesempatan” sehingga terjadilah. Bahkan berakhir pada kasus pemerkosaan dan pembunuhan.
Silahkan berpakaian bebas, mau berhijab atau terbuka kita sesuaikan tempat dan situasi. Asal tidak memberikan aksi atau pernyataan yang kesannya memancing. Karena semakin tidak terkontrol terhadap dampak negatif yang mungkin terjadi pada diri. Semakin kita tidak menyadari bahwa tindakan seperti pelecehan akan mengintai gerak langkah kita.
Memang tindakan pelecehan tidak dapat kita benarkan apapun alasannya. Tetapi tidak ada salahnya kalau kita sendiri yang harus terlebih dahulu aware sama diri sendiri. Jangan menggunakan kebebasan berekspresi sebagai payung untuk melakukan segala tindakan tanpa aturan yang akhirnya akan merugikan diri kita, bahkan orang lain. Bahwa tidak ada yang memperjuangkan kita selain diri kita sendiri. Dan tidak ada orang lain yang mampu menjaga diri kita selain diri kita sendiri.
Women Support Women
Bijaklah dalam menggunakan media sosial, tidak menjadikan kesempatan dalam kesempitan. Tidak mempertontonkan aib diri demi keuntungan pribadi, karena satu perempuan yang mungkin mengalami pelecehan atau ketertindasan secara biologis perempuan lain ikut merasakan. Karena satu perempuan dengan perempuan-perempuan yang lain tak lain mereka adalah diri kita sendiri.
Jadi, stop menjatuhkan dan menindas diri setiap perempuan dengan membuat konten vulgar seperti berjoget dengan gaya erotisme, menunjukkan salah satu keintiman bagian tubuh, dan berekspresi yang terkesan memancing niat dan komentar jahat orang-orang.
Karena tindakan women support women bukan hanya mensupport perempuan dalam kebaikan, atau karena adanya perlakuan tidak adil terhadap perempuan menurut faktor biologis. Tapi dengan kita menyayangi serta menyadari keberhargaan dan martabat diri kita, dan selalu mempertimbangkan dampak apa yang akan terjadi atas tindakan kita terhadap perempuan lain itu juga bentuk women support women.
Karena secara biologis setiap perempuan memiliki banyak persamaan dengan perasa yang sama. Yang sama-sama harus benar-benar kita support dan suarakan. []