Mubadalah.id – Pengasuhan anak, atau yang biasa disebut dengan istilah hadhdnah dan tarbiyah dalam teladan Nabi Muhammad Saw adalah tanggung jawab ayah dan ibu dari anak tersebut.
Hal ini tecermin dalam pernyataan Nabi Saw bahwa anak terlahir secara fitrah dan kedua orangtuanya yang membentuknya menjadi Muslim, Yahudi, Nasrani, atau agama yang lain.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi Saw. bersabda, “Setiap anak adalah terlahir dalam keadaan fitra. Lalu kedua orangtuanya yang membuatnya menjadi beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Shahih al-Bukhiri, no. 1401).
Teks Hadis ini memberi inspirasi soal peran dan tanggung jawab kedua orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak.
Tanggung jawab pengasuhan ini juga harus dalam semangat kemaslahatan yang terbaik bagi anak. Merujuk pada berbagai teks Hadis tentang hak anak.
Pilar Rahmah
Dalam berelasi dengan anak, kedua orangtua harus mendasarkan pada prinsip kasih sayang yang muaranya pada kepentingan anak. Ketika berbicara dan berperilaku yang dimaksudkan untuk mendidik anak, pastikan sang anak yang akan memperoleh manfaat.
Pilar ini merujuk Hadis-Hadis tentang prinsip utama relasi dengan anak adalah dasar kasih sayang. Di antaranya termuat dalam kitab Shahih al-Bukhari Hadis no. 6063 dan Sunan al-Tirmidzi Hadis no. 2046.
Dari az-Zuhri menceritakan kepada kami, oleh Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwa Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah Saw mencium sang cucu, Hasan bin Ali, dengan penuh kasih sayang.
Di samping beliau ada Aqra’ bin Habis al-Tamimi r.a menimpali: “Aku punya anak sepuluh, tidak ada satu pun yang aku cium.”
Nabi Saw memandangnya (penuh heran) lalu berkata: “Orang yang tidak menyayangi (anak, atau orang lain), akan sulit Tuhan dan manusia sayangi (Shahih al-Bukhari, no. 6063).
Dari Ibn Abbas r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Bukan dari kelompok kami orang yang tidak menyayangi anak-anak kecil kami dan tidak menghormati orang-orang tua kami. Kemudian tidak memerintahkan kebaikan dan tidak mencegah kemungkaran.” (Sunan al-Tirmidzi, no. 2046).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik.