Mubadalah.id – Keadilan dalam perspektif mubadalah adalah ketika semua urusan perempuan dimasukkan sebagai urusan kemanusiaan, bukan sebagai urusan perempuan semata.
Persis seperti urusan-urusan laki-laki dianggap sebagai urusan kemanusiaan. Satu nyawa perempuan yang meninggal karena melahirkan adalah urusan kemanusiaan. Bukan urusan perempuan semata, yang harus mendapat perhatian dari kalangan ulama, keluarga, negara, dan masyarakat luas.
Begitu pun ketika ada perempuan yang buta huruf, tidak berpendidikan, tidak memperoleh akses kesehatan, kehidupan yang layak, tidak dapat beribadah, dan hak-hak hidup yang lain.
Jenis kelamin, seharusnya, tidak menghalangi perempuan untuk memperoleh manfaat hidup, baik di ranah domestik maupun publik.
Baik dalam hal-hal spiritual, intelektual, kultural, maupun sosial. Sebagaimana kita ketahui bersama, Islam sejak pertama kali hadir, dengan segala misi spiritual dan sosialnya, adalah datang menyapa perempuan dan laki-laki, tanpa kecuali dan diskriminasi.
Islam hadir membawa kerahmatan dan kemaslahatan untuk manusia, tanpa mendahulukan laki-laki dan menelantarkan perempuan.
Ketika wahyu Islam turun pertama kali kepada Nabi Muhammad Saw orang yang pertama kali mengajak untuk ikuti misi ini adalah perempuan. Yaitu Siti Khadijah Ra Sang istri tercinta.
Kemudian Siti Khadijah menjadi pendukung utama Nabi Muhammad Saw dengan segala jiwa, raga, dan seluruh hartanya. Islam turun memanggil perempuan, sebagaimana juga menyapa laki-laki.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.